Backpacking Keliling Dunia Duo Ibu dan Anak – Sebagian besar responden kalau ditanya siapa orang yang akan diajak traveling, jawabannya mayoritas adalah pasangan, sahabat, teman-teman dan keluarga besar. Jarang yang kepikiran akan bawa orangtua, terutama ibu jadi teman perjalanan. Alasannya biasa karena usia terpaut jauh jadi ngga seru dan ngga sefrekwensi lagi atau fisik udah ngga kuat lagi atau ngga mau terlalu banyak larangan. Tau lah ya, emak-emak nih semua akan bisa jadi bahan kekhawatiran.
Kali ini saya pingin review buku yang udah lama ada di perpusatakaan sederhana saya di rumah dan kemarin kembali saya baca ulang. Buku ini punya jalan cerita yang unik, sebab keseruannya justru didapat pada kisah sedih, haru dan susahnya “bertahan hidup” dengan travelmate berusia lanjut yang tak lain adalah ibu sendiri. Mana ada dua kepala yang akan tetap akur selama perjalanan panjang dengan aral melintang, kan?
Judul Buku : Mom, Let’s Go
Judul Asli: Mom, Let’s Hit The Road
Penulis : Tae Won Joon
Terbit Tahun : 2015
Penerbit : Qanita (PT. Mizan Pustaka)
Penerjemah : Siti Solehatin
Hal : 399 Halaman
Banyak orang yang bertanya padaku, kenapa tidak melakukan perjalanan ini dengan teman atau pacar? Jawabku, tidak ada alasan untuk tidak melakukannya bersama ibu, orang yang berharga bagiku. Selama ini ibu selalu menghabiskan seluruh waktunya untuk keluarga dan anak-anak. Sekarang saatnya bagi ibu pergi ke luar dan menikmati dunia. Banyak pengalaman yang tak terlupakan, mulai dari berdesak-desakkan selama empat belas jam di kereta api di Cina, hingga menjadi artis dadakan di Sri Lanka. Ini adalah perjalanan penuh derai tawa dan air mata, perjalanan yang mempererat ikatanku dengan ibu.
Mom, Let’s Go
Buku bergenre traveling termasuk dalam list pavorit saya. Meski di toko buku jarang ada rak khususnya dan nyarinya rada susah. Mom, let’s go, yang ngga sengaja saya temukan dalam keranjang diskon besar pada sebuah toko buku ternama. Tertarik dengan judulnya, saya langsung selamatkan buku ini sebelum diambil orang.
Adalah Tae Won Joon, penulis asal Korea Selatan yang juga seorang travel blogger ini melakukan perjalanan keliling dunia bersama ibunya. Yes, hanya berdua saja. Perjalanan yang dihadiahkannya untuk ulang tahun ibunda tercinta dan sebagai apresiasi karena telah menghabiskan seluruh waktunya untuk mengurus keluarga. Maka, sepeninggal ayahnya, Tae langsung mengajak ibu pergi menikmati dunia diusianya yang ke 60 tahun sekaligus membantu melupakan duka setelah kepergian teman hidupnya itu.
Related Post: Bersenang-senang Dengan Teman Hidup
Jadi buku ini merupakan kumpulan dari tulisan yang ada di blog pribadinya yang dia tulis selama melakukan perjalanan keliling dunia. Sayang, saya ngga menemukan nama blognya. Padahal kalo nemu apa saya bisa baca bahasa Korea, ya? hahaa. Tapi setidaknya foto-foto yang dia lampirkan pasti akan jauh lebih jelas bercerita dibanding yang ada di buku ini.
Tae dan ibunya terpaut usia 30 tahun, yes! Dan menurut Tae, berat badan mereka kalau digabungkan hanya 100KG saja. Kebayang ngga, semungil apa ibunya dan seramping apa anaknya. Jangan dibayangkan mereka pelesiran dengan moda geret koper dan pindah dari hotel ke hotel berbintang. Sebaliknya, duo ibu anak ini masing-masing harus menggendong ransel yang beratnya kurang lebih 10 kiloan, berdesakan di kereta, mengejar bus dan berburu tiket paling murah serta menginap di dorm adalah makanan sehari-hari bagi mereka. Sebagian orang mungkin menganggap si anak raja tega atau ibunya ngga inget umur. Tapi bagi saya, “INI KEREN!” Perjalanan ibu-anak ini pun banyak menarik perhatian orang-orang yang mereka temui.
