Keys to The Heart, Mengandung Bawang Sekilo
Keys to The Heart salah satu film Korea yang ringan dan cocok ditonton kalo lagi mau nonton tapi sambil santai. Emang deh drama Korea itu selalu jadi referensi, ya. Kemaren berturut-turut nonton film korea dan sok-sokan pilih cerita yang sedih. Ujung-ujungnya sepanjang nonton ingusan karena nahan air mata. Saya sih gitu, kalo ngga ketiduran ya nangis, gitu-gitu aja terus kalo nonton, haha
Mau Tahu Apa yang bikin drama korea itu semenarik itu? Dari jalan cerita yang selalu aja unik out of the box, aktingnya totalitas semua, outfit keren-keren juga visualnya selalu aja memanjakan mata. Emang Korea still the best, lah. Ngga bosenin.
Salah satu film yang bikin mata saya bengkak pas bagun tidur karena kebanyakan nangis adalah Keys To The Heart. Film bertema keluarga emang selalunya bikin haru.
Keys To The Heart
Tahun : 2018
Aktor : Lee Byung-hun, Park Jeong-min, Han Ji-min, Youn Yuh-Jun, Kim Sung-ryung, dkk
Sutradara : Chong Seong -Hyeon
Bahasa : Korea
Durasi : 120 Menit
Rating IMDb : 7,5/ 10
Sinopsis Film Keys To The Heart
Lee Byung-hun berperan sebagai (Jo-Ha), seorang petinju putus asa karena karirnya redup akhirnya kembali ke rumah ibunya Youn Yuh-Jun (In-Sook) yang sudah sempat lama terpisah. Tak disangka, di rumah itu Ibunya ternyata tinggal bersama adik tirinya si Park Jeong-min (Jin-Tae), seorang pianis dengan sindrom savant.
Saking lamanya Jo-Ha meninggalkan rumah, dia sampe ngga tau kalo dia ternyata punya adik. Sudahlah lagi putus asa, Jo-Ha makin stress saat tau adiknya punya kekurangan. Karena ngga punya siapa-siapa dan ngga punya apa-apa lagi, Jo-Ha mau ngga mau harus menyesuaikan diri dengan keluarganya ini.
Petinju Jo-ha kembali ke ibunya dan Jin-tae, saudara laki-lakinya yang berbakat main piano dan game tetapi autis, setelah kariernya menurun. Kakak beradik ini berusaha untuk terhubung dengan melakukan banyak bonding untuk menjadi satu keluarga lagi.
Jin-Tae dengan kekurangannya itu jadi bertingkah seperti anak-anak dengan rasa percaya diri yang tinggi, membuat abangnya semakin sebal.
Salah satu yang dengan tulus memaklumi Jin-Tae dan membesarkan hati Jo-Ha adalah ibunya In-Sook. Sabar menghadapi karakter yang berbeda dari dua anak lajangnya ini padahal dia sendiri diam-diam mengalami sakit parah.
Cita-cita In-Sook adalah membuat keinginan Jin-Tae untuk manggung dalam kompetisi bermain piano di sebuah pentas besar terkabul. Ya, Jin-Tae punya bakat yang luar biasa dalam bermain piano dan satu-satunya orang yang mempercayai itu hanyalah ibunya.
Bahkan ketika ibunya meminta tolong Jo-Ha untuk membantu, Ia bahkan sempat sinis, sampe akhirnya bersedia karena iming-iming kebagian rejeki kalau adiknya berhasil menang. Dasar kamu, Jo, Tujuan Keuangan, mulu.
Lalu apakah Jin-Tae berhasil menang? Dan bagaimana dengan penyakit ibunya yang semakin parah?
Spoiler ngga, ya… hehe
Related Post: How To Make Millions Before Grandma Dies
Review Film Keys To The Heart
Film ini punya kisah yang sederhana tapiii yang bikin istimewa adalah aktingnya juara. Kemistrinya dapet semua. Penggemar drama korea pasti tau Lee Byung-hun, pemeran dalam banyak drama, diantaranya yang ngetop itu G.I. Joe, Mr Sunshine, I Saw the Devil, A Bittersweet Life, The Man Standing Next, dll. Aktingnya mana diragukan lagi, kan?
Begitu juga dengan Park Jeong-min sangat cocok memerankan Jin-tae yang autis. Selain karena aktingnya yang top, secara fisik ya cocok aja karena wajahnya se baby face itu meski umur aslinya udah 30an.
