Eloknya Desa Binangara di Ujung Silalahi – Meski masih merasa betah, kami terpaksa harus mengakhiri kunjungan di Paepera lakeside setelah kompak merasakan perut lapar. Sudah masuk tengah hari, kami sama sekali ngga kepikiran beli makanan di sepanjang jalan tadi. Alhasil, berkendara pelan demi mendapatkan rumah makan muslim yang dirasa layak.
Related Post: Paepira Lakeside, Banda Neira Versi Sumatera Utara
Perjalanan menuju bumi perkemahan Paropo memang didominasi oleh Suku Batak beragama Kristen. Wajar saja kalau rumah makan atau restoran muslim sangat langka ditemukan disini.
Selang 30 menit perjalanan, ketemu sama rumah makan sederhana yang tahun lalu sempat kami singgahi untuk beli nasi. Alhamdullah, bisa makan siang sambil ngecas hp, meski ngaga lama colokannya dicabut sama yang punya, wkwkwk. Pelit amat!
Gara-gara itu, yang tadinya berencana mau bungkus nasinya untuk makan malam di tenda, jadi urung. Perkara makan malam dipikirkan nanti, pokoknya segera cabut sebelum emosi pada naik, haha.
Rencananya, esok pagi kami akan mendatangi Desa Ujung Silalahi. Menurut kerabat yang sudah pernah kesana, di wilayah itu ngga ada penginapan. Itu sebabnya kami memutuskan untuk camping di Paropo yang berjarak 1 jam dari Silalahi.
Kepergian kami dari rumah makan itu dilepas oleh gerimis-gerimis kecil. Padahal waktu sedang makan, cuaca masih cerah. Tiba di Paropo dibikin pangling sama area camping yang setengahnya sudah terendam air pasang. Setahun berlalu ternyata sudah banyak berubah.
Tenda sudah berdiri, kami solat zuhur secara bergantian, kemudian istirahat sambil menunggu waktu ashar lalu lanjut menuju bukit untuk menyaksikan sunset.
Related Post: Berkemah di Paropo, Tepian Danau Toba
Di atas bukit, awan di kejauhan sudah terlihat gelap. Di sisi lain, sudah tampak hujan yang turun dengan derasnya. Kami masih santai berharap hujan ngga menghampiri. Sayang, baru ngemil sebentar, hujan pun mendekat. Berdua cicing tunggang langgang menuju tenda.
Andai jadi ke Wisata Indah Sipan, dipastikan kami kehujanan di perjalanan. Semua emang selalu ada hikmahnya. Kami istirahat di tenda sampai isya, dan mencoba tidur di tengah suara dangdutan dari 3 speaker berbeda lagu dan suaranya. Sungguh menyiksa!
Sebagai Penulis Lepas, saya mencoba membuang waktu dengan menyimpan memori ke dalam diari kecil yang tak lupa selalu dibawa. Hujan pun turun sampai subuh
Perjalanan ke Silalahi
Kami kompak terbangun lalu bergantian untuk mandi dan solat subuh. Meski hujan sudah reda, tapi awan mendung masih menyelimuti perbukitan. Mau ke bukit mengejar sunrise, tapi orang-orang malah pada turun, sebab sang surya masih enggan menyapa.
Menunggu sarapan selesai dimasak, kami mengisi amunisi hp yang memang sudah lemah sedari malam.
Hampir pukul delapan, langit tampak mulai terang. Kami berkemas untuk segera memulai perjalanan menuju Ujung Silalahi, perbatasan Kabupaten Samosir dan Dairi.
Siapa sangka, masuk Desa Silalahi, ternyata banyak penginapan berjejer cantik. Kenapa informasi ini bisa kelewat? Coba nginep disini, kan, ngga keganggu sama suara sumbang ngga punya hati yang tega teriak-teriak sampe dini hari :(.
