Jalan pagi adalah salah satu aktivitas kesukaan saya. Meski untuk memulai itu efortnya luar biasa, ya. Godaan kasur dan selimut itu beraaat untuk dilawan. Apalagi paling enak itu tidur-tiduran abis subuh di atas sajadah masih pake mukena lengkap, mendung pula, kan. Duh, smakin males mau keluar. Tapi kalo udah keluar, kena angin pagi, udah jalan jauh, ketemu sawah, ketemu kebun, tegur sapa sesama pejalan biasanya malah males mau pulang.
Kegiatan jalan pagi hanya bisa saya lakukan kalau libur kerja. Jadi paling banyak cuma dua kali dalam seminggu. Selebihnya kalo lagi rajin ya senam sendiri di rumah sepulang kantor. Senam yang nyontek dari yutub.
Ngga semua ruas jalan kami telusuri kalau lagi olaharaga jalan ini. Kami menghindari jalan raya yang padat. Hanya menuju lokasinya yang memang harus melewati sedikit ruas jalan besar saja yang terpaksa kami lalui. Lokasi-lokasi tertentu saja yang dirasa nyaman dan aman dijadikan tempat berjalan santai. Salah pilih lokasi bisa-bisa malah mengganggu pengguna jalan lainnya. Namanya juga jalan santai…
Related Post: Pilihan lokasi Jalan Pagi
Kampus USU
Saya dan adek saya itu sukanya jalan santai. Bukan joging atau lari. Sebelum pandemi, kami selalu pilih Lapangan Merdeka di pusat kota Medan. Disana memang pusatnya warga Medan untuk olahraga kalau akhir pekan jadi pasti ramai sekali. Selain ada senam aerobik masal, juga ada senam lansia, yoga dan para pesepeda yang berkeliling area lapangan. Pedagang makanan, sales segala macam rupa berkumpul disana mencari rezeki. Pandemi datang, semua itu dilarang.
USU (Universitas Sumatera Utara) jadi pilihan kami pada akhirnya. Kampus ini dekat sekali, berjarak hanya sekitar 1KM dari rumah sehingga bisa kami tempuh dengan berjalan kaki. Ngga perlu lagi bawa-bawa motor. Ini adalah alternatif warga sekitar untuk olahraga. Memang tak seramai di lapangan. Tapi disitu pula serunya. Olah raga jadi bisa fokus. Areanya cukup luas dengan rimbun pepohonan bikin tempat ini nyaman dan aman berolah raga. Banyak taman-taman kampus jadi bebas dari polusi udara dan cenderung hening. Hanya saja ngga ada pedagang makanan, karena memang dilarang.
Selain sarana olahraga, kampus USU juga ada kebun binatang mini. Jadi banyak keluarga membawa serta anak-anak untuk jalan pagi atau sore disini. Hewannya juga ngga banyak. Paling banyak adalah rusa. Memberi makan rusa adalah kegiatan paforit anak-anak. sebelum pandemi, banyak pedagang wortel dan sayuran kangkung untuk makanan rusa yang sudah dibungkus-bungkus.
Di sisi lain, Kolam ikan adalah salah satu spot terbaik disini. Area yang dekat dengan perpustakaan ini sebagian besar tanahnya dilapisi rerumputan dan ditanami aneka buah-buahan seperti durian, rambutan dan manggis. Tapi semuanya masih belum berbuah. Oiya ada jambu biji merah disini yang udah berbuah dan enak rasanya. Buahnya bebas dipetik asalkan jangan buang sampahnya sembarangan. Selain lesehan di rumput, dinding kolam juga bisa dijadikan tempat duduk.
Related Post: Main Sore-sore di Taman Hewan Mini USU
Area Persawahan
Bosan dengan rute yang monoton, kami mencari alternatif lokasi yang berbeda untuk mencari pengalaman yang berbeda pula. Sawah, jadi pilihannya. Memang jalan santai itu lebih fleksibel. Ngga ngejar waktu atau target tapi malah bisa sekalian blusukan.
Ternyata ada sensasi berbeda ketika kita memandang hijaunya persawahan berpadu dengan sejuknya angin pagi hari. Mendengar cuitan burung-burung dan gemercik air dari saluran irigasi itu ada semacam terapi ketenangan jiwa. Ngga cukup dengan memandang, sesekali kami ikut berbaur dengan para petani untuk membantu mengusir burung-burung dengan berjalan di tengah-tengah pematang sawah. Tak ada ekspresi lain selain tertawa tak peduli meski sepatu berlumur tanah basah.
