“Waktu abang pergi ke siborong-borong
Datang hujan,yang amat deraslah
Terkejut abang terheran-heran
Sebab abang belum pernah ke sana
Untung datang Namboru Panjaitan
Martarombo kami di jalan
Diajaknya aku ke rumah dia
Makan daging anjing dengan sayur kol
Sayur kooool, sayur kooool
Makan daging anjing dengan sayur kol”
Kenalan Dengan Ombus-ombus, Panganan Legend Asal Siborong-borong – Adalah Punxgoaran, Band lokal Sumatera Utara asal Pematang Siantar itu adalah pemilik lagu dengan penggalan lirik di atas. Tahun 2018, lagu dengan judul “Sayur Kol” tersebut mendadak viral dan videonya di youtube hingga Juli 2023 sudah ditonton hingga 14 juta kali. Beberapa komentar menyebutkan bahwa mereka mengetahui lagu ini setelah sebuah video pendek tersebar luas di media sosial menampilan seorang anak kecil menyanyikan penggalan lirik bagian reff-nya.
“Makan daging anjing dengan sayur kol, sayur koooool, sayur koooool…”
Wah, punxgoaran harus sungkem nih, sama di adek, hehe…
Sesuai dengan namanya yang “Batak banget”, Band Punxgoaran juga identik dengan lagu-lagu berbahasa batak yang dikemas dalam balutan musik punk rock. Sedikit informasi bahwasanya di suku Batak, Panggoaran adalah istilah untuk sebutan anak laki-laki atau perempuan pertama dalam satu keluarga.
Lagu Sayur Kol, punya nada yang enak didengar, lirik yang lucu, ceplas ceplos serta ceria dengan musik yang menghentak. Siapapun yang mendengarkan, dipastikan akan menggoyangkan kaki lalu diikuti oleh anggukan kepala mengikuti irama. Penggalan-penggalan liriknya yang unik dengan bahasa yang frontal adalah salah satu yang menjadi daya pikatnya. Terdapatlah nama sebuah hewan yang menjadi santapan bersanding dengan sayur kol.
Related Post: Makanan pavorit Beserta Warungnya
Ya, wilayah Sumatera Utara khususnya yang mayoritas suku Batak atau Karo, anjing memang tidak asing lagi untuk dijagal. Sebagian besar warung yang menyediakan masakan daging babi (B2), biasanya tersedia juga daging anjing (B1).
Temen-temen muslim kalau datang ke Medan atau berkunjung ke Tanah Batak mungkin akan heran dan penasaran dengan warung dengan tulisan BPK. Itu merupakan akronim dari Babi Panggang Karo. Warung-warung itu selalu rame pengunjung terlebih dihari libur. Di Medan ada salah satu warung non halal bernama BPK Yunus. Sekilas kita yang awam biasanya membaca warung Bapak Yunus, ya, hehee. Salah satu pendatang pernah bercerita kalau dia sempat ingin makan disana karena tergerak melihat keramaian disana. Sejauh ini indikator warung enak biasanya ramai, kan. Untung saja tukang parkir baik hati mengingatkan karena melihat beliau pakai kerudung. Ada-ada saja, ya…
Selain nama hewan, penggalan liriknya juga ada menyebut sebuah wilayah di Sumatera Utara bernama Siborong-borong yang merupakan suatu kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara. Salah satu daerah dengan mayoritas penduduk suku Batak Toba dan beragama Kristen.
Dalam lagu tersebut dinarasikan seorang lelaki Batak pergi ke Siborong-borong dan terjebak hujan deras, lalu bertemu dengan seorang perempuan boru Panjaitan. Setelah martarombo (berbincang tentang silsilah marga) maka si lelaki kemudian memanggilnya dengan sebutan namboru (panggilan untuk perempuan Batak yang satu marga dengan ayah kita). Sudah menjadi adat kebiasaan kita rakyat Indonesia yang beradat, kalau bertemu kerabat selalu menawarkan untuk singgah ke rumah dan disajikan makanan. Begitulah asal muasal si lelaki ini akhirnya makan daging anjing dengan sayur kol sajian Namboru Panjaitan.
Jadi, tak boleh dipungkiri, nama Siborong-borong menjadi sohor salah satunya sebab viralnya lagu sayur kol lima tahun lalu. Selain itu, kecamatan ini juga dekat dengan lokasi mata air soda. Sebuah pemandian air soda yang hanya ada dua di dunia. Satu di negara Venezuela dan satu lagi di desa Parbubu, Tarutung yang letaknya berjarak 27 KM dari Siborong-borong. Hanya satu jam saja berkendara.
Selain sayur kol, ada makanan yang lebih dahulu eksis dan melegenda. Kue basah berbungkus daun pisang ini memang sangat melekat dengan Siborong-borong sehingga menjadikannya sebagai makanan khas karena memang pertama kali dibuat oleh warga setempat.
Ombus-Ombus, Panganan Legend Asal Siborong-borong
Kenapa saya jadi nulis Ombus-ombus?