Bukan perihal bersenang-senang semata, 300 hari merupakan perjalanan yang tidaklah singkat. Mengunjungi banyak negara dari beberapa benua dilakukan oleh dua generasi berbeda. Jika dilihat dari rute perjalanan mereka, sebanyak 50 negara yang berhasil disinggahi. Meski dalam buku jilid 1 ini hanya menuliskan 14 negara persinggahan, termasuk Indonesia dan saya ngga ketemu jilid selanjutnya. Entah, mungkin ngga masuk ke Indonesia. Rata-rata kunjungan mereka disebuah negara paling lama hanya 5 hari. Banyak tantangan dan rintangan tentunya yang salah satunya menyatukan visi dari dua orang yang berbeda jalan pikirannya, meredam emosi, menyesuaikan kemampuan badan dan selera masing-masing.
Melihat ibuku menggendong ransel merah dari belakang membuatku khawatir. Ransel dengan berat lebih dari 10KG dan berjalan jauh mendahuluiku dalam cuaca dingin di bawah nol derajat. Sesaat bibirku membentuk senyum misterius. Mungkin seperti inilah perasaan ibuku saat melihatku kali pertama berangkat sekolah 20 tahun lalu. (Hal: 17)
Tae mempersembahkan petualangan ini untuk ibu dengan lebih banyak membiarkan sang ibu menikmati perjalanan dengan caranya sendiri, mengikuti selera ibu dan mengikuti ritmenya. Di tengah perjalanan, Tae menghadirkan sang kakak yang di awal rencana turut serta namun gagal karena urusan pekerjaan.
Suka Duka di Negara-Negara Tujuan
Dalam buku jilid 1 ini, sebanyak 15 negara pertama yang berhasil mereka kunjungi. Perjalanan dimulai dengan menembus Tiongkok di musim dingin menggunakan transportasi umum seperti kereta dan kapal. Sebagian besar mereka harus mencari jadwal yang ada atau bahkan tidak ada sama sekali dan dengan terpaksa menggantinya dengan moda transportasi lain. Bisa jauh lebih murah atau bahkan lebih mahal. Bisa lebih singkat atau bahkan lebih lama.
Tiba di kota pertama Beijing, mereka langsung disambut dengan rentetan permasalahan dari mulai keterlambatan kereta, kena tipu calo, tak ada tempa beristirahat di suhu yang minus dalam keadaan perut yang lapar. Beruntung, keesokan harinya mereka sudah mulai bisa berteman dengan segala situasi dan menemukan jalan keluar.
Saat itulah aku terpikir sesuatu, terpikir alasan kenapa aku melakukan perjalanan ini bersama ibuku. Apakah mengharapkan sesuatu yang luar biasa dari ibuku? Aku hanya ingin melihat sosok ibuku sedang “bermain” dengan gembira. Atau lebih halusnya lagi, aku ingin melihat sosok ibuku yang menikmati saat-saat tanpa beban seperti anak kecil. (Hal: 40)
Mereka masuk dari satu benua ke benua lain, negara dan kota demi kota dengan bentuk perjalanan yang bebas, mencoba apa yang ingin dilakukan, melihat apa yang ingin dilihat dan merasakan apa yang ingin dirasa. Keliling naik becak di Vietnam, ngobrol dengan supir tuk-tuk di Kamboja, Bermain air di festival air di Thailand, Belajar bertahan hidup di Laos dan ke Singapura tanpa pesawat, lalu ke Jakarta, Indonesia. Sayangnya, saat di Jakarta justru mereka dalam kondisi yang lelah maksimal. Masing-masing jadi gampang marah-marah tanpa sebab. Cuaca panas pada beberapa kota membuat ibu gampang sakit sampai-sampai terpikir untuk mengakhiri perjalanan dan kembali ke Korea. Mereka baru kembali menemukan “nyawa” dihari ketiga di Jakarta. Ibu mulai bersemangat dengan melakukan perawatan diri dan mengeriting rambutnya pada sebuah salon tua di gang sempit. Tae ngga menyebutkan secara spesifik lokasi mereka saat itu. Jakarta merupakan kota tempat mereka “beristirahat’. Memungut kembali semangat yang mulai runtuh, ngobrol dari hati ke hati membuat kesepakatan untuk saling terbuka dan berani mengeluarkan pendapat hingga akhirnya sepakat melanjutkan perjalanan ke kota lain yang mereka sebut kota hantu di Brunei, Mendapati kehidupan asli kota Filipina kemudian jatuh cinta pada Sri lanka.