Area persawahan yang luas berdampingan dengan komplek perumahan dan apartmen bergedung tinggi adalah pemandangan indah nan langka di tengah kota Medan. Maka nikmat mana lagi yang hendak didustakan?
Biasanya selesai olahraga, kami singgah di beberapa kafe berbeda sekedar untuk ngopi dan ngeteh.
Kebiasaan olahraga ini sampai kebawa kalau saya lagi dinas luar kota. Yang paling saya suka ya jalan pagi di luar kota begini. Selesai kerjaan, saya pasti extend sampe akhir pekan. Nah, di saat-saat bebas ini saya sempatkan untuk jalan pagi sebelum siangnya explore keliling kota yang bisa sampe malem. Rute atau lokasi yang dipilih ya tentu saja di pusat-pusatnya olahraga. Biar berasa jadi warga setempat, aja. Hehe.
Bundaran HI, Jakarta
Hotel yang saya inapi berada dekat sekali dengan perempatan besar di daerah Thamrin. Perempatan itu bernama Sarinah. Namanya jalan pagi ya saya jalan kaki dari hotel. Dari Jl. Wahid Hasyim terus sampe perempatan itu lihat banyak orang-orang menuju kanan, saya ikutan belok kanan. Eh berjalan santai melewati beberapa gedung penting seperti bawaslu, sepanjang kurang lebih 500 meter ternyata tujuan orang-orang itu adalah Bundaran Hotel Indonesia. Senang sekali rasanya mengetahui lokasi saya menginap rupanya berada di jantung kota. Hari itu memang ngga ada tujuan. Cuma melakukan kebiasaan jalan pagi lalu ikuti kaki melangkah dan ngga disangka tertuju pada bundaran yang jadi kebanggaan warga DKI.
Sampai disana, saya duduk di sekumpulan paving block yang menjadi pembatas ruas jalan. Belum juga ngerasain foto di bawah patung dan megang air kolamnya, yang berkumpul disana udah keburu dibubarin bapak-bapak satpol. Untung saya yang duduk tak jauh dari situ ngga ikut diusir. Malah diajak ngobrol, haha. Tapi karena pandemi dan harus jaga jarak. tawaran ngobrol saya tolak. Saya lebih milih keramaian lainnya yang saya tebak disitu adalah surganya makanan.
Ruas jalan antara Hotel Indonesia dengan gedung di sebelahnya, kalo ngga salah PLaza Indonesia, dijadikan tempat berkumpulnya pedagang. Ada makanan, pakaian, aksesoris dll. Diusir dari bundaran, ngumpulnya pindah disini, haha. Selesai menyantap lontong ketupat, kembali menelusuri sekumpulan pedagang sampai di hampir ujung jalan, saya ketemu olahan makanan kesukaan. Apalagi kalau bukan cumi. Satu porsi cumi berukuran besar dibakar dengan saus pedas dibanderol seharga 30K. Saya bilang terjangkau sebab di kota saya seafood itu mahal. Cumi mau diolah apapun untuk saya semuanya enak. Cuminya belum sempat disantap, depan hotel lihat gerobak cakwe akhirnya dibeli 2 potong :). Tuman!
Related Post: Pengalaman Menginap di Hotel Verse Jakarta
Kota Tua, Jakarta
Besoknya saya jalan pagi ke Kota Tua. Ini karena sore sebelumnya ngga keburu masuk Kota Tua sebab jam 5 sudah ditutup yang akhirnya mengantarkan saya menghabiskan sore di Kali Besar.
Related Post: Kali Besar, Kota Tua Jakarta
Dari hotel jalan kaki menuju halte busway di dekat perempatan Sarinah. Iya, karena cukup jauh kalau ditempuh dengan berjalan kaki, saya naik busway ke Kota Tua.
Sampe sana sudah banyak pesepeda di depan museum Bank Indonesia. Saya langsung masuk ke pelataran Kota Tua, yang ternyata sepeda warna warninya ngga dikeluarin selama masih PPKM, hiks. Tiga kali saya ke Kota Tua, kok ya belum kesampean naik sepeda warna warni. Hari itu ngga terlalu banyak pengunjung di pelataran. Mungkin karna kebetulan bukan akhir pekan.