Jadi minggu lalu, salah satu jajanan pasar yang disediakan mamak saya pada acara Walimatul Khitan si bungsu adalah Ombus-ombus. Sebagai Emak Blogger, saya jadi tergelitik pingin ulas tentang panganan legend ini, deh.
Secara visual dan bahan, makanan ini mirip dengan lepat (suku Batak biasa menyebut dengan lappet). Sama-sama dibungkus daun pisang, hanya saja Ombus-ombus dibentuk menyerupai kerucut. Pertama kali dibuat tahun 1940 oleh warganya seorang peempuan Batak bernama Musik boru Sihombing. Menyesuaikan dengan bentuknya, hidangan ini ia beri nama “Lappet Bulung Tetap Panas”. Bulung itu artinya daun.
Kue kukusan ini enaknya disajikan dalam keadaan panas ketika masih berasap dan daun masih berembun sebagai teman teh saat sarapan pagi. Normalnya ketika hendak mencicip makanan panas adalah dengan ditiup terlebih dahulu. Ombus kata orang Batak.
Anggiat Siahaan adalah tetangga yang meneruskan peran Musik boru Sihombing dalam pembuatan Lappet Bulung Tetap Panas ini setelah beliau meninggal. Anggiat menjualnya dengan cara menjajakan menggunakan sepeda dan untuk mempersingkat penyebutan, Ia beri nama “Ombus-ombus” yang kemudian familiar sampai kini.
Sebagai perwujudan rasa syukur, Orang Tapanuli Tengah dulunya selalu menyediakan ombus-ombus ini saat prosesi panen padi. Mereka juga menyajikannya dalam setiap upacara adat seperti pernikahan dan kematian.
Sampai kini, Ombus-ombus masih menjadi makanan paling dicari saat berkunjung ke Siborong-borong. Pengolahannya yang sederhana dan tergolong mudah, membuat siapa saja bisa membuatnya. Namun, ada satu warung yang telah berdiri sejak tahun 1970-an, terkenal dengan Ombus-ombusnya yang legit. Berada di dekat terminal Siborong-borong bernama “Ombus-ombus No. 1”. Kenapa ada angka satu? Konon pada masa itu ada sedikit perselisihan perihal siapa penerus pertama dari usaha Ombus-Ombus ini. Siapapun itu, kudapan ini sudah membawa nama Siborong-borong menjadi tersohor hingga kini.
Related Post: 3 Makanan Khas Sumut yang Dimasak Menggunakan Bambu
Peredarannya pun semakin meluas hingga seluruh Sumatera Utara. Makanan yang lekat dengan suku Batak ini hampir selalu ada penjualnya di setiap acara adat mereka. Berkunjung ke objek wisata daerah Batak pun, hampir dipastikan ada penjual ombus-ombus. Biasanya mereka menjual dengan menyunggi (membawa di atas kepala) dandang (kukusan) atau wadah yang bisa memastikan agar ombus-ombus ini tetap tersaji saat masih dalam keadaan panas atau hangat.
Bahan membuat ombus-ombus sangatlah sederhana, sesederhana pembuatannya. Cukup sediakan daun pisang muda, tepung beras, kelapa parut, gula merah dan garam untuk menambah rasa gurih. Caranya, campurkan tepung dan kelapa parut, jangan lupa beri garam. Lalu masukkan ke dalam daun yang sudah dibentuk kerucut. Di tengahnya beri sedikit gula merah. Rasa manisnya didapat dari inti gula merah yang tertanam di dalam ini. Kalau suka manis, beri inti yang banyak atau boleh tambahkan gula putih pada adonan. Setelah itu tutup kembali dengan campuran tepung dan kelapa kemudian kukus hingga matang. Selesai, deh.
Simpel, kan?
Tapi, bagi saya, sih, memang lebih simpel kalau tinggal makan, hahaa.
Oh ya, kalau sedang makan ombus-ombus, dianjurkan untuk tidak berbicara. Disebabkan teksturnya yang mudah hancur (apa ya istilahnya), maka bisa-bisa berhamburan keluar dari mulut kalau makan ini sambil ngoceh (apalagi bergibah) hihii
Apresiasi Untuk Boru Hombing
Ternyata sebelum lagu Sayur Kol dikenal luas, jauh sebelum itu sudah ada sebuah lagu yang menceritakan kisah dari panganan ini. Begitulah masyarakat Batak, selain terkenal dengan wataknya yang keras dan tegas, tapi jiwa seninya tetap tertanam lekat dalam hati. Hatinya selembut hello kitty, sehingga apapun yang membekas, selalu diabadikan dalam syair lagu.
