Air Terjun Dua Warna, Kaskade di Tengah Hutan

Air Terjun Dua Warna, Kaskade di Tengah Hutan

Minggu 15 Mei 2016, hutan yang telah banyak dirambah diduga menjadi salah satu penyebab tak mampunya lapisan tanah untuk menyerap air hujