Waktu menunjukkan pukul 10 pagi saat kami tiba di wilayah Tanjung Unta. Kawasan wisata di Simalungun yang sangat, bahkan paling tenar di jaman-nya, sekitar tahun 90-an. Sementara saat ini sudah seperti tak berpenghuni, sepi. Kalah tenar dengan objek wisata tetangga sebelah. Hanya sesekali kendaraan melewati kami. Sudah pasti dengan tatapan aneh. Mungkin bertanya-tanya kenapa kami ada disitu. Duduk bertiga di pinggiran aspal. Istirahat sambil meluruskan kaki yang sudah lelah berjalan jauh, menurun dan mendaki, karena motor tak memungkinkan untuk dinaiki. Saya memperhatikan kakak beradik bermain rumput, mengejar kupu-kupu, makan roti, tertawa, dan berfoto tentunya.
Caca dan Cahyo, kalau dibawa jalan dan main, Alhamdulillah kompak. Tapi, kalau di rumah, akurnya cuma 5 menit. Sementara 55 menit yang lain diisi dengan peperangan. Bahkan tidur pun tak mau bersebelahan :D.
Kegiatan tersebut kami lakukan untuk membuang waktu selama menunggu Kakek (Bapak saya) mencari bengkel yang kami sendiri ngga tau berada dimana dan akan memakan waktu berapa lama.
Sebenarnya merasa hawatir karena kami berada di kawasan sepi. Penduduk sekitar terutama yang lewat dengan berpenampilan khas orang bermarga membuat nyali saya semakin ciut. Tapi, tak ada pilihan lain, saya harus bersikap seolah berani supaya anak-anak tak tertular ketakutan dan tetap bermain dengan gembira.
Saya sedikit kesal dengan Bapak karena dari awal sebenarnya Bapak sudah mengetahui ban motor dalam keadaan kempes tapi tidak ditindak lanjutin padahal sudah saya ingatkan. Ditambah lagi Bapak ntah kenapa harus lewat jalan yang tidak biasa. Sempit, sepi dan berbatu. Apa yang terjadi? Sudah pasti ban motor semakin kempes dan tidak mungkin membawa beban berat. Penduduk pun tak ada yang bisa dipinjam pompanya. Ntah memang tak punya atau memang tak mau membantu. Kalau mau daerahnya maju, sikap begini jangan ditiru nih.
Saya dan Caca terpaksa berjalan kaki sementara Bapak mengendarai motor dalam keadaan pelan bersama Cahyo. Tak lama Cahyo pun minta ikut serta berjalan kaki. Jadi deh, kami berjalan bertiga dalam keadaan riang gembira. Caca dan Cahyo tak berhenti bernyanyi padahal udah ngos-ngosan. Ya mau gimana lagi? Masa nangis sambil garuk aspal? hihi. Ya untungnya lagi, jalanan sebagian besar sudah beraspal. Coba kalo masi berlumpur, alamak!
Tak terasa sampe juga di Tanjung Unta.
Sekitar 1 jam menunggu, akhirnya Bapak datang juga. Rencana awal berenang di danau terpaksa ditunda mengingat hari sudah semakin siang dan saya pula mengejar waktu untuk kembali ke Medan hari itu juga.
Pelabuhan Tigaras
Bapak membawa kami ke kawasan tempat menaik turunkan penumpang kapal. Pelabuhan Tigaras namanya. Cahyo sangat antusias dan langsung turun mendekati salah satu kapal yang sedang berlabuh. Sementara saya sibuk teriak manggil-manggil karna hawatir itu anak kecebur. Maklum la ya, faktor U. Lagipula antara pinggiran / bibir pelabuhan itu dengan air danau, sama sekali tak ada pagar pembatas.
Ngga lama Caca ikutan lari dan mereka mulai bermain kejar-kejaran. Saya semakin hawatir ๐
Antusiasnya mereka menyaksikan bagaimana petugas mengangkat motor2 dari bibir pelabuhan ke kapal feri, kemudian menyusunnya dengan rapi di setiap sisi kapal agar bisa menampung banyak muatan.
Kapal feriย ini akan membawa penumpang menyebrangi danau terluas di Asia Tenggara ini, menuju Pulau Samosir dengan berbagai tujuan disana. Jarak tempuh sekitar 45 menit.
Kalau mau bawa mobil bole juga dengan menggunakan kapal yang lebih besar. Dan kapal2 ini mempunyai jadwal masing2. Jadi,ย mobil yag datang belum tentu langsung bisa diberangkatkan. Harus menunggu jadwal dan mengantri di area pelabuhan.
Kekesalan dan lelah tadi seketika hilang setelah melihat kakak beradik ini dengan riangnya bermain di pelabuhan. Ya, cuma pelabuhan kecil ala kampung. Bukan soal mewah atau tidaknya kondisi tempat berlibur, tapi kebahagiaan yang didapat dari berlibur adalah hal yang paling penting.
Banyak manfaat dari berlibur, khususnya untuk anak2. Selain kondisi psikologis, kedekatan satu sama lain, keceriaan anak2 itu hal yang sangat sederhana bisa kita dapatkan. Bukan hanya orang dewasa saja kan yang mengalami stres, anak2 juga rentan dengan stres. Saya sih, bukan pakar parenting. Tapi, kalau ngeliat anak saya moodnya jelek, atau senyumnya kian mahal, atau ngambek terus, saya pikir mereka sedang stres. Maka, setiap jadwal saya pulang, sebisa mungkin keduanya saya bawa berjalan2 ke alam bebas. Kenapa ke alam2? Walaupun saat ini banyak sekali arena bermain anak yang diletakkan dalam ruangan seperti di mall, lebih meriah, lebih cantik warna warni da lebih adem. Saya lebih seneng bawa mereka main ke alam bebas. Sudah taulah ya bedanya kena udara bebas dengan AC? ๐
Tak apalah, sesekali main mandi bola di mall. Kalau keseringan kok kayak ngga kreatif amat emaknya :D. Walaupun sebagian besar anak2 lebih menyukai playground yang warna warni di mall itu. Alangkah lebih bagus lagi kalau playground nya diletakkan di alam bebas. Lagian masih banyak kegiatan lain yang bisa dilakukan anak2 kalau bermain di alam bebas. Pepohonan, rumput, bebatuan, pasir dsb bisa membuat anak2 lebih kreatif loh. Emaknya juga ikutan kreatif, ๐
Salah satu manfaat psikologi yang paling saya rasakan adalah, anak2 lebih bisa menerima moment2 dimana kami harus berpisah kembali. Ngga ada drama queen tangis2an lagi kalau saya harus balik lagi ke Medan. Itu karena sudah diawali dengan kedekatan, sehingga tak merasa kekurangan waktu kebersamaan. Ayo, jauhkan anak2 dari bahaya kurang piknik ๐
Tunggu cerita kami selanjutnya ya… ๐
Tukang tambal ban itu murah. Takutnya klo semua orang dah nggak ada yg jadi tambal ban pas ada bocor ditengah perjalanan, malah bingung sendiri wkwk…. Terima kasih tukang tambal ban.
Hehe iya pulaa..
Tp klo udh langka bs dibikin mahal ๐