jalan dan wisata

Perjalanan Nekat ke Sebuah Hidden Gem di Deli Serdang (Trandingcamp Sikabung-kabung Part 1)

Trandingcamp Sikabung-kabung – Perjalanan ini sangat tidak dianjurkan untuk kaum mendang-mending atau daripada-daripidi, ya, hahaa. Misalnya lebih memilih untuk mending di rumah aja daripada capek jauh-jauh, mending rebahan di kasur aja daripada di atas matras dingin dan mendang-mending yang lainnya.

Ini sebuah perjalanan ke sebuah lokasi camping yang berangkatnya pada Jumat sore sepulang dari kantor masing-masing. Sekitar pukul 18:00 WIB menuju wilayah yang berjarak kurang lebih 30 KM dari Medan. Kalau diperkirakan memakan waktu hampir dua jam berkendara. Kalau ada yang keburu protes kenapa lama sekali perjalanannya? Baca saja sampai selesai, ya, hehee

Pasukan nekat ini terdiri dari enam orang. Empat diantaranya perempuan dewasa, satu anak perempuan dan satu orang anak lelaki. Kami nekat menerabas dingin dan gelapnya malam di tengah maraknya aksi begal dan geng motor di kota Medan dan sekitarnya.

Nekat lainnya adalah, kami yang pasukan cewe ini bahkan belum pernah sama sekali datang ke lokasi. Bermodalkan video orang-orang di yutub dan google maps serta doa. Padahal di beberapa artikel yang kami baca menyebutkan kalau menuju lokasi itu merupakan daerah yang kalau malam itu sunyi dan gelap serta melewati perkebunan sawit yang minim pemukiman. Nekat selanjutnya kami bawa dua anak. Mau ditiru boleh, jangan ditiru juga gapapa, hihii

Perjalanan Menuju Trandingcamp Sikabung-kabung

Sikabung-kabung adalah sebuah dusun di Kecamatan Kutalimbaru Kabupaten Deli Serdang. Akses utamanya melalui simpang Tuntungan dan terus mengikuti jalan besar Kutalimbaru.

Hampir 15 menit waktu tersita diawal sebab panjangnya antrian di salah satu SPBU. Mau ngga mau bensin tetep harus diisi full menghindari mogok di tengah jalan. Sudahlah ngantri hampir setengah jalan, eh pertamaxnya habis, dong. Terpaksa cari yang ketengan.

Perjalanan kami lanjutkan dengan beriringan. Sepanjang jalan, lampu-lampu rumah warga sudah mulai dinyalakan pertanda hari sudah gelap. Dari Medan cuaca cukup bersahabat begitu pula jalanannya. Meski bukan jalan kota, tapi hampir sepanjang jalan aspalnya mulus. Hal ini membuat perjalanan lancar, Alhamdulillah. Seingat saya, setidaknya ada lima desa yang harus dilewati, yaitu Tuntungan, Suka Rende, Desa Pasar X, Namo Mirik dan Suka Makmur.

Memasuki Desa Suka Makmur tiba-tiba ada air menetes di kaca helm. Semakin lama tetesan semakin banyak. Yah, gerimis, dong! Karena masih gerimis, kami tetap lanjutkan perjalanan. Istimewanya masuk desa ini, jalanan semakin lebar dengan aspal yang baru selesai, hitam, mulus dan cantik sekali kalau kena cahaya malam. Ini merupakan jalan alternatif menuju Berastagi, Tanah Karo yang sebagian sudah rampung. Adek saya berniat mau bikin video, tapi masih juga mau ambil kamera, eh gerimis berganti menjadi hujan. Tapi kami tetap ngegas, hihii. Bukan tanpa alasan, turunnya hujan tepat di area perkebunan sawit yang gelap dan sepi pemukiman, selain ngga ada tempat berteduh, juga sedikit was-was mau berhenti untuk pakai jas hujan. Kali-kali sudah ada begal yang ngikutin, ya. Sempat melihat map, jaraknya juga sudah nanggung hampir dekat, hingga kami putuskan lanjut hujan-hujanan di perjalanan. Perjalanan ini mengingatkan saya saat hendak berangkat hiking ke Gunung Sibayak tahun lalu.

Related Post: Gunung Sibayak, Tektok Perdana

Syukurnya saat sudah masuk dusun Rumah Mbacang, hujan sudah mulai reda. Baju yang tadinya sempat basah, menjadi kering dengan sendirinya disisa perjalanan. Berdoa semoga anak-anak ngga masuk angin setelah ini. Akhirnya tibalah di Dusun 7 Sikabung-kabung menuju camping ground yang letaknya di jalan Juma Bas Orista (JBO).

Dari persimpangan, kami memastikan tidak salah tempat sebab kondisi saat itu gelap gulita. Sempat kami pikir sedang mati lampu. Dengan bermodalkan penerangan lampu motor, kami kembali berkutat dengan dingin dan gelapnya malam. Kali ini bukan hanya dingin dan gelap saja, tapi masuk lagi ke sebuah perkebunan sawit yang tak ada rumah apalagi penerangan. Aksesnya rusak parah, dipenuhi bebatuan berukuran sedang hingga besar, genangan air dan sesekali ketemu jembatan kecil dari susunan kayu. Pokoknya ban motor beberapa kali terpeleset batu-batu. Sangat kontras dengan kondisi jalan besarnya.