Related Post: Ibis Harmoni Jakarta Dengan Restaurant Cantiknya
Menyeberang ke sisi lain Benua Asia, mereka menginjakkan kaki pertama di Mesir dan berlatih untuk beradaptasi dengan daerah Timur Tengah. Membiasakan diri mendengar suara tembakan, gangguan dari penduduk yang seolah tak ingin mereka tenang, serta menemui jalan buntu disana berlanjut ke Israel yang mereka anggap sebuah perbatasan yang kejam.
Kota terakhir dalam buku ini yang mereka kunjungi adalah Perta, Yordania. Petra yang merupakan bagian dari keajaiban dunia ternyata telah lama menjadi spot Impian Tae selama ini. Terkesima pada Al Khaznah, sebuah bangunan berbentuk kuil yang konon katanya tempat menyembunyikan harta karun sesuai dengan arti namanya.
Namun, saat melihatnya secara langsung, aku sadar bahwa Al Khaznah bukanlah tempat untuk menyimpan harta karun, melainkan harta karun itu sendiri. (Hal : 386)
Meski berakhir dengan serangan heat stroke akibat maraton demi mengejar keterlambatan dan meminta maaf kepada rombongan tur, kemudian kembali dengan menggendong ibu yang juga sudah sama lelahnya, Tae memaksa diri untuk sembuh dengan sendirinya. Lagi-lagi ia ngga rela membayar rumah sakit tanpa asuransi. Tae menyadari bahwa perjalanan adalah rangkaian antara takdir dan peristiwa. Apapun bisa terjadi…
Seru membayangkan mereka berpetualang dengan segala suka dukanya. Buku ini dilengkapi banyak foto yang sayangnya lagi kualitasnya kurang baik. Penasaran, sih, sama buku jilid berikutnya tapi ngga nemu sampe sekarang. Gantinya saya baca kisah seru lainnya melalui review blogger senior Jakarta. Coba deh baca Book Reviewer yang mengulas sebuah buku tentang rangkaian kisah seru petualangan dan perjalanan seorang diri menyusuri negeri 1001 malam.
Traveling ini menguji kekompakan ya.
Apalagi kalo dilakukan sama Ibu, kebayang banyak dramanya.
Tapi asyiikk bgt ya mba
Pengin mengalami juga nih jadinya
Berpergian bareng orang tua ada rasa aman tersendiri mbk. Karna orang tua doa nya kenceng… berasa “aman” gitu , hehe
Wow, kebayang serunya Tae jalan2 sama ibu pake bawa ransel. Berpindah2 tempat pun nggak masalah ya, selama perginya buat liburan dan jadi hadiah terindah buat ibunya juga.
Betul, jadi pengalaman tak terlupakan pastinya
Aku kagum nih sama anaknya, si Tae ini! Lebiih kagum lagi sama ibunya si Tae
Amazing, mereka bisa melintas benua sebagai ibu anak – sahabat perjalanan, karena kan saat di perjalanan justru hubungan kita semua diuji
Iya, mbk, Berbulan2 ngga mungkin rasanya tetep “akur” ya
Makasih ya kak sudah mengingatkan dari tulisan kk di atas. Jadi perlu sekali ya melibatkan orang tua (ayah/ibu) dalam setiap perjalanan hidup kita. Termasuk mengajak moms traveling dll. Ya, ini sebagai pengingat juga buat saya dkk bahwa tidak perlu malu bawa orang tua ke luar agar bisa mengakrabkan hubungan.
Justru merasa lebih aman ya mas karena biasa orang tua kapan dan dimanapun selalu berdoa, hehe
Wah, buku terjemahan korea ya mba. Pasti asyik nih baca buku ini soalnya penulisnya seorang travel blogger, sama kayak trinity di kita Indonesia ya mba.
Iya betul, naked traveller ya. Sayang jilid berikutnya ngga ketemu2
Kak itu jumlah halamannya sampai ribuan ya? 3991 halaman?
Waw, kerennya.
Jadi kepikiran pasti harganya luar biasa sih ini.