Awalnya kesal sekali dengan sikap Jo-Ha yang kasar sama adik dan cuek sama ibunya. Udahlah dikasi tempat tinggal dan makan gratis malah seenak hati. Tapi seiring berjalannya waktu, sikapnya yang apatis itu justru mulai meleleh, bahkan terhadap Jin-Tae.
Tak hanya bikin nangis, tapi film ini bikin gelak tawa. Banyak adegan lucu antara Jo-Ha dan Jin-Tae saat mereka ngobrol, becanda dan main games. Terlebih saat mereka melewatkan hari-hari hanya berdua saja di rumah ketika ibunya pamit selama sebulan dengan alasan untuk bekerja.
Banyak adegan haru yang bahkan ketika nonton, saya ulang berkali-kali. Yang paling mengsedih ketika Jo-Ha kehilangan Jin-Tae, dicari-cari ternyata adiknya itu sedang asyik bermain piano di sudut taman. Permainan pianonya yang apik itu bahkan bikin orang-orang berhenti dan jadi tontonan. Momen inilah yang membuka mata Jo-Ha akan potensi yang dimiliki Jin-Tae.
Pesan yang Bisa Diambil
Meski telat nontonnya karena film ini udah enam tahun lalu, tapi karena temanya keluarga jadi mau nonton 30 tahun lagi juga kayanya juga masih related, ya.
Pesan yang tersirat dalam drama genre keluarga itu selalu aja ada yang bisa dipetik. Banyak malah. Baik itu untuk anak dan juga orang tua.
Bagaimana kita seharusnya bersikap pada orang tua, terutama agar tidak ada penyesalan di kemudian hari, ataupun bagaimana kita memperlakukan saudara agar selalu hidup akur sampai tua.
Kurang lebih sama seperti film-film yang pernah saya review (karena saya pecinta drama keluarga) bahwa peran ibu itu di atas segala-galanya. Baik doanya, dukungannya dan pengorbanannya.
Relatad Post: 7 Rekomendasi Film di Netflix Tentang Perjuangan Berdasarkan Kisah Nyata
Cuma ibu yang memahami kurang dan lebih dari anaknya. Ketika semua isi dunia memandang rendah dan sinis, cuma ibu yang percaya sepenuhnya kemampuan anaknya, dan cuma ibu yang mau menerima anaknya kembali apapun kondisinya tanpa mengingat sakitnya masa lalu. Pada intinya, keluargalah tempat untuk kembali.
Dari film ini kita bisa belajar ketika seseorang sepenuhnya percaya pada kemampuan kita, maka kita dapat mencapai potensi tertinggi kita. Begitulah yang dialami Jo-Ha dan Jin-Tae. Ketika In-Sook dengan kesabaran hati meluluhkan kerasnya Jo-Ha sehingga akhirnya Ia mampu berdamai dengan masa lalu dan menjalani perannya sebagai seorang anak dan kakak yang baik. Begitu juga dengan Jin-Tae, saat Ia mendapatkan dukungan dari kedua orang terdekatnya, maka keberhasilan yang Ia raih.
Kerasnya hati bisa luluh dengan kesabaran. Saat Jo-Ha marah, ibunya cosplay jadi air. Dengan sabarnya menenangkan, meyakinkan, menyiram dan mendinginkan hati Jo-Ha sampai benar-benar adem. Meski Ibunya sendiri harus bertahan dari rasa sakitnya sendiri.
Oiya yang terpenting dan menjadi masalah umum dalam masyarakat adalah kebiasaan memandang rendah para penyandang disabilitas. Diskriminasi masih banyak terjadi. Bahkan kita sendiri mungkin tanpa sadar melakukannya sehingga mereka merasa tidak diperlakukan secara adil.
Kebanyakan menjadi rendah diri, minder dan kurang percaya diri untuk menunjukkan kemampuannya. Padahal bisa jadi mereka jauh punya potensi terpendam yang bisa meledak kalau mendapat dukungan dari seluruh masyarakat.
Contohnya Putri Ariani yang menjadi pemenang dalam kompetisi Indonesia’s Got Talent dan menjadi peserta di ajang Amrica’s Got Talent. Sampai saat ini Ia sudah sering berkolaborasi dengan musisi internasional. Selain menjadi kebanggaan keluarga, juga kebanggaan seluruh bangsa. Hal ini juga dilakukan oleh para atlit paralympic dan para panyandang disabilitas lain dengan segudang prestasinya.
Terkadang yang patut dikasihani bukanlah mereka yang mengidap disabilitas, melainkan orang-orang normal yang tidak tahu bagaimana berperilaku normal.