Meniti Waktu Merangkai Mimpi
Meniti waktu merangkai mimpi lahir dari percakapan andai-andai yang kemudian muncul menjadi ide tema buku antologi berikutnya dari komunias PAPI. Jadi apa aku 5 tahun ke depan? menjadi premisnya. Buku terbitan ke-7 ini menghadirkan 15 kontributor yang kemudian berbagi pengalaman, mimpi dan keinginannya setidaknya dalam 5 tahun nanti serta usaha untuk mewujudkannya.
Kabar baiknya, ini buku ke-2 yang ditelurkan oleh Annie Nugraha Mediatama (ANM), usaha publishing milik pentolan PAPI. Selanjutnya semoga ANM semakin subur hingga semakin banyak buku yang menetas. Aamiin..
Related Post: Mendengarkan Sepuluh Perempuan Bercerita

Meniti Waktu Merangkai Mimpi
Editor & Layouter : Tim Redaksi Annie Nugraha
Mediatama
Penerbit: Annie Nugraha Mediatama
Halaman: 224 halaman
Cetakan pertama : Juli 2025
Genre : Non-fiksi
Mari langsung saja kita kepoin mimpi-mimpi mereka, dan ikhtiar apa yang dilakukan. kali aja ada yang samaan, kan?
Ika Patte
Masih awal udah dibikin terharu biru. Dalem bangeeet “curhatan” mbak Ika Patte tentang perjalanan hidupnya hingga mencapai angka 49 tahun. Seperti halnya saya, yang jatuh bangun, jatuh lagi lalu kembali bangkit. Tapi kalau saya bangkit bukan karena kuat dan pantang menyerah, justru karena saya pasrah dan memang harus bangun, sebab di bahu saya masih memikul tanggung jawab besar akan hidup mati dua nyawa titipan Allah. (Kenapa jadi saya yang curhat?)
Kalau saya ambil kesimpulan, Mbak Ika selalu memandang ombak kehidupan dengan sisi yang positif. Dikelilingi orang-orang yang sayang dan menyayanginya menjadi previlege untuk selalu bertahan. Mungkin itu salah satu penyebab wajahnya terlihat awet muda, ya.
Terakhir, saya turut merasakan kehilangan yang teramat sangat atas kepergian ayahnya. Satu-satunya cinta pertama yang tak akan pernah menyakiti kita. Sedih menyiksa saat rindu tak berbalas pada sosok yang telah tiada. Alfatihaah untuk ayah kita yang telah berpulang.
Ari Dian Aryono
Saya spontan mengatakan “uhuy” ketika membaca paragraf pertama tulisan Mbak Dianing ketika tertulis beliau adalah seorang yang spontaneous, serba spontan (uhuyyy lagi). Apakah itu berarti saya juga orang yang spontaneous? Kalau mengikuti ilmu cocokologi ya bisa jadi iyaa…
Gara-gara baca tulisannya, saya jadi ngga takut lagi untuk bermimpi. Berafirmasi positif dan menerapkan teori LAW yang selama ini hanya cukup didengar. Mencontoh beliau pulalah, sayapun langsung mulai menulis bucket list, berharap berhasil dan saya tersenyum 5 tahun mendatang saat membacanya kembali.
Rampung membaca tulisannya, saya langsung ikutan memeluk diri sendiri (butterfly hug) 🙂
Wiwi Yuningsih
Setuju sekali dengan kalimat “Hari tua bukanlah tentang melemah, tapi tentang mengingat kuatnya perjalanan hidup yang telah ditempuh dan bagaimana kita menghadapi hari esok”
Usia hanyalah soal angka. Melemah hanyalah fisik semata. Sejatinya kita telah melalui berpuluh tahun dan menghadapi semuanya dengan sangat baik hingga sampai di titik ini. Bahwa menjadi tua itu bukan berarti berhenti belajar, berhenti bekerja, berhenti berkarya. Selagi masih mampu, kenapa tidak? Toh sekarang kerja juga bisa dilakukan di rumah tanpa pandang usia, bukan?
Maya Surono
Mbak Maya bikin saya ikut bergidik. Sepanjang tulisannya menekankan pada kematian yang senantiasa membayangi setiap langkah. Dengan mengingat akhirnya, membuat kita mampu “mengerem” tindak tanduk yang menyalahi dan menggantinya dengan munajat setiap saat.
