Air Terjun Lau Berte, Tangga Bambunya Bikin Termangu

Air Terjun Lau Berte, Tangga Bambunya Bikin Termangu

Air Terjun Lau Berte masih satu aliran dengan Kolam Abadi dan Air Terjun Teroh-teroh. Sungai yang sempat bikin saya trauma setahunan karena adegan kelelep di pusaran air, huhuuu. Tapi setahun kemudian, saya kembali lagi ke sini. Meski ngga susur sungai lagi dan ngga mesti pake pelampung, tapi tetep aja, ada hal lain yang bikin saya trauma.

Related Post: Uji Adrenalin Menyusuri Kolam Abadi Menuju Air Terjun Teroh-teroh

Kali ini berangkatnya ngga sepagi kala hendak ke air terjun dua warna. Sama-sama butuh 1-1,5 jam perjalanan saja, berbeda di durasi hiking menuju air terjunnya yang lumayan terpaut jauh. Dua warna butuh 2 jam susur hutan, kalau ke Lau Berte cuma 20 menit saja melewati perkebunan. Tapi jangan senang dulu, sebab jalur ke Lau Berte ngga kalah menantang. Bikin nangis!!

Menurut Bang Uda, Bos OT (Open Trip) yang kami hire, hari itu sebenarnya ada 4 orang teman lain yang barengan. Setibanya kami di basecamp, dia bilang ini bakalan jadi kek private trip, sebab akhirnya peserta cuma kami berdua, ke-4 teman lain ternyata membatalkan ikut. Waaah, satu sisi kurang rame, sih, tapi sisi lain enak juga, jadinya guide fokus ngurusin kami doang, haha.

Yasudah, karena dari rumah kami sudah langsung pakai outfit hiking, ngga pake lama langsung berangkat setelah beres urusan penitipan barang di basecamp. Bang Yosep, guide kami hari itu membawa dry bag untuk menaruh barang-barang kecil yang dibawa seperti HP serta barang lain supaya aman dari air dan makan siang yang sudah termasuk dalam harga paket.

Dari basecamp, peserta dilangsir pakai motor ke titik awal hiking. Lalu berjalan kaki melewati jalanan berbatu dan perkebunan warga yang didominasi pohon sawit, kemudian melewati jembatan besi yang diapit bambu. Katanya bang Yosep, tadinya besinya ada 3, sisa satu. Yang dua sudah dibegal orang, haha. Rayap besi ngga hanya di Medan, ternyata sampe ke hutan-hutan juga. Ckckck. Setengah perjalanan, kami bertemu dengan peserta dari OT lain yang sudah lebih dulu berangkat, tapi akhirnya berjumpa karena ada antrian untuk menuruni bukit menggunakan tali. Bisa aja sih tanpa tali, tapi karena kondisinya tanah basah setelah hujan semalam, jadi medannya licin sekali. Mau ngga mau harus pake tali biar aman dari terperosok atau terpeleset.

Setelah turunan licin itu, medannya semakin menurun vertikal. Anak tangga dari bambu yang hanya bisa dilalui satu orang, bikin antrian semakin memanjang di belakang. Tangga yang berdiri diantara celah pepohonan itu sempit sekali. Mana licin dan bambunya juga dipenuhi pasir basah bekas pijakan peserta lain bikin proses turun semakin lama. Yang turunnya lancar ya cuma guidenya doang, karena faktor kebiasaan dan sudah hapal medan. Malah mereka sambil megang hp dokumentasi peserta, sambil motoin / videoin ditambah gendong drybag mana ada yang sambil gotong kotak popmi segala tapi tetep mulus menuruni anak tangga yang horor itu. Salut!

Kaya saya yang sedikit takut ketinggian dan parnoan harus pelan-pelan dan hati-hati kalilah nurunin tangga bambu itu. Apalagi kalau sambil ditonton orang banyak (peserta yang antri) dan ditungguin itu rasanya ngga nyaman dan pengen cepet-cepet nyampe. Padahal ngga ada juga yang buru-buruin. Tapi ngga bisa, rasa takut saya jauh lebih besar daripada rasa ngga enaknya. Bodo amat, keselamatan lebih penting, yes? Alon-alon asal selamat.

