Hari II
Manusia hanya bisa berencana, namun Allah jua yang menentukan. Setidaknya ini pas sekali dengan perjalanan kami di hari kedua. Mungkin sekitar beberapa menit lagi sampai di kawasan pegunungan Kaliurang, tiba-tiba hujan deras mengguyur. Sampai banjir-banjir. Ntah kenapa nyali kami semua menciut tak berani melanjutkan perjalanan. Kami berhenti di sebuah warung sampai hujan sedikit mereda. Setelah berunding kami memutuskan untuk urung berkunjung ke Kaliurang. Yah, alasan takut longsor lah, atau banjir atau udara dingin mengingat Kaliurang adalah kawasan pegunungan. Tak apalah mengikuti kata hati selama berada dikota orang. Akhirnya kami putar balik menuju Candi Borobudur. Kawasan berikutnya.
Teman saya yang bertugas sebagai supir sangat pintar sekali membaca peta atau menganalisa jalan-jalan pintas. Hanya bermodalkan penunjuk jalan dan bermain logika saja kira-kira kalau lewat sini berarti tembusnya ke sini dan sebagainya. Eh beneran nyampe ga pake lama. Beneran cocok jadi supir 😀
Memasuki kawasan magelang sudah masuk pukul dua siang. Lagi-lagi hujan turun. Kamipun singgah di sebuah pondokan di tengah-tengah sawah untuk makan siang dan menumpang solat sambil menunggu hujan reda. Cukup lama juga turun hujan. Tapi tak apa karena pemandangan sekeliling tak kalah indah. Saya juga suka sama sawah-sawah.
Ngomong-ngomong, restoran ini nyaman banget untuk istirahat. Selain tempatnya berada di tengah sawah. Eh ga di tengah juga ding ya, di pinggir jalan, namun di sisi kiri, kanan dan belakang terhampar persawahan. Nah, untuk menikmati masakan ikan, pengunjung bisa dengan bebas memilih ikan yang akan dia makan. Karena kolam nya ada disekitar pondokan-pondokan. Mereka membudidayakan berbagai macam ikan langsung di sekitaran restoran. Sudah disediakan jaringnya, jadi tinggal tangkap sendiri. Seru kan ya? Jadi sambil nunggu-nunggu hujan reda bisa sambil memandangan persawahan bisa juga sambil lihat-lihat dan kasi makan para ikan di kolam.
Pukul tiga kami melanjutkan perjalanan menuju Borobudur. Tak sampai satu jam, kami pun tiba. Beruntung juga mengunjungi Borobudur disore hari, selain matahari tidak menyengat sudah pasti udara juga lebih sejuk dan ga terlalu ramai pengunjung. Dipungut biaya 30ribu per orang. Berbeda dengan wisatawan mancanegara. Hanya saja memasuki kawasan candi, kita harus “trekking” dulu nih kayaknya lebih dari 100 meter deh, belum apa-apa udah pegel. Kebetulan pas kita lagi kesana memang lagi banyak renovasi disana-sini. Sampai di candi pengunjungnya tinggal dikit. kami pun berkeliling dan berfoto. Sudah banyak perubahan semenjak bertahun-tahun yang lalu saya kesini. Niatnya mau nostalgia berfotoan di tanah lapang sebelah utara candi seperti bertahun lalu, eh udah ga ada lagi.
Dulu masih ada mitos kalau berhasil menggapai / memegang jari salah satu patung yang ada dalam stupa, maka segala doa bisa terkabul. Waktu itu saya sempet cobain, tp kali ini berminat juga ngga. Sudah insyaf, hahaha. Lebih tertarik berfotoan dan memandang alam nan indah. Apalagi ada penampakan pegunungan yang hijau, tak lelah mata memandang. Setelah puas (lebih tepatnya setelah capek) kami memutuskan pulang. Udah jam lima juga sih, dan semua pedagang juga udah menutup lapaknya. Suasana sudah mulai gelap dan kembali hujan rintik-rintik.
Tak banyak cerita dihari ke dua ini, karena perjalanan banyak yang tertunda karena hujan..
tips berkunjung ke Borobudur:
1. Sore hari waktu yang tepat untuk mengunjungi Borobudur. Selain matahari sudah meluncur, juga tidak terlalu ramai. Bebas berfoto kaan 😀
2. Pakai sepatu / sandal yang nyaman
3. Bawa payung kecil
4. Bawa minuman
5. Kamera full batre
6. Kalau bawa balita, jgn lupa juga kereta dorongnya
3 tanggapan untuk “Kaliurang tinggal Khayalan, Borobudur tetap Terkenang ”