Sungguh saya menitikkan air kata ketika membaca surat wasiat kematian mbak Maya. Dalaaaam…sungguh dalaam sekali pesan-pesan beliau. Saya teringat kenangan 12 tahun lalu juga menuliskan surat wasiat yang sama disaat anak-anak saya masih balita. Bukan karena saya seorang konglomerat, tapi itu saya lakukan karena saat itu sedang dalam masalah yang hebat. Tapi justru itulah yang menguatkan saya yang sekarang. Qadarullah semua bisa terlewati dan saya masih sehat samapai detik ini, Alhamdulillah
Sungguh hidup ini misteri. Lakukan hal yang baik-baik untuk menjadi tabungan pahala sebagai pemberat nantinya.
Baira Rahayu
Kami punya satu kesamaan. Sama-sama sering denyut kepala. Tentu saja penyebabnya kompleks. Baira Rahayu mengklaim karena tugas dan ujian kuliah. Kalau saya sama, sih. Tapi tugas sebagai orang tua yang punya peran ganda dan ujian hidup menjadi orang tua tunggal. Harus tetap alhamdulillah…
Baira Rahayu mengingatkan kita untuk selalu menjaga jarak dari banjir informasi yang tidak perlu. Agar tidak terjebak pada ‘standar’ orang lain yang berlalu lalang di medsos. Percaya atau tidak sedikit banyak menyumbang sakit kepala.
Itulah sebabnya, supaya setidaknya untuk 5 tahun ke depan kita bisa berdiri kokoh dari gempuran peer pressure dengan dispilin terhadap diri sendiri untuk pintar memilah mana yang cocok mana yang ngga.
Ire Rosana
Seperti halnya Mbk Ire, saya juga memimpikan punya perpustakaan mini di rumah. Itu alasan saya lebih suka membaca buku fisik daripada yang digital. Membayangkan masa tua punya passive income lalu hari-hari dihabiskan dengan menekuni hobi selain traveling yang salah lainnya adalah membaca.
Semoga saya selalu dimampukan untuk membeli buku fisik yang original, supaya koleksi buku semakin menggunung. Selain untuk bacaan keluarga, harapannya bisa bermanfaat untuk anak-anak dan masyarakat sekitar dalam menumbuhkan minat membaca. Saat ini tugas di depan mata adalah menurunkan kesukaan ini pada anak-anak yang sekarang lebih hobi main gadget, hikss….
Raihana Mahmud
Mulai berdoa lebih spesifik, begitu kata Mbak Raihana. Oke, mbak, Note!
Sejujurnya selama ini saya memang berdoa secara garis besar saja. Selain karena minim ilmu, itu juga karena mempersingkat doa saya yang panjang kali lebar = banyak itu, hehe
Punya rumah sendiri, rumah nyaman yang punya pekarangan supaya bisa berkebun juga bagian dari doa yang selalu saya langitkan. Supaya ngga pening mikirin kemana lagi harus nyari kontrakan dan repotnya pindahan. Semoga Allah kabulkan, Aamiin.
Dudi Iskandar
Turut senang saat menyaksikan teman-teman satu-persatu mewujudkan mimpi untuk bekerja sesuai hobinya. Salah satunya seperti Kang Dudi. Hobinya fotografi, ngopi dang ngeroasting membawanyanya pada sebuah usaha kopi bernama Photo Coffee Roastery.
Related Post: Kopi Fest Indonesia 2025 Pengalaman Seduh Kopi Mulai 1 Rupiah
Wah, namanya saja sudah mewakili semua kesukaannya. Ngebayangin bekerja sesuai fashion dan keberadaanya bermanfaat untuk rekan sefrekwensi bahkan untuk semua kalangan. Sebagai wadah mengedukasi, sarana berbagi dan sekaligus memperluas jaringan. Sejatinya, apa yang kita punya memang harus bermanfaat, yaa, kang.
Diadjeng Laraswati Hanindyani
de Laras begitu nama penanya. Perempuan yang sudah banyak pencapaiannya ini masih punya mimpi, apalah lagi saya. Makanya banyak belajar bangeet dari Mbak Laras. Di usia yang ngga lagi muda masih berani bermimpi dan masih punya kekuatan untuk mewujudkannya.
Kuatnya kemauan belajar dan bersedia memperbaiki segala sesuatunya salah satu kunci dalam mengejar mimpinya. Salah satunya punya usaha rumahan yang juga menjadi impian saya. Semoga mimpi kami terkabul.
Ifah Arthur
Seperti mbak Ifah, kami tahun ini menyambut usia 40 tahun (Duuuh merinding). setiap menjelang ulang tahun, selalu berpikir kebermanfaatan hidup sudah sampai dimana.