Selesai turun tangga pertama, kemudian meniti jembatan kecil yang juga terbuat dari bambu, setelahnya masih ada tangga bambu lagi, huhuu, bikin termangu. Yang jadi masalah besar buat saya sebenernya bukan di tangganya, tapi karena posisi tangga yang berdirinya nyaris tegak lurus, itu bikin kaki saya gemetar. Parnoan ini juga bikin saya bayangin yang ngga-ngga, deh. Soalnya amit-amit, kalau jatuh, bermuaranya langsung ke sungai yang berbatu besar-besar. Belum lagi beberapa paku hampir lepas dan nyembul keluar. Ini selain hati-hati biar ngga kepeleset, juga harus hati-hati supaya tangan dan kaki ngga tergores kepala pakunya juga.

Gila sih medannya. Lebih salut sama yang bikin tangga deh. Saya sempet kepikiran gimana cara mereka bikin tangga di bukit yang nyaris ngga ada kemiringannya itu. Tapi mungkin lebih aneh saya, ya. Yang sebelumnya sudah lihat medannya seperti itu di postingan salah satu Food Blogger di medsos, terus testimoni temen-temen yang sudah pernah ngerasain, tapi masih tetep nekat datang, hahhaa. Pembelaannya, di medsos kelihatannya mudah, ternyata aslinya gemetar.

Selesai urusan tangga, kami harus menyeberangi sungai sedalam lutut orang dewasa. Airnya cukup deras ditambah pijakan bebatuan di dasar sungai yang ngga rata dan licin itu sempet bikin oleng. Untung guide sigap nolongin hingga akhirnya di depan sana tampak dua air terjun bersebelahan terbentang di antara tebing-tebing tinggi.

Related Post : Air Terjun Dua Warna, Kaskade di Tengah Hutan

Air Terjun Lau Berte

Tunggu dulu, ini belum selesai karena menuju kolam air terjunnya harus melewati bebatuan besar yang licin-licin semuanya. Pokoknya harus hati-hati supaya ngga tergelincir. Malunya ngga seberapa, sakitnya luar biasa! Seriusan jangan dibalik-balik.

Tapi begitu sampe di kolam, Masyaallah yaa cantiknya luar biasa. Emang beneran untuk menggapai yang indah-indah itu butuh perjuangan. Sama kek cita-cita kan? Kalau hadiahnya piring kaca, cukup beli detergen 1kg doang. Tapi mau hadiah gede, tentu saja effortnya juga harus seimbang. Begitulah kira-kira analogi ceteknya haha.

Hari itu suasana sedang ramai pengunjung. Jadi mau foto tanpa bocor kudu bersabar mengantri. Pokoknya dari mulai perjalanan bahkan sampe ke tujuanpun ngga berhenti dari urusan antri ini, wwkwk. Udah kek urusan administrasi pemerintah lah, antrinya panjang, prosesnya lama, endingnya dipalak pula, eeh…

Sayangnya saya datang dimusim hujan, airnya ngga terlalu jernih jadi ngga kelihatan dasarnya, meski tetap berwarna biru plus banyak ranting pohon mengambang karena sepertinya sebelumnya dilanda banjir.

Selesai makan siang, saya kepingin juga foto-foto di bawah air terjun kek orang-orang. Nah kesana itu kalau yang bisa renang ya nyeberangi kolam. Tapi kalau ngga bisa renang, mau ngga mau harus lewat sisian tebing yang lumayan licin. Harus hati-hati jalannya, kalau ngga mau tercebur ke kolam.