Berjalan santai sambil menikmati kembali indahnya panorama sepanjang jalan. Kontur jalanan dengan keloknya yang tajam, tanjakan dan turunan yang curam, namun dengan bantuan aspal mulus, bikin perjalanan jadi lancar jaya.
Kembali mendapatkan hikmah dari molornya perjalanan pagi ini. Niatnya kan berangkat lepas subuh, ternyata harus mundur 2 jam setelahnya. Akibat hujan semalaman, sebatang pohon pinus tumbang dan jatuh melintang di tengah jalan.
Hanya ada satu orang warga disana. Menyusul kemudian satu mobil mendekat yang kebetulan penumpangnya laki-laki semua. Mereka mencoba menggeserkan batang pohon, alih-alih terangkat, bergerak pun tidak, haha.
Terpaksa menunggu bala bantuan warga yang membawa gergaji kayu. Hampir satu jam juga untuk urusan membereskan pohon tumbang. Berkat kerjasama warga dan pengunjung, jalanan bisa kembali dilewati.
Coba berangkat subuh, apa ngga putar balik???
Kami melanjutkan perjalanan dengan tak henti berdecak kagum. Pemandangan semakin ke ujung semakin menakjubkan. Kita berkendara seolah mendekati bukit rasksasa yang tiada tepinya. Sepertinya kamilah pengunjung pertama pagi itu.
Sayang, longsoran kecil kembali menghambat jalanan sehingga hanya bisa dilewati motor. Mobil di belakang kami terpaksa putar balik. Yaaaah, See You…
Desa Sitio-tio sudah tampak di depan mata. Oleh warga kami diingatkan kalau sungai kecil sebagai titik awal memasuki desa, sedang tidak bisa dilewati motor karena banjir akibat hujan semalaman.
“Kalau berjalan kaki, kira-kira setengah jam saja”. Kata mereka.
Ah, setengah jam sih sebentar. Kami putuskan menitipkan motor dan barang kemudian memulai treking. We love it…
Menuju Desa Binangara Ujung Silalahi
Akses satu-satunya benar-benar hanya berupa jalan setapak yang cuma bisa dilewati sepeda motor. Kami sih magernya kalau disuruh nyari gunting kuku. Tapi kalau disuruh treking dengan view indah begini, mana ada magernya. Malah semangat 🙂
Jalanan yang kalau musim kemarau itu kering dan berdebu, kali ini dialiri air. Sebagian ada genangan air dan lumpur. Kalau disuruh milih, ternyata suasananya lebih enak saat setelah hujan daripada saat kering.
Dua puluh menit berkutat dengan jalanan setapak, akhirnya Desa Binangara di Ujung Silalahi dengan ikon jembatan itu sudah tampak di depan mata. Ini sih luar biasa viewnya. Hidup lagi capek-capeknya malah disuguhi lukisan alam. Ya danau, bukit dengan air terjun di sela-selanya, sawah, kebun, dan hijaunya itu semua dapat.
Air sungai yang mengalir di bawah jembatan itu adalah aliran dari air terjun sitio-tio yang ada di sela-sela perbukitan. Airnya langsung bermuara ke Danau Toba. Selesai diterpa hujan, debitnya deras sekali.
Perbukitan hijau masih dikepung kabut bikin syahdunya semakin menjadi-jadi. Ngga bisa berkata-kata untuk ungkapkan betapa indahnya pemandangan sebuah desa dengan alam yang masih terjaga.
Jembatan Ikonik di Ujung Silalahi
Orang-orang menyebutnya Desa Ujung Silalahi, dengan ikon jembatan beton. Kalau sudah nampak jembatan, berarti ngga nyasar. Konon begitu saja patokannya
Desa itu bernama Binangara, berada di Kecamatan Silahsabungan dan sudah masuk Kabupaten Samosir. Kenapa dibilang ujung Silalahi, ya karena desa ini memang berada di paling ujung perbatasan antara Kabupaten Samosir dan Dairi. Pokoknya mentok, dah.