Apalagi untuk orang tua tunggal , kekhawatiran utamanya adalah anak-anak. Bagaiamana mempersiapkan mereka agar suatu saat bisa berdiri di kaki sendiri bila nanti saya telah tiada (meweeek)
Membaca istilah life begins at 40, sejujurnya saya semakin khawatir. Masih misteri apa yang akan dihadapi. Cobaan hidup kah? Ah, kalau ini sudah lama, ya, hehe. Atau kebahagiaan yang selama ini saya langitkan. Yang bisa dilakukan adalah mempersiapkan diri dengan segala kejutan-kejutan. Namanya juga kejutan, tak satupun bisa ketebak, to?
Salah satu parameter usia 40 adalah Matang, baik secara emosional maupun finansial. Tentu rasanya pribadi ini masih jauh dari itu. Tapi begitulah kejutan. Doa-doa yang selama ini dilangitkan semoga diturunkan kembali dengan jalan atau waktu yang tak terduga.
Meyrist Situngkir
Saya pernah ada di fase hidup seperti pengalaman Kak Meyrist. Saya panggil kakak, karena beliau bermarga. Mana ada orang Batak dipanggil Mbak, kan. Horas kak, saya juga orang Sumatera Utara (Medan), tepatnya suku Jawa Medan, hehe
Fase dimana saya merasa “Ah ngga papa, sekali ini aja”, “Ah, masih bisa besok” dll, dsb. Sifat menunda-nunda itu berlansung lama, bahkan sampe sekarang masih sering terjadi. Duh…
Merasa tidak punya value itu, bikin saya tertampar. Ngga muluk-muluk mengejar. Minimal bisa jadi lebih baik versi diri sendiri dari hari kehari itu sudah sangat disyukuri. Anak-anak semakin besar dan saya harus bisa jadi contoh untuk mereka. Sesederhana itu saja.
Bedanya saya ngga pake mapping mind. Sepertinya mesti harus belajar bikin Mapping Mind deh ini biar lebih terstruktur.
“Buah konsisten dari sekarang, saya percaya akan menuai hasil di 5 tahun kedepan” (Meyrist Situngkir)
Siendy Apridiani
Mengetahui Mbak Siendy baru bisa membangun rumah di atas tanah seluas 510 meter persegi ini setelah 35 tahun bekerja membawakan saya sebuah harapan baru. Bahwa saya ngga sendirian menghawatirkan tentang hunian hari tua.
Saya yang bercita-cita punya rumah di tengah kota, jadi terinspirasi mengikuti Mbak Siendy untuk punya rumah panggung di perbukitan yang jauh dari hiruk pikuk. Membayangkan visual rumah beliau yang dideskripsikan persis seperti rumah-rumah yang sering saya like fotonya di media sosial. Ah, semoga ini pertanda baik.
Saya jadi ikut berandai-andai main ke Salatiga, lalu singgah di “Rumah Cafe” nya mbak Siendy dan menikmati suasana kota kecil yang sejuk dengan buku-buku koleksinya dan hidangan dari kebunnya sendiri. Masyaallah…
Soraya Yusuf
Seperti halnya ibu-ibu yang punya harapan sederhana namun butuh doa yang tinggi hingga menembus langit. Apa lagi kalau bukan tentang anak. Harapan seluruh orang tua di dunia. Mbak Soraya menitikberatkan impiannya untuk sang anak.
Anak-anak tidak hanya sebatas mengenal agama tapi juga menjadikannya landasan dalam bertindak sehari-hari seumur hidupnya.
Mengingatkan kita khususnya yang bergelar ibu bahwa baris-baris doa yang dirintihkan setiap munajat malamnya tidak tertolak perisai apapun. Doa-doa itulah yang menjadi tameng anak-anak dari segala risau dan keraguan mereka si buah hati.
Sebab, ikhtiar apa lah lagi yang bisa kita lakukan untuk “mengawasi” anak-anak saat mereka jauh dari jangkauan selain doa?
Dalam doa tak lupa pula membayangkan kehidupan anak-anak yang semakin tumbuh dewasa dan perjalanannya mengejar cita-cita. Berharap perubahan nasib jauh baiknya melebihi orang tuanya. Tumbuh dengan adab dan ilmu yang seiring sejalan, memiliki derajat yang tinggi, disegani serta dihormati karena ilmu dan kedermawananya.
Siska Meilanti
Alhamdulillah, mengaji sudah saya rutinkan sejak lama. Utamanya ba’da subuh dan magrib. Bacaan juga dengan percaya diri merasa sudah bagus, meski tau diri belum cukup sempurna. Kemudian ikut komunitas mengaji online dan ternyata masih banyak bacaan yang harus diperbaiki.