Marombus-ombus do (ditiup-tiup)
Lampet ni humbang tonggi tabo (lepat manis dari tanah Humbang)
Nangali ari i dIsi (menjadi dingin)
Anggo aloni, Ombus-ombus do (karena ditiup-tiup)
Ai Boru Hombing Do (Adalah boru Sihombing)
Naputerehon tung mansai malo (Berias semakin pandai)
Tung angur do, da tung hussus do (sungguh wangi , sungguh harum semerbak)
Rupana pe da, nauli do (bentuknya pun cantik)
Ooo doli..doli… (Oo…pemuda)
Ho.. na poso na jogi (Yang baik dan tampan)
Dompak humbang i (Terhadap tanah Humbang)
Lao ma damang da tusi (Pergilah kau kesana)
Tu Siborong-borong i (Ke Siborong-borong)
Molo naung hoji ho (Kalau kau sudah ingin)
To boru Hombing, tibu ma ro (Datang ke Boru Hombing, cepatlah datang)
Lao ma damang, da lao ma damang (Pergilah, pergilah)
Tu luat ni parombus-ombus i.. (ke daerah penghasil ombus-ombus)
Marombus-ombus do… (Meniup-niup kau)
Ooo… ale boru Hombing (Ooo Boru Hombing)
Paima ma Sidoli ro..(Tunggu pemuda itu datang)
Di Siborong-borong i…(Di Siborong-borong)
Humbang adalah sebuah dataran tinggi Silindung, bagian dari Tanah Batak berbatasan dengan Toba yang meliputi lima wilayah besar, salah satunya adalah Siborong-borong.
Related Post: Berkemah di Paropo, Tepian Danau Toba
Jelas sudah dalam lirik lagu tersebut bercerita tentang kecantikan perempuan Batak bermarga Sihombing yang menyita perhatian pemuda. Boru Hombing adalah perempuan asal Siborong-borong, daerah penghasil Ombus-ombus yang tersohor di wilayah Humbang dan Sumatera Utara.
Nahum Situmorang adalah sosok di balik terciptanya syair lagu di atas. Beliau wafat pada tanggal 20 Oktober 1969. Terkhusus perantau asal Siborong-borong, kalau mendengarkan lagu tersebut atau lagu sayur kol yang menggelitik itu, dipastikan seketika akan rindu pulang kampung halaman. Tu Huta na jenges, huta na lungun i…
Ternyata kalo datang ke tanah Batak kita yang muslim wajib hati-hati ya kalo lihat tempat makan bertuliskan seperti BPK Yunus, ternyata artinya bukan warung Bapak Yunus ya hehehe makasih infonya Kak. 🙂
Hihii iya, kak sama2… jangan takut ke Medan ya 😀
Yups kak, saya pun ada beberapa saudara di Medan, dan memang perlu hati2 saat ke warung makan atau resto, jika ragu dengan olahan daging bisa tanya dulu (jangan sungkan), apakah halal dagingnya (jika muslim). Intinya saling toleransi saja ya .
Hehee was-was emang kalau jalan di beberapa daerah Sumut…
Awal ngelihat fotonya tak pikir ombus-ombus mirip dengan kue putu versi kerucut.
Ternyata lebih mirip lepet ombus-ombus khas Siborong-borong ini.
Waktu awal SMA saya familiar dengan pemandangan warung Batak yang menu utamanya olahan daging anjing. Setiap suku punya ciri khas makanan maupun keseniannya. Keanekaragaman yang membuat Indonesia kaya.
Betul, mbak. Mirip lepet/lepat/lapet yaa hehee
Tadinya saya kepikiran mirip bongko, makanan tradisional area pantura yang selalu ada saat walimahan. Setelah membaca sejarahnya yang panjang, meliuk-liuk dan menarik, prediksi saya benar saat sampai ke resepnya.
Memang cara mengemasnya yang mirip bacang, sih, tapi baru2 ini saya mendapati temuan di desa tertentu ada yang punya tradisi bikin bongko dan nagasari dengan cara bungkus seperti ini.
Banyak olahan kue yang dibungkus daun pisang ya, mbak. Rata2 bahannya mirip2
Di Jawa Barat namanya awug, persis banget penampakannya dengan ombus-ombus
mungkin karena masyarakat Indonesia identik dengan helatan (pernikahan, khitanan dll) yang tentunya membutuhkan sajian
dan bahan makanan utamanya sama: beras!
Penampakan banyak yang mirip ya, Ambu. Tapi mungkin tidak dengan rasa yaaa
Oh ini tho yang namanya Ombus-ombus. Dulu pernah punya sejawat aseli Medan yang kalau mau pulkam dipesenin bawa ombus-ombus. Penasaran sih sama rasa dan teksturnya… Kalau ke medan saya sempatkan beli ombus-ombus ah…
Hayo Dok, kapan ke Medan 🙂
Namanya mudah diingat, ombus-ombus.
Dan masyarakat Batak sangat menghargai makanan ini hingga dibuatkan berbagai karya seni yang berkenaan dengan nikmatnya makanan khas Medan ini.
Namanya khas ya, teh dan unik
Oh jadi kalau sejenis lepat bahan bakunya dari ketan ya kak, wah lezat nih bayanginnya aja udah pengen icip hehehe
Rata-rata dari ketan, mbak. Bikin sendiri mbk, gampang kok hehe