Tapi, keputusan kami naik motor ternyata sudah tepat. Karena memang cuma punya motor, kwkwkw. Selain itu, aksesnya hanya bisa dilewatin motor, double cabin atau kendaraan offroad. Pake citycar, bahkan semacam avanza pun, alamat nyangkut di bebatuan.

Semakin lama, jalanan semakin sempit lalu setelah 1 KM, ketemu sebuah rumah sangat sederhana. Dari sorot lampu motor, terlihat seorang pria sedang duduk yang bikin kami kompak terkaget-kaget. Beliau bernama Pak Sinulingga yang mengarahkan kami untuk parkir di teras rumahnya. Setelah menitipkan helm, kami diantar menuju lokasi camping. Yes, masih harus jalan kaki lagi saudara-saudara…

“Jauh pak?” tanya saya dan dijawab “dekat saja”

Ya, begitulah memang jawaban orang-oang saat sedang treking dan ditanya jarak oleh yang lainnya.

Gelap dan sunyi, Itulah kondisi malam itu. Saking gelapnya, kami bahkan ngga bisa lihat di sekeliling kami itu ada apa saja. Kebunkah, jurang, rumah atau mungkin malah kuburan. Tetesan air masih sesekali jatuh di bagian wajah. Entah itu gerimis atau sisa air hujan dari daun-daun di atas sana. Salah satu adek saya mempersilahkan kami untuk berjalan di depan sementara dia memilih berjalan paling belakang. Kebetulan dia dianugerahi kemampuan merasakan hal-hal gaib. Kali ini bermodal tiga senter hp, kami berjalan pelan menuju lokasi camping.

Setengah perjalanan, Si Bapak memutuskan untuk berhenti dan menyuruh kami melanjutkan perjalanan sendiri. Kami sengaja diantar sampai titik paling puncak yang tanpa kami sadari di belakang adalah pemandangan lampu-lampu kota Medan terlihat jelas, cantik sekali. Sebelum pergi beliau berpesan untuk untuk hati-hati, dan tetap berpegangan pada tali di sisian tebing. Seektrim itukah? Kami hanya bisa saling pandang.

Di tengah kegalauan, dan banyaknya barang bawaan, kami tetap berjalan. Ya, ngga mungkin balik kanan, kan?

Memang jalurnya semakin lama semakin menurun dengan kemiringan 30-45 derajat dengan banyak undakan serta bebatuan berukuran besar menyembul di tengah-tengahnya. Sepanjang trek, terdapat utas tali sebagai pegangan di sisi kanan. Jalan setapak itu sempit sekali, hanya bisa dilewati satu orang dewasa. Kalau terpaksa berpapasan, maka harus ekstra hati-hati karena sisi lainnya adalah jurang tanpa pembatas. Meski jurangnya ngga dalam, tapi kalau udah kadung terpeleset ya sakit juga. Malunya ngga seberapa, sakitnya luar biasa. Iya ngga salah, malunya ngga seberapa. Saya berkali-kali harus teriak memanggil si adek untuk mengingatkan selalu waspada dan tetap berpegangan pada tali. Bungsu saya ini memang terkenal si bolang, si paling semangat dan selalu berjalan paling depan. Untuk menghibur dari, saat itu kami banyak bercanda dan tertawa.

Sebelas menit berjalan kaki, akhirnya kami tiba di camping ground. Suasana semakin masuk hutan semakin gelap. Hanya terdengar suara deru arus sungai dan kerikan jangkrik. Sudah ada tiga tenda yang terpasang di bagian bawah. Dua ukuran kecil yang telah terisi tamu, satu lagi ukuran besar adalah tenda kami. Satu tenda lain di atas, dan satu tenda di seberang sungai.

Setelah proses “check-in”, kami masuk tenda untuk solat jamak magrib dan isya secara bergantian. Setelahnya, langsung bongkar logistik untuk segera makan bekal yang sudah disiapkan nenek. Bang Lingga, pemilik sekaligus sang founder memberikan seperangkat kompor dan nesting yang sebelumnya sudah kami booking. Tapi tak disangka beliau menyertakan 2 kursi dan meja camping lipat yang estetik. Waah pelayanan bintang lima. Langsung lah masak indomi, kan? Jadilah konsumsi dobel karbo, nasi plus mi serta sambal kerang dan teh manis. Entah ini baik atau engga untuk kesehatan anak. Tapi dengan begini, mereka makan lahap sekali. Meski ini bukan salah satu tips atasi GTM seperti yang disarankan Dokter Spesialis Anak. Kalau kami yang orang dewasa ini, makan saja semua, hahaa.

Sayang, sungai mengalir yang ada di depan tenda kami tak terlihat sama sekali karena teramat sangat gelap. Di dusun ini memang belum masuk listrik. Penerangan dengan cahaya temaran hanya berasal dari lampu rechargable di dalam masing-masing tenda serta senter hp dan cahaya kilat yang yang sesekali muncul dari langit sebab gerimis kembali turun.