Jembatan Binangara, hanyalah jembatan biasa pada umumya. Ngga ada yang istimewa. Ngga ada warna khusus, bahkan catnya sudah banyak yang luntur. Entah bagaimana awalnya desa ini menjadi viral. Darimana orang-orang tau ada sebuah desa tersembunyi yang punya pemandangan luar biasa indahnya.
Sepenglihatan saya, hanya ada dua atau tiga rumah di sini. Bangunan lain adalah kuburan Batak dengan ciri khasnya yang dibuat megah. Selebihnya adalah sawah, ladang, kebun yang diapit oleh perbukitan dan perairan Danau Toba.
Ngga banyak yang bisa dilakukan selain berfoto, foto dan foto. Selebihnya, duduk santai pada bebatuan, membaca buku tentang perempuan, menulis, ngemil, ngobrol sambil menikmati eloknya bentang alam yang tak ternilai harganya.
Bisakah kalian bayangkan, berada di suatu tempat tanpa gangguan suara mesin kendaraan, klakson, hiruk pikuk dan teriakan orang-orang?
Di sini, hanya ada kicau burung bersahutan, riak sungai, irama air terjun kecil di antara pematang sawah, dan suara air danau yang tersapu angin menjadi deburan ombak-ombak. Semuanya adalah lantunan alam yang paling merdu terdengar.
Binangara Ujung Silalahi, laksana rumah yang tenang untuk pulang.
Aku kira Silalahi hanya dipake sebagai nama belakang orang, eh tahunya ada desanya. Yang cakep banget pula walaupun untuk menuju ke sana lumayan ya, butuh kesabaran dan baterai yang penuh (biar gak harus numpang ngecas di warung hahaha, asli pelit bener. Aku ngebayangin adegan aslinya ini pasti awkward whwhw)
Sekilas pemandangan desa ini kayak bukit apaaa gitu di Lombok yang pernah aku datangi. Cakep banget! tapi favku tetap area sungai dan jembatannya, sebab foto di sana bisa dapet beberapa pemandangan sekaligus.
Iya, Silalahi selain marga juga ada nama Desa.
Sumaterra Utara ini emang unik, baik penamaan, pengucapan juga tingkah laku. Termasuk pelitnya ngecas hp,hahaa. Tapi itu hanya sebagian kecil, selebihnya ramah tamah dan ngga pelit, kok
perjalanan panjang dan berliku yang sangat worth it untuk dilalui ya karena view di akhir destinasinya tuh bagus banget, plus jadi pengalaman tersendiri juga sih momennya
Bener mbak, auto hilang dah tuh lelahnya. Berganti jadi segarr
Duh… asyik banget ya destinasi wisatanya… Vibe serba hijaunya sangat menyejukkan mata, ditambah aroma natural di sepanjang perjalanan. JAdi pingin berwisata ke Desa Binangara nih… TApi kok ya jauh banget….
Ngga jauh Dok, ke Medan cuma 3 jam aja hehee
Cantik banget mbak pemandangannya! Seru juga tuh bisa trekking melewati sungai, udahlah udaranya bersih dan sejuk. Kebetulan aku belum pernah ke medan, jadi asing dengan nama tempat kayak Ujung Silalahi. Unik-unik yah!
Sumatera Utara emang unik-unik, mbak. Ayoo agendain ke Medan 🙂
Ternyata Silalahi juga ada di nama desa ya kak.
View hamparan hijau daerah perbukitannya saat melihat foto dan membaca tulisannya terasa nenangin banget. Semoga keindahan alam itu tetap terjaga.
Sayang banget sikap yg punya rumah makan yg mencabut colokan hp ya. Di daerah asalku, penduduknya jg masih butuh edukasi sangat banyak dalam memperlakukan mereka yg singgah. padahal desa punya potensi wisata.