Apalagi memang kalau mengisahkan tentang perjalanan ke luar negeri, akan banyak cerita mengalir
Eh, angka 1 di belakang harusnya ngga ada mbk, Typo deh. Makasi mbk, jadi ter koreksi…
Wow bukunya tebal banget ya mbak
Tapi pasti g kerasa ya
Karena bisa baca cerita keliling dunia gini
Pasti seru
Salah mbk, angka 1 di belakang harusnya ngga ada. typo itu…
Duhh terimakasih jadi ter koreksi…
wow di awal tulisan kirain Mbak Suci yang keliling dunia bareng anak
pasti asyik ya? karena seperti kata ernest, kita harus ngebolang bareng orang yang kita cintai
Betul Ambu, dari buku ini saya jadi pingin ngajak emak jalan-jalan berdua,,,
Wah, seneng banget ya bisa bepergian keliling dunia dengan orang yang sangat kita cintai…. PAsti banyak drama deh di sepanjang perjalanan.
JAdi gak sabar pingin baca bukunya… MAkasih kak sudah mengenalkan aku dengan buku keren ini…
Sama-sama Dok… seru dibaca kisahnya
Keren pake banget cerita pertualangan ini, super inspirasi banget Tae dan Mamanya. Keliling dunia berdua aja dengan bawa perlengkapan seadanya. Apalagi melihat usia mama yang tidak lagi muda.
Keren mbk… anaknya keren bisa ngikuti mood ibunya.
Masya Allah bner bgt itu menurutku, jangan pernah bepergian dengan orang tidak kau senangi. karna perjalanan itu banyak bgt tantangannya klo tidak bisa berdamai dengn temen perjalanan akan tidak menyenangkan sekali
Betul, mbk… sama yang dicintai aja belum tentu bebas drama kan yaa
MashaAllah~
Aku jadi teringat sosok teladan yang menjadi kisah Rosulullah sholallahu ‘alaihissalam, yakni Uwais Al Qarni yang menggendong ibunya yang tua renta untuk berangkat haji.
Dan kini, travelling bersama Ibunda keliling dunia dilakukan oleh orang Korea.
Rasanya ujian pasti selalu ada yaa.. apalagi ke banyak tujuan dan berbagai culture yang berbeda. Salut banget…
Masyaallaah ya mbk.. klo trinity dibikinin film, andai Tae org indo dibikin film juga ngga ya, hehee
Jleb banget quitesnya erneng hemingway. “Jangan pernah beeprgia bersama orang yang tidak kamu cintai.”
Yups, setuju banget. Karena traveling itu harusnya bikin senang, bukan malah bad mood. Makanya harus pergi bareng travel buddy yg sefrekuensi
Beneer… sefrekwensi aja belum tentu bebas drama kan yaaa
Impianku tuh mba bisa travelling bareng anakku nanti pas dia udah usia bisa diajak jadi teman travelling huhuu
Sama mbk… semoga nanti kita dihadiahkan tiket jalan2 meski bakpaeran kaya mereka yaa. Anak lajang pasti udah bisa lindungi ibunya. Aamiin..
Menarik banget mbak, salut untuk Tae yang berusaha membahagiakan ibunya dengan mengajaknya menjelajah ke banyak negara. Bahkan sampai dirinya kena heat stroke pun masih tetap tak mau menyerah.
Btw kalau nemu blognya, walau berbahasa korea kan bisa diterjemahkan pakai google translate mbak hehehe
Haha iya juga ya mbk, meski agak repot yaa harus translate2 tiap baca tulisannya 😁
Satu kata untuk mereka, hebat!
Sang ibu hebat dengan usia senja tapi masih mampu traveling. Kalau saya mah udah ngebayangin mabuk perjalanannya, belom capek ini itunya. Sang anak pun hebat, pasti tidak sedikit uang yang dikeluarkan, tapi demi sang ibu yang dia cintai, dia rela.
Batul mbk, hebat semua. Bawa org tua usia lanjut travelling itu pasti PR banget… jadi pingin ya Mbk.. 😁
jadi inget Trinity, travel blogger yang juga melakukan perjalanan selama ini.
suka sama cerita riil seperti perjalanan kayak gini, pembaca dibawa seolah-olah ikutan jalan-jalan juga gitu
apalagi ini antara anak dan orang tua, yang mana dari segi umur udah pasti jauh dan stamina bisa aja ga sama.
keren semangat ibu dan anak buat jalan jalan melihat dunia luar
Iya betul mbk.. mirip sama Trinity ini mah