Kota Tua memang salah satu tempat yang sebisa mungkin wajib saya datangin kalau sedang ke Jakarta. Gedung-gedung bersejarah itu ngga pernah mampu bisa saya lewatkan. Pagi itu karena ngga ada atraksi apa-apa, saya cuma duduk sekalian berjemur, keliling, foto-foto begitu terus berulang sampai lumayan berkeringat. Selesainya, sarapan lontong lagi di depan gerbang masuk.
Related Post: Sejarah Batavia Ada di Kota Tua
Gedung Sate Bandung
Bandung salah satu kota yang beriklim sejuk. Enak sekali berolah raga pagi di luar ruangan. Kesempatan pertama, saya bertujuan ke Gedung sate. Bonusnya ternyata diseberangnya adalah lapangan Gasibu. Meskipun kedua tempat ini masih ditutup karena pada saat itu awal-awal PPKM.
Pagi saya kesana, kondisinya masih lengang. Hanya ada beberapa pejalan kaki dan pedagang makanan. Beberapa menit kemudian serombongan pesepeda datang. Ada yang grup ibu-ibu ada yang bapak-bapak memenuhi trotoar sehingga menyebabkan sedikit kemacetan di area Zebra Cross.
Begitupun warga Bandung santun-santun, loh. Ngga ada yang bunyikan klakson saat-saat begitu. Kendaraan dengan sabar berhenti mempersilahkan penyeberang lewat lebih dulu.
Kondisi aspal yang masih lembab karena diguyur hujan malam harinya, bikin udara Bandung pagi itu semakin sejuk.
Pulangnya saya beli cakwe harga lima ribuan. Rasanya enak, saosnya pas dan bikin saya keinget sampe di Medan. Ini cakwe pertama yang bikin saya ketagihan.
Related Post: Jalan Pagi ke Gedung Sate
Asia Afrika dan Alun-ALun Bandung
Kesempatan lain, saya cari lokasi yang dekat dengan tempat menginap di jalan Asia Afrika. Oiya, satu yang saya tangkap dari pemandangan kota Bandung itu kalau siang terlihat bersih, tapi pagi harinya itu jorok sekali. Sampah berserakan di sepanjang pedestrian. Bahkan itu terjadi di jalan-jalan protokolnya. Sepertinya ulah para pengunjung di malam hari, deh. Padahal saat itu masih masa PPKM, loh. Saya keluar malam mau cari makan aja ngga boleh lewat. Tau deh itu sampah datang darimana. Dan satu lagi, banyak tuna wisma yang tidur di emperan toko. Sebagian besar dari mereka bahkan sudah berusia lanjut. Ya, Allah aku sedih… 🙁
Karena sepanjang jalan ini ngga ada yang boleh jualan makanan, saya hanya lewat sepintas. Alasan utamanya sih karena ngga bawa sepatu olahraga. Berfoto di depan Savoy Homann, salah satu hotel legend di Bandung. Selesai berfoto, kemudian mencoba masuk ke pelataran Mesjid Raya. Eh, udah dibuka, dong. Akhirnya jalan cuma sebentar, lalu banyak duduk di mesjid ini. Cuma belum kesampaian solat disini.
Related Post: View Jembatan Pasupati dari Lantai 5 Hotel California
Braga Bandung
Braga disaat siang, Braga disaat malam sudah saya datangin. Biar lengkap paginya saya jalan kesana. Layaknya tempat terkenal, pagi pun sudah ramai sekali. Satu pemandangan yang tak pernah absen saat kunjungan ke daerah Braga adalah pemotretan untuk OOTD dan Prewed.
Memang sih sepanjang jalan Braga itu setiap sudutnya fotogenik dan instagramable. Palagi kalau selesai diguyur hujan, sisa air di jalan yang tersusun dari batu andesit hitam itu sangat cantik terkena pantulan cahaya lampu di malam hari.
Latar belakang bangunan tua, kafe-kafe berdesain unik, lukisan-lukisan para seniman dan jejeran pohon-pohon berbunga kuning sungguh membentuk pemandangan yang sangat serasi.