Setelah kenyang dan ngga ada yang bisa dipandang, kami masuk ke dalam tenda untuk istirahat. Akibat mata tak kunjung bisa terpejam, ngemil pun bikin mulut cepat lelah, tidak ada sinyal sama sekali di hp, dan adek saya menawarkan diri untuk bercerita pengalaman mistisnya sepanjang perjalanan tadi. Saya yang penakut ini memilih untuk menolak meski anggota lain setuju. Akhirnya memutuskan bermain ludo saja sampai akhirnya ngantuk saking lamanya nunggu masing-masing warna berhasil melewati trek untuk mencapai rumah. Mana pesertanya ada 6 orang, maka selesailah permainan itu hampir jam 12 malam dan lanjut tidur sampai subuh.

Bersambung….

Galeri foto

31 tanggapan untuk “Perjalanan Nekat ke Sebuah Hidden Gem di Deli Serdang (Trandingcamp Sikabung-kabung Part 1)

  1. Ikut deg-deg an pas hujan turun di tengah kebun, mbak. Kalau aku ikut di situ, udah bener terabas aja hujannya. Ditunggu cerita selanjutnya ya, mbak. Penasaran sama view tempat campingnya. Habis nulis ini, eh jebul tulisan sambungannya udah ada^^

  2. MashaAllah Suci. Hebat banget deh. Tapi memang pada dasarnya suka petualangan ya. Jadinya biar susah jalur yang ditempuh plus butuh perjuangan yang gak kira-kira, tetap aja menikmati masa-masa itu dengan hati yang gembira. Jadi penasaran dengan keindahan tempat yang dituju.

  3. Haha…jujur…aku golongan mendang-mending. Daripada ikut treking, mending aku baca artikel ini aja, kebayang banget serunya sih. Apalagi pas malem-malem menuju lokasi camping. Pengen tahu part-2 nya nih, apakah ada kisah penampakan…hehe…

  4. Seruu banget perjalanannya kak… aduh kasihan sekali sudah antri panjang malah pertamaxnya habis…. aku penasaran sm cerita horor adikmu kak. Ayo ditulisman d blog biar aku bs baca. Heheheh

  5. Aku udah lama banget gak camping lagi. Terakhir pas anak sulung SMP ke gunung bunder..setelah masuk SMA dan kuliah hectic bgt jadinya susah ngumpul bareng buat camp lagi. Jadi kangen nge-camp baca postingannya

  6. Rasanya semua penunjuk jalan alias warga lokal, kalau kita tanya seberapa jauh jarak ke lokasi, selalu bilang sudah dekat, atau sebentar lagi sampai, haha, itu menurut ukuran mereka yang terbiasa. Sementara kita sebagai tamu merasa jauh bahkan jauh sekali. Hihi…
    Kok bisa samaan ya pengalaman kek gitu

  7. Hahaha ikutan exciting, seolah ikutan camping ke Sikabung-kabung
    Apalagi kalo adiknya Mbak Suci jadi cerita horor
    Bakalan tambah rame deh

  8. Ahahaha kalau jalan2 kyk gtu bawa anak aku dah skip2 juga menu rumahan, indomi udah paling enak, kyk comfort food, toh gak tiap hari hehe 😛
    Seru sih main ke alam trus kemping gtu. Kalau bawa anak asalkan anak2 disounding dulu deh. Tapi kalau anaknya suka alam mah aman yaa.

  9. Duh! seru banget ya kamping di Trandingcamp Sikabung-kabung… Bener-bener bisa menyatu dan memahami alam lebih mendalam. Cocok nih buat bonding bareng keluarga dan bestie. Catet ah lokasinya… Semoga nyampai nih tahun ini…

  10. Pernah sih saya punya pengalaman camping di alam bebas, namun sebelum menuju lokasi lewatin sawah, semak, dan perkampungan di daerah Liwa Lampung Barat. Malamnya sangat mencekam. Cerita di atas bagus kak. Lanjutkanlah kisah2 disana selama camping dll.

  11. Kalau rame-rame mungkin mah nekadnya bakalan bertumpuk kak.
    Coba kalau melempem, wah bisa berabe.
    Ibaratnya itu, kalau pas jalan bertiga, ada satu orang penakut dan satu orang pemberani, maka yang satu lagi kudu berani biar jadi 3 pemberani, heheh.
    Apalagi ini masuk hutan, wuaah sesuatu yang nekadnya luar biasa kak.
    Ditunggu perjalanan nekad selanjutnya

  12. Wah seru banget. Dulu waktu masih muda, aku suka nih bertualang begini. Modal nekad, walopun banyak rintangan, tapi biasanya memuaskan dan banyak cerita tak diduga. Penasaran dengan keindahan alamnya deh. 😀

  13. huhuhu mbaknya keren banget bisa nyampe setelah perjalanan ekstrem. mana gelap cuman lampu motor aja. saking hidden gemnya sampe effort banget bisa sampe yaa..
    hihi lucu banget emang mending main ludo daripada dengerin horor mah

Tinggalkan Balasan