Yang tadinya ngga berniat basah-basahan jadi harus rela akhirnya kuyup sebadan-badan karena ngga tahan pingin ngerasain duduk di bebatuan tepat di bawah kucuran air. Sejuknya MasyaAllaah. Kalau bisa renang aja udah nyebur deh ke kolam. Satu batu besar dan tinggi berdiri tepat di depan air terjun yang sering digunakan pengunjung untuk atraksi loncat ke kolam. Tapi untuk kegiatan ini jangan nekat kalau ngga bisa renang, ya. Selain kolamnya lumayan dalam, arus airnya juga deras.

Puas main air sekitar 2 jam, kami beranjak balik ke basecamp. Sudah waktunya zuhur, sudah semakin ramai dan sudah mendung juga. Beneran dong, beres nyeberang sungai, hujan merintik dan semakin lama semakin deras. Alhamdulillah, karena udah puas main air dan ngga perlu was-was karena sudah di jalan pulang,. Tapiiiiiii, baliknya menanjak terus huhuuu. Udah gitu sepanjang jalannya licin karena kehujanan.

Gitu yang niat awalnya ngga mau basah ya mana bisa ya, toh akhirnya balik ke basecamp kena guyur hujan deras juga, haha. Mana saya ngga bawa kerudung, berakhir pulang ke Medan pake kerudung basah, hmmmm.

Related Post: Jeep Sikabung kabung, Sensasi Offroad di Hutan dan Sungai

Jadi dengan pengalaman ini saya mau berbagi tips berkunjung ke Lau Berte

  • Bagi pengunjung mandiri, hindari nekat ke Air Terjun Lau Berte ketika sedang hujan. Kalau pakai jasa OT biasa mereka membatalkan keberangkatan kalau cuaca ngga mendukung
  • Pergi dihari kerja kalau mau cari yang sepi, tapi kalaupun hanya bisa diakhir pekan ya usahakan pergi pagi sebelum ramai pengunjung dan menghindari hujan yang datang biasanya disore hari.
  • Pakai pakaian yang nyaman dan cocok. Yang gampang kering, yang ringan, ngga pake jeans dan ngga nerawang
  • Pakai alas kaki yang proper. Yang tapaknya ngga licin. Banyak pengunjung yang akhirnya telanjang kaki dan meninggalkan sendal / sepatu mereka di jalur karena alas kakinya kurang nyaman. Better pake sendal gunung atau sepatu air.
  • Bawa makan siang (kalau pas jadwalnya ketemu jam makan siang) atau cemilan. Tapi bawa sekedarnya aja ngga usah kek wisata kuliner pula, ya, kan. Karena kena air itu rawan lapar. Ada sih penjual makanan tapi kan duitnya kebanyakan ditinggal di basecamp.
  • Bawa barang seperlunya aja, ya. Misal HP dan peralatan dokumentasi. Tas-tasnya dan barang berharga lainnya titipin aja semuanya di basecamp (insyaallah aman) karena sudah jadi tanggung jawab OT. Kan enak jalan tanpa bawa beban apapun karena medannya aja udah berat.
  • Bawa pakaian ganti lengkap, karena kesini tuh kalau mau puas main air ya wajib basah semuanya.
  • Bawa pelindung HP, soalnya HP temen saya akhirnya speakernya sempet rusak, meski akhirnya malemnya kembali normal, tapi 3 hari kemudian baru sadar getarannya mati, haha.
  • Utamakan keselamatan, jangan nekat melakukan apapun demi konten, yes.
  • Tak henti-henti mengingatkan, buanglah sampah pada tempatnya, miris juga lihat sampah berserakan dan mengambang di air, dan jangan coret-coret dinding sungai 🙁

Galeri Foto

A simply mom.. About live, life, love and laugh...
Pos dibuat 406

Satu tanggapan pada “Air Terjun Lau Berte, Tangga Bambunya Bikin Termangu

Tinggalkan Balasan

Pos Terkait

Mulai mengetik pencarian Anda diatas dan tekan enter untuk mencari. Tekan ESC untuk batal.

kembali ke Atas
error: Content is protected !!