Sama halnya Mbak Siska yang membersamai perjalanan hijrahnya dengan berbagai kegiatan salah satunya memperbaiki bacaan Quran, menghapal dan mengamalkannya. Bedanya saya belum bisa menghapal. Qadarullah, surat Al Waqiah dan Al Mulk yang saya rutinkan bertahun-tahun secara tidak langsung “terhapal” dengan sendirinya. Tetap alhamdulillaah.
Tentu saja tujuannya adalah mengejar akhirat. Berharap dengan mengejar akhirat dunia serta merta mengikuti. Mimpinya adalah juga mimpi seluruh umat muslim di penjuru negeri. Beribadah haji ke tanah suci. Smoga Allah undang menjadi tamuNya.
Related Post: Tadarus Online Bersama Good Deeds Activator
Annie Nugraha
Di awal paragraf bu Annie ngobrolin soal pajak, mengingatkan saya ke awal tahun kemarin. Begitu keter boneng-nya semua orang di kantor dibuat sistem perpajakan yang baru ini, duuuh jadi gemes lagi, hehe.
Kesabaran bu Annie dalam menunggu terwujudnya usaha publishing ternyata ngga sebentar. Butuh belasan tahun untuk itu. Kalau saya mungkin menyerah. Tapi bukan Bu Annie namanya kalau gentar selain sama petir, kan?
Rampungnya rumah penerbit bernama Annie Nugraha Mediatama (ANM), ternyata masih harus menapaki jalan yang panjang. Setidaknya 5 tahun ke depan diharapkan ANM menjadi publishing nomor wahid yang dikenal publik dan banyak dipakai jasanya.
Begitupun saya, bergabung dengan komunitas menulis yang dikomandoi oleh beliau adalah cita-cita yang tidak sengaja. Semoga saya bisa konsisten berkontribusi dalam antologi-antologi lainnya supaya bisa “mengejar” kontributor lainnya yang sudah menerbitkan puluhan buku. Apakah saya, bisa?
Dicoba saja, dalam 5 tahun ke depan minimal tidak ada kemunduran. Aamiin…
Related Post: Buku Antologi : Pergilah yang Jauh Nanti Ceritakan Di sini
Kesimpulan
Sebagian besar kontributor dalam buku Meniti Waktu Merangkai Mimpi ini telah menginjak usia matang. Sesuai dengan judulnya, buku ini penuh dengan cerita andai-andai dalam 5 tahun ke depan.
Membaca banyaknya kisah dan pengalaman, memberikan saya inspirasi atas hal-hal yang seharusnya patut dilakukan agar mimpi-mimpi bisa terwujud. Dari mereka saya belajar bahwa usia bukanlah penghalang untuk terus berandai-andai, berkarya dan bekerja untuk mengabulkan itu semua.
Sekaligus selalu mengingat, selain usaha itu semua, butuh doa yang serius dan tentu saja dada yang lapang untuk menerima segala takdir. Berbaik sangka pada Allah dan jangan pernah berhenti bermimpi.

MashaAllah. Terima kasih sudah mengulas buku “Meniti Waktu Merangkai Mimpi” dengan apiknya. Seperti judul yang tercantum untuk buku antologi ke-7 PAPI ini, mimpi yang bergulir tentunya punya jejak yang tidak mudah. Meski hanya secuil keinginan dan begitu personal, setiap kontributor pastinya sudah menancapkan impian tersebut di kantong sejarah hidup masing-masing. Semoga semesta mengizinkan agar setiap asa tersebut tercapai satu demi satu.
Aamiin aamiin yang kenceeng untuk semua mimpi = doa…
Aamiin, aamiin ya Allaah…
Aku tidak ikut menulis di buku ini, tetapi membaca bahasannya yang seru di sini, kebayang semangat para penulis untuk membagikan impiannya di tahun-tahun mendatang ! Sukses ya semua 🥰
Ikut terinspirasii mbak bacain satu2 impian temen2
Woow! Ini buku belum di tangan, tapi ulasannya udah begini lengkap. Terima kasih Mbak udah menuliskan semua rasanya tentang buku ini.
Psst: Saya juga mau dipanggil “kak, hahah. Orang Aceh soalnya. 😂😂
Sama2 mbak… terus menulis yaa mbak, menginspirasi 🙂
masing-masing cerita tuh punya aura yang beda, tapi semuanya punya benang merah: nggak pernah ada kata terlambat buat mimpi. Dari yang spontan kayak Mbak Dian sampai yang bikin merinding kayak surat wasiat Mbak Maya, semua nunjukkin kalau setiap orang punya perjuangannya masing-masing yang nggak kelihatan dari luar.
Iyaa, semua manusia punya kisahnya masing2, ya…