Bener mbak, padahal berapa sih arus kepake buat ngecas hp, ya. Dbanding belanja makan yang lumayan itu….
Walaupun rintangan yang harus dihadapi tidak mudah seperti pohon tumbang, longsor kecil tapi begitu lihat pemandangan alam Silalahi semuanya buyar rasa capek apalagi kesel.
Betul, mbak…. bener2 hilang semua lelah. Seger bangett
Keren banget asli pemandangannya bikin mata auto seger meski cuma lewat foto bisa ngerasain vibes sejuk, tenang dan damainya bselama berada disana. Silalahi, engkau laksana bentangan warna yang memanjakan mata
Wah bener bangeet, mata auto seger, jernih dan jiwa berasa damai. Terkesan lebai tapi itu beneran
Masih sangat asri dan sejuk. Sangat cocok untuk tempat healing dan menghilangkan penat setelah berjuang di kerjaan. Thanks sudah berbagi tempat yang indah ini ya, mbak Tri Suci.
Rekomendasi untuk tempat menenangkan diri sih ini…
MashaAllah indahnya. Meski saya bukan penggemar pegunungan, tapi lihat Desa Binangara ini hati langsung terpikat. Semesta sepertinya merawat semua keindahan yang ada di desa ini. Seandainya ada gazebo di salah satu kaki bukit itu, saya pasti betah berlama-lama duduk sembari menulis, ngopi, dan makan nasi dengan ikan bakar dan sambal pete. Nikmat dunia yang tak terlukiskan nyamannya. Semua tantangan sepanjang perjalanan jadi terbayarkan lunas ya Ci.
Seneng deh baca kisah perjalanan Suci ke tempat-tempat yang alami seperti ini. Jadi inget masa muda saat harus dinas kemana-mana dengan tenaga yang masih full engine. Jalan kaki sejauh apapun rasanya kuat dan asik aja.
BTW Ci, itu huruf kicil-kicil kali kau buat hahahaha. Mata tua saya sampai harus krejap-krejap dan jadi lama bacanya. Kau besarkanlah.
Bentar lagi paling ada pondokan, ada penjual es kelapa muda, bakso bakar dll, Bu…
pantang liat keramaian
Smoga ngga sampe merusak alam deh
Kirain Silalahi nama marga, ternyata nama daerah juga
dan masyaallah cantik bangetttt
Kelebihan destinasi wisata di luar pulau Jawa emang orisinal dan lebih asri ya?
Bikin betah dan gak pengen pulang 😀
Iyaa, Silalahi ada marga ada juga nama desa…
Sumatera Utara memang unik ya, Ambu…
Kebayang sih betapa gregetnya udah terpaksa menginap di tenda dan memaksa gendang telinga mendengar suara musik yang nggak disuka. Eh kok ada penginapan di tempat yang dituju. Hehehee
Kebayang aja itu gregetnya. Tidur di tendanya sih mungkin tetap menyenangkan ya. Musik yang menyapa telinga itu yang agak bikin kurang nyaman.
Eh la kok nemu penginapan di lokasi tujuan. Hehehe
Iyaa, kayak kena zonk aja gitu udah ga bisa tidur eh nemu penginapan
Ya ampun, cantik sekali perbukitannya kak, nggak kalah dengan Nusa Tenggara Timur! Karena saya juga Kristen, saya akan senang sekali di sana hahaha, kulineran babi panggang.
Yang membuat lapar itu karena kita dalam kondisi diam atau standby, coba kalau jalan kaki keliling Seoul misalnya, lapar saya nggak akan kerasa hehe.
Betul juga, makin bergerak makin lupa sama lapernya…
Jadi kalau laper gda makanan, mending banyakin gerak ya, mas…
Waah surganya babi panggang nih disini, bururaan main kesini hehe
Tampaknya memang setelah hujan cenderung lebih adem dan gak berdebu ya kak ketimbang pas keadaan kering.