Eh, disini ketemu cakwe lagi. Harga 5ribuan juga. Kenapa sih cakwe Bandung itu enak-enak? 😀
Related Post: Sepanjang Braga dan Asia Afrika
Segitu dulu cerita jalan pagi yang bisa dibagi. Semoga bisa mengunjungi kota-kota lainnya untuk pengalaman berbeda.
Jangan lupa untuk tetap olahraga, ya…
Lah ini….Jalan-jalan pagi aja bisa jadi buku😂. Yang ga bikin nahan itu, jalan-jalannya ditutup ama jajan. Keseimbangan alam sudah, buang kalori dan masuk kalori…wkwkwk.🤭
Naah ituuu kan mmg harus seimbang. Sesekali yg masuk lbh banyak drpd yg kluar gpp laa yaa haha
Nah bener…..Dinikmatin selagi bisa. Street food emang suka melemahkan iman.😂😂😂….Ga usah dilawan street food mah….Wkwkwk.
Dari rumah niatnya mau dilawan. sampe TKP trnyta emang tak terlawan wkwk
Salut mbak, konsisten jalan pagi bahkan saat sedang bepergian ke luar kota. Saya kalau keluar kota, pagi bawaaannya mager aja, mumpung nggak ada anak-anak kayak dirumah, jadi menikmati rebahan di kamar hotel hehehe.
Hihi… bapak-bapak satpol PP nya keki tuh, mau ngajak ngobrol tapi di tolak.
Wah bisa ketemu si nyonyasepatu juga pas jalan pagi. Pas pertama lihat foto, belum baca captionnya, kirain emang sodaraan sama mbak Noni dan janjian jalan bareng
Alhamdulillah, mbk. Memang dasarnya suka jalan hihii. Suka aja menelusuri jalanan palagi luar kota dan tempat tempat yang baru. Mkanya aku lebih suka jalan santai…
Iya, kebetulan kak Noni suka ngopi juga jadi ketemu pas slesai jalan..
Keren banget Mbak..dimana saja olahraga tetap dijalani. Jalan pagi memang menyehatkan jiwa raga dan perut pastinya hihihi
Suka sekali dengan postingan ini, jalan paginya keliling Nusantara, asyik sekali.
Dan memang yang enggak lupa ketemu jual sarapan atau jajanan bisa deh beli.
Seger bener kalau pagi memnag ya…masih belum rame orang jadi bisa menikmati suasana
Dan pastinya olahraga paling murah dan simpel mbk, modal goceng udah dapat cakwe yang bikin kenyang loh, hihiii…
Wah jalan-jalan paginya super seru mbak… Lah Aku jadi mupeng juga nih. Start abis lebaran ah ..
Ayo mbk, semangat…. hehee
waah keren nih, cerita jalan pagi dikumpulin jadi seru gnih mba ceritanya. serasa ikut travelling dr usu medan hingga ke jakarta kota tua hingga ke braga bandung, yuk lanjut lagi ceritanya kak 🙂
Iya nih, smoga bisa lanjut luar kota lainnya hehee
keren, jalan paginya bisa jadi tulisan sekeren ini
kok gak kepikiran ya ama saya, padahal saya juga berfoto ria kalo jalan kaki
sayang sekarang berhenti sejak sakit lutut
Yuuk mulaiii dibikin ceritanya juga hehee
Wah sempat ke jalan Thamrin ya, padahal makannya mending di Jalan Sabang kak masih terjangkau. Apalagi kalau malam, banyak yang berjejer… Efek pernah kerja di daerah situ hehe
Makan ke jalan Sabang juga kok tapi malem, mbk…
Lihat pohon trembesi jadi ikutan merasakan segarnya udara, dan gerimis seperti tetesan embun gitu. Jalan pagi asik memang, saya biasa jalan pagi juga dengan anak-anak
Teduh ya…
Emang seru jalan pagi mah. meski memulainya itu beraaat hheehe
seru banget mbak, padaal cuma jalan-jalan aja tapi menariki banget ceritanya
makasi mb Ira..
spontan aja pengen cerita 😀
Area sekitaran kampus memang paling asyik buat jalan pagi. Saya ingat banget dulu abis lulus dan diterima kerja di Jakarta, saya tetap tinggal di Darmagam, Bogor, sekitaran kampus IPB. Hahaha. Soalnya kampusnya hijau, hiburan gratis yang bisa ditempuh hanya dengan jalan kaki dari kostan.
Tenang ya mbk, buat tinggal sehari-hari juga nyaman