Teruslah Bodoh Jangan Pintar, Sebuah Review

Teruslah Bodoh Jangan Pintar, Sebuah Review

Teruslah Bodoh Jangan Pintar, sebuah buku karya penulis nomor wahid di negeri ini. Negeri yang kata penulis adalah negeri para bedebah. Penulis yang akhir-akhir ini semakin banyak dijauhi sekaligus dikagumi oleh banyak netizen Indonesia dengan cuitan-cuitan kritisnya di media sosial. Tere Liye…

Saya telah lama menjadi penggemar berat beliau, semakin ngefans karena ternyata beliau juga gerah dengan situasi negeri atas ulah para petinggi yang bedebah. Tak banyak publik figur yang berani bersuara lantang seperti beliau ini. Bahasa yang lugas, tidak banyak kiasan berlebihan, sesekali satir.

Mungkin dia lebih gerah dari saya, dari anda dan dari kita semua karena dia jauh lebih merasa dirugikan sebab jutaan bukunya dibajak dan dijual bebas. Rasanya semua penulis tau apa efeknya kalau buku hasil karyanya dibajak dan dijual bebas tanpa ada tindakan serius dari pemerintah terkait. Sementara Tere Liye sudah milyaran menyumbang pajak untuk negera. Wajar saja kalau sampai tercipta sebuah buku berjudul “Negeri Para Bedebah”. Nanti kita ulas, ya…

Sekarang saya mau berbagi soal POV sebagai pembaca karya-karya beliau. Salah satunya buku yang berjudul “Teruslah Bodoh Jangan Pintar”

Teruslah Bodoh Jangan Pintar

Penulis : Tere Liye

Penerbit: PT. Sabak Grip Nusantara

Bahasa: Indonesia

Terbit: 1 Februari 2024

ISBN : 9786238882205

Halaman : 371 Halaman

Klasifikasi : Dewasa (18+)

Saat hukum dan kekuasaan dipegang oleh serigala-serigala buas berbulu domba. Saat seluruh negeri dikangkangi orang-orang jualan sok sederhana tapi sejatinya serakah. Apakah kalian akan tutup mulut, tidak peduli dengan apa yang terjadi? Atau kalian akan mengepalkan tangan ke udara, LAWAN!” (Tere Liye)

Teruslah Bodoh Jangan Pintar

Membaca sinopsisnya, kita akan terus bisa menebak isinya. Saya langsung terbayang sebuah negeri yang sebagian besar penduduknya memberinya nama “Konoha”. Apakah Tere Liye sedang membahas huru hara di negeri tersebut? Bisa iya, bisa tidak.

Penulis mah bebas-bebas saja menulis apa yang menjadi keresahannya. Lah saya juga resah, sih, tapi menulis 1000 kata saja, langsung kehabisan kata-kata. Taere Liye, melalui keresahannya, langsung jadi 371 halaman. Ngga usah lagi dihitung berapa banyak jumlah katanya. Tapi setiap bukunya, bisa bikin pembaca lupa waktu. Penasaran berujung candu.

Buku dengan alur maju mundur ini sebenarnya sudah berbulan-bulan saya beli. Berada dalam rak khusus karya-karya Tere Liye. Tapi baru dapat giliran saya baca 2 minggu lalu. Ah, baru membaca 3 judul saja saya merasa kenapa bisa cocok sekali dengan keadaan negeri Konoha. Sengaja, ya?

Tentang sebuah kampung di lereng gunung dan hutan yang tadinya aman damai jadi rusak karena diinvansi oleh bisnis pertambangan. Keterlibatan pemerintah dalam memuluskan usaha serta tentang sebuah bisnis yang mendapat bekingan dari aparat. Adanya perlawanan oleh pemilik lahan tanah leluhur, negosiasi lalu berujung intimidasi dan kriminilasi bagi siapa-siapa yang menentang. Mau itu aparat desa, wartawan, bahkan aktivis sekalipun akan dibikin kicep, diam seribu bahasa bahkan menghilang di telan bumi. Mirip, kan, ya? Kayak udah pernah main filmnya.

Lalu cerita berkembang karena para aktivis peduli lingkungan memberikan perlawanan dengan membuat sebuah permintaan pada pemerintah terpilih untuk membentuk sebuah komite independen yang gunanya mempertimbangkan apakah tambang-tambang tersebut layak mendapatkan konsensi atau dibubarkan.

pada sebuah sidang pendapat yang berlangsung tertutup, para aktivis dan pihak tambang masing-masing menghadirkan saksi dan saling beradu argumen dan kesaksian tentang apa yang terjadi dua puluh tahun yang lalu di desa mereka.