Yang penting mah Alhamdulillah sehat² dan selamat sampai tujuan, terus mau caleg di mana nih kak Suci? Soale foto Perjalanan menuju Silalahi, udah kek caleg dah tuh hihi
Hahaa, blusukuan malah image nya jadi jelek ya, mbak
Bener bener elok. Pemandangan dan lokasinya beneran di ujung pula. Hehe … Kaya ke kampung saya lho, masih jalan setapak, suka ada pohon tumbang atau tanah longsor kalau hujan datang.
Tapi yang bikin betah ya suasana pedesaan sama kekeluargaan yang masih kental itu ya. Jauh beda pokoknya suasananya dengan kondisi di perkotaan
Betul, teh. Kami aja milih jalan kaki ketimbang motoran. Lebih nyatu dengan alam lebih seru…
Seperti judulnya, lokasinya memang elok. Perjalanan panjang terbayarkan dengan keindahan dan kesegaran pemandangan hijau yang menghampar luas sejauh mata memandang.
Berkunjung ke desa di ujung silalahi ini pastinya akan memberikan pengalaman yang sangat mengesankan dan tidak akan terlupakan
Lega bangeet nyampe disini setelah perjalanan panjang….
Ikut gemeees sama pemilik warung! Hehehe… padahal mah (menurutku) kalo gak mau rugi, mendingan pasang tarif aja kalo ada yang mau ngecas hape.
Btw, pas kata “cicing” aku jadi ketawa. Duluuu, ketika tinggal di Medan terbiasa dengan kata cicing untuk “berlari”. Setelah sekian tahun tinggal di Bandung, rasanya lucu membaca “cicing tunggang langgang”. Soalnya dalam bahasa Sunda, cicing berarti diam :))
Waaah beda jauh makna cicing Medan dengan versi Bandung ya mbak. Kan kalo ngga gini ngga tau…
Selain hatur nuhun, jadi nambah lagi kosakata
Jadi ngebayangin juga gimana suasannya karena gak ada suara bisingnya kendaraan dan yang ada hanya suara kicauan burung pasti tenang banget ya mba. Aku belum pernah ke Medan nih dan baru tau ada desa namanya Silalahi menarik banget, cantik juga pemandangannya.
Ayooo main ke Medan, mbak….
Bagus bangeeet pemandangan di desa Binangara ini, kalau di sini nggak bakal dengar jedar jeder dangdutan dari speaker ya mbak, yang ada suara alam semua.
Pilih cari gunting kuku atau treking? kalau aku pilih treking cari pemandangan bagus gini buat foto, foto, dan foto
Ngga ada speaker mbak. Yang ada suara burung, air mengalir angin… duh damainya
Berarti kontras banget ya mba, yang tadinya bising, langsung sunyi sepi hanya terdengar suara burung, mungkin ini yang bikin viral karena gimana pun penonton udah butuh hiburan alam pemandangan seperti di kaki bukit ini. Aku pun langsung terpesona, apalagi ada sungai jernih bisa buat mencuci, ihh adem rasanya
Hahaa, ibu2 kampung banget itu nyuci di sungai. Malah cpt bersih mbak bilas di air mengalir
Masha Allah , perjalanan panjang dan lelah pun terbayarkan dengan view yang indah banget yah. Pemandangan hijau yang mahal banget ini.
saya kira di Swiss ternyata ada di desa binangara silalahi. Ternyata masih banyak sudut Indonesia yang belum terulik sempurna. Semoga tetap terjaga keasriannya setelah dapat info publik seperti ini. Kangen dengan jernihnya sungai Masya Allaah
Swiss rasa Danau Toba ini sih hehe
Tempatnya cakep, seneng bisa foto foto sampai puas haha.
Btw aku juga sering, rencana molor dari semula ternyata ada hikmah do baliknya. Kadang nyesel karena udah ngomel duluan hehe