jalan dan wisata

Angkringan Gareng Petruk

Kota Jogja dengan segenap karyanya yang mampu menghipnotis siapapun termasuk saya. Mulai dari kentalnya budaya, suasana kota yang arif, keramahan warga, romantisme serta keragaman kulinernya. Sepertinya akan ada 8 dari 10 pengunjung yang mengatakan akan rindu kembali mengunjungi Jogja. Apalagi jika sempat meninggalkan sebentuk kenangan manis, hmmm…

Bicara soal kuliner, tak lengkap rasanya ke Jogja bila tak merasakan Gudeg dan Angkringan. Kali ini saya mau cerita soal angkringan dulu ya. Walaupun ini pengalaman pertama saya “nangkring”, tapi setidaknya saya membenarkan perkataan orang-orang lah untuk menyempurnakan agenda kunjungan ke Jogja ya kudu nangkring dulu.

Salah satu angkringan yang kami kunjungi adalah yang letaknya seputaran Tugu Jogja karena sebelum makan kami ingin berfoto-foto dulu di Tugu, tetep :D. Selesai berfoto-foto, menuju angkringannya kami sempet nyasar-nyasar dulu, seputeran keliling Jogja kok ga nemu-nemu. Akhirnya harus mengeluarkan jurus jitu Dora, google map, si peta mengarahkan kami balik lagi ke Tugu dan baru menyadari ternyata lokasi angkringan cuma sesebrangan dari Tugu. Paling sekitar 200an meter doang, Hahaha, maklum dalam kondisi sudah lafar mampu mengurangi konsentrasi.

Sebelah Selatan Tugu, bernama jalan Mangkubumi. Akan ada beberapa angkringan berderet, seinget saya di depan ruko perkantoran Harian Kedaulatan Rakyat. Dan kami melihat salah satu gerobak angkring yang rada heboh dan ramai. Heboh dari segi nama maupun tampilan gerobak dan para perkerjanya.Diberi nama Angkringan Gareng Petruk. Setelah memarkirkan kendaraan, kalau ngga salah kami sempet antri deh karena lesehannya yang penuh. Makanya saya sempet fotoin gerobak angkringannya, beserta menu makanannya. Yang membuat angkringan ini lebih menarik dari tetangganya adalah warna yang ditampilkan paling mencolok. Para pekerja dengan atribut tradisional pakaian khas Jawa berwarna merah cerah dilengkapi belangkon, senada dengan warna terpal alas duduk pelanggannya yang juga berwarna merah menyala juga gerobak mereka lebih mirip penjual es dawet. Tak berlama-lama kami segera memilih menu. Cukup membuat saya bingung selain lapar perut juga lapar mata. Nasi kucingnya saja ada berbagai macam rasa. orek-orek tempe, orek-orek teri, telur dsb. Sementara menu lauknya pun tak kalah beragam. Aneka sate, gorengan, juga aneka telur. sementara saya memilih menu dengan nasi orek tempe, dua tusuk sate ayam, dua tusuk sate kerang, bakwan udang dan kesukaan saya 2 buah ceker dan minuman air mineral. Kalau untuk orang Medan, segitu sih sudah cukup tapi dengan catatan nambah sebanyak 2 kali, atau 2 jam mendatang perut sudah lapar kembali hahaha. Setelah membayar kami segera mencari lapak. Untung saja masih ada sedikit tempat kosong dan segera kami isi.

Tak salah memang kenapa banyak orang-orang selalu menyempatkan mencicipi sensasi makan di angkringan. Semua kalangan berbaur menyatu dalam suasana yang berbeda. Mulai dari anak muda (seperti kami :D), orang tua, pasangan, keluarga, sekelompok muda mudi dengan berbagai pembahasan tentunya. Coba, kalau di Medan saya tak akan jumpai warung jenis ini. Walaupun duduk setikar, kadang pakai terpal, pinggir jalan, di trotoar, tak ada meja dan empel-empelan pula. Tapi hal itu lah yang bikin angkringan ini diserbu. Yang saya rasakan mungkin cara penghidangan serta sensasi kebingunan memilih menu yang serba imut-imut itu :D, juga suasana berbaurnya. Jadi jangan ngbrolin sesuatu yang rahasia ya diangkringan karena dijamin akan terdengar oleh tetangga. Bukan disengaja nguping tapi melihat kondisi duduk yang mirip pengajian ya mau ga mau memang segala obrolan akan terdengar. Mau bisik-bisik lebih ga mungkin lagi akan menghabiskan tenaga saja.

Soal harga cukup bisa dibilang murah untuk makanan yang bisa dipilih beragam menu untuk dinikmati sekali makan. Ya bisa jadi mahal juga kalau lapar mata semua diicip. Mengenai harga sih relatif lah ya, tergantung dari dalam, dalam dompet maksudnya.

Menyemarakkan suasana akan ada berbagai jenis pengamen jalanan yang akan mencoba menghibur. Mulai dari sekelompok pengamen dengan berbagai jenis alat musik dan lagu serta suara yang memang merdu, ada juga pengamen ala kadarnya yang bawa gitar doang nyanyi sekarepe dewe. Lalu yang paling dinanti adalah pengamen berwajah terlalu cantik dengan make up tebal bibir merah merona dan dada membusung menantang membuat bergidik, siapa lagi kalau bukan waria, hahaha.

Begitulah pengalaman pertama dan sensasi yang saya rasakan ketika menikmati makan malam diangkringan. Setiap orang pastinya akan punya kesan sendiri bagaimana menikmati suasana makan malam diangkringan. Tanpa terasa waktu berputar semakin larut, kami segera beranjak. Selain harus beristirahat mengumpulkan tenaga untuk petualangan esok hari, disamping itu ada seorang pengunjung yang sudah pasang pacak kaki menandakan tempat kami akan segera mereka gantikan. Hahaha.. begitulaah untuk menikmati sensasi angkringan pun harus mengantri

oya tips dari saya, sebelum nangkring bagi sebagian yang tak suka dengan asap rokok, disini kita harus tahan emosi, tahan nafas dan tahan banting yaa. Maklum dari berbagai kalangan berbaur termasuklah perokok berat. Jadi, kalau memang sangat ingin nangkring, bawalah masker atau sapu tangan atau apalah yang bisa menutup hidung kalian. Kalau mau makan ya terpaksa jalur buka tutup, hahaha ngerepotin yaa. Kemudian berhubung di angkringan tersebut tidak disediakan kobokan, jadi disarankan bawa tisu. Sebaiknya tisu basah. ada sih disediakan sendok, tapi masa iya makan ceker pake sendok? :D. Atau pesan air mineral deh khusus untuk cuci tangan juga boleh..

Teman-teman sensasi apa nih yg dirasain ketika makan di angkringan?

4 tanggapan untuk “Angkringan Gareng Petruk

Tinggalkan Balasan