Pihak tambang menghire seorang pengacara terkenal bernama Hotma Cornelius yang dideskripsikan sebagai seorang pengacara kondang langganan kalangan berduit yang selalu bisa memenangkan segala kasus. Lihai Berdebat, selalu mendominasi, reputasinya terbentuk begitu menakutkan oleh para lawan. Ironisnya Ia meniadi spesialis pembela kejahatan

“Aku tidak membela kejahatan, aku ini benci kejahatan. Aku hanya memastikan semua orang diperlakukan sama di mata hukum, mendapatkan proses yang adil, Bahkan bangsat sekalipun”. (Hotma Cornelius)

Sementara seorang komandan tentara berpangkat Mayor bernama BACOK yang selalu bisa melindungi pihak tambang dideskripsikan sebagai seorang aparat yang tegas dan selalu bisa menyelesaikan segala kekisruhan dengan powernya. Atas “prestasinya” itu, pangkatnya naik melesat dan sering mendapatkan “reward” dari pengusaha yang menjadikan kekayaanya naik berlipat-lipat.

Setelah pensiun, BACOK pernah menjadi duta negara lalu menjadi menteri. Bahkan setelah selesai menjadi menteri pun, ia masih selalu “dipakai” oleh pemerintahan selanjutnya. Adaaa saja perannya, adaaaa saja jabatannya.

Dalam sebuah dialog, saya membaca sebuah panggilan ibu BACOK padanya dengan sebuah kata “amang”. Sebuah panggilan untuk anak laki-laki di keluarga Batak. Hmm… cocok lagi!

BACOK pun turut dihadirkan sebagai saksi oleh pihak tambang bersama Tuan Liem pemilikk tambang dan beberapa penduduk desa yang telah berhasil dibungkam dan akhirnya memberikan kesaksian palsu.

Sementara pihak aktivis menghadirkan penduduk desa yang masih mau berfikir waras dan teguh membela desanya. Juga menghadirkan mantan pekerja tambang serta seorang saksi kunci terakhir yang sialnya mati pada sebuah kecelakaan dalam perjalanan menuju persidangan yang diduga sudah direncanakan pihak lawan. Mati sebelum memberikan kesaksian. Berikut berkas pendukung dibawa kabur oleh orang tak dikenal dalam insiden tersebut.

Sudah diduga endingnya. Bukan Hotma namanya kalau tidak memenangkan perkara. Pun bukan negara Konoha kalau bukan yang punya dana tak terbatas yang menang. Tak peduli dia cukong, taipan, jawa, batak apapun itu, selama jadi donatur dan tunduk pada donatur, selamat ia, dan menanglah perkara. Hidup mewah kaya raya.

Related Post: Review Film Buya Hamka & Siti Raham Vol 2

Kesimpulan

Berawal dari seorang anak yang tewas tenggelam di bekas lubang galian tak terpakai. Kepala dusun dipaksa “diam” oleh aparat dan perwakilan tambang agar tidak mempepanjang masalah dan menganggap ini adalah musibah. Kemudian meluasnya wilayah tambang ke desa-desa lain dan menimbulan kerusakan lingkungan yang serius serta dampak pada kesehatan penduduk setempat.

Berpuluh tahun kemudian, menjadi isu nasional dan mengundang aktivis peduli lingkungan untuk turun tangan.

Membaca buku ini, ikut merasakan penderitaan penduduk desa. Ketakutan Pak Kadus atas intimidasi aparat, kekecewaan Ahmad pada Mukti teman kecilnya, kekecewaan Siti pada Bu Bidan desa, kekecewaan Budi pada abangnya Rudi. Mereka adalah juga penduduk desa yang berhasil dikendalikan oleh pihak tambang untuk memberikan keterangan palsu.

Mengutip kalimat pada akhir-akhir buku ini, bahwa susah payah bangsa melawan penjajah yang telah mengangkangi tanah air dan hasil bumi, susah payang bangsa mengusirnya agar bisa hidup merdeka dan makmur di negeri sendiri. Sayangnya setelah penjajah itu berhasil diusir pergi, justru yang datang adalah saudara sendiri yang lebih bengis dan rakus untuk kemakmuran kelompoknya sendiri sambil membual semua demi kepentingan bangsa dan negara. Penjajah era kini…

Sudah bisa ditebak, izin koensensi tambang itu tetap diberikan dan akan semakin lancar beroperasi di tanah-tanah potensial negeri.

Jauh lebih emosi membaca judul-judul terakhir, ternyata enam anggota komite sudah berhasil disuap dengan 10 digit bernilai dolar. Susah payah itu menghabiskannya. Siapa yang tahan untuk tetap idealis dengan angka segitu? Ya Allah, aku gemessss padahal cuma novel tapi kek nyata. Eh, kebalik, ya?

Inilah jeniusnya Tere Liye. Bagian paling akhir berisi plot twist yang tiada bisa menyangka. Meski izin konsensi tanbang itu tetap diberikan, tapi pembaca merasa happy endingnya.

Entahlah, seperti konyol dan mustahil. Tapi sebagai warga yang tinggal di negara yang kondisinya persis seperti apa yang diceritakan dalam buku ini, dengan ikhlas berdoa semoga plot twist di buku ini menjadi nyata.

Teruslah Bodoh di negara yang telah “rusak” supaya hidupmu aman dan selamat. Jangan Pintar di negara yang telah “rusak” atau hidupmu akan berakhir sengsara. Pilihan ada di tangan masing-masing.

Ya Allah selamatkan Indonesiaku…

Terimakasih Tere Liye, Panjang umurmu dan teruslah menulis, teruslah kritis, teruslah idelis…

A simply mom.. About live, life, love and laugh...
Pos dibuat 391

22 tanggapan pada “Teruslah Bodoh Jangan Pintar, Sebuah Review

  1. Judulnya bikin penasaran, ternyata isinya justru dalam banget! Suka dengan sudut pandang yang mengajak kita untuk tetap rendah hati dan terus belajar. Kadang jadi “bodoh” itu bukan tentang kurangnya ilmu, tapi kesediaan untuk terus membuka diri pada pengetahuan baru

  2. Begitulah di negara Konoha. Dan saya sejak awal memang salut sama kritikan Tere Liye kepada kondisi dengan sekritis itu. Ajaibnya apa yang digambarkan dalam ceritanya kok menjelma dalam kehidupan nyata kita ya…

  3. Iya lho biarpun fiksi tapi relate banget sama realita. Siapa yg bs tahan kalau digoda dengan uang? Apalagi nyari uang juga susah. Akhirnya cuma keimanan dan kata hati aja yang bisa membuat orang tegas pada pendirian atau goyah huhuhu

  4. Menohok apa yang dibahas di buku ini. Apalagi bahasan tentang penjajah bahwa bukan lagi dari negara lain, tapi malah menjajah bangsa sendiri. Ini kayak yang dibilang Bung Karno: “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.”

  5. Tere Liye ini memang inspiratif
    Jujurly saya jarang baca karyanya
    Malah lebih banyak denger tentang kontroversinya
    Yang menurut saya sih bagus
    Dengan menulis unek-unek melalui media yang kita punya
    Kita menjaga kesehatan mental.

    1. Betul Ambu, cuitan dia di medsos aja udah sepanjang2 apa dan ngga skip aja gitu bacanya. seneng dengan diksinya yang lugas, tegas dan to the point

  6. Di beberapa Novel Tere Liye yang saya baca pun, walau bukan bahasan utama, diselipkan juga kritik sosial berdasarkan kondisi negeri ini.

    Di novel ini bahasannya tentang tambang, jadi ingat kontroversi tambang yang juga lagi ramai saat ini

  7. Suka deh novel2 yang mengangkat tema berdasarkan realitas sosial gini.
    Btw isi bukunya keknya relate sama negara kita ya hahaha. Kebayang bacanya ngangguk2 sambil mbatin oh ya pemimpin2 zaman now nih kek gini dan kita rakyatnya bodoh2 =))
    belum lagi soal kisah aparat tu bener banget, kek zaman dulu ya mungkin udah ada kelakuan aparat bejat, tapi zaman now lebih gak tahu malu lagi.

  8. Ya ampun Ci. Aku pun baru juga terniat pengen baca ulang buku ini. Teringatnya kok pas betul dengan kondisi sekarang. Di saat tanah air sedang porak poranda. Selalu dipenuhi banyak cerita “menakjubkan” setiap harinya. Astaghfirullah. Tak henti mengurut dada untuk negara kita tercinta.

    Waktu kapan, saat ada jumpa fans dengan Tere Liye di Gramedia Bekasi, saya menyempatkan ngobrol sekilas dengan Darwis (Tere) tentang rasa rindu saya untuk membaca novel-novel yang peduli pada berbagai isu yang terus bergejolak di masyarakat. Kebetulan Darwis berasal dari kampung yang sama dengan alm Ayah saya. Jadilah kita seru ngobrol pakai bahasa daerah.

    Teringat sama ajakan beliau kapan2 pengen ngobrol sembari ngopi bareng.

    1. Woooow harus terus2 difollow up, Bu, ajakannya… (duuh kok suci yang deg2an yaa, hhahhaa)
      Suci jg pernah liat dia waktu datang ke Medan, minta ttd di bukunya dan dia bilang kok bukunya begini (karna udah jelek)
      trus suci jawab, iya bang bolak balik dibaca trus dia ttd deh hahaa
      Ga sabar loh Bu baca tulisan hasil pertemuannya nanti hehee ,

  9. Ah. Aku menemukan teman yang sama. Aku juga suka sama Tere Liye. Tapi, aku belum baca Negeri Para Bedebah dan Teruslah Bodoh ini. Pingin baca dah. Masih ngumpulin duit buat beli bukunya. Baru habis beli buku lain soalnya. Hehhe

  10. Buku yang isinya kok bisa-bisanya relate banget dengan kondisi sekarang. Saya kebagian akses versi digitalnya nih, pas dibagikan gratis sama bang Tere Liya lewat akun instagramnya kapan hari. Walau ya emang, baca buku fisiknya pasti lebih enakeun. Hahahha. Mata lelah euyy baca versi digital

  11. banyak seleb yang memuji buku ini, tapi aku belum sempat baca. sepertinya menarik ya. cuma aku khawatir aja kalau pembawaan isunya terasa timpang cuma dari satu pihak. ntar coba baca sendiri deh

Tinggalkan Balasan

Pos Terkait

Mulai mengetik pencarian Anda diatas dan tekan enter untuk mencari. Tekan ESC untuk batal.

kembali ke Atas
error: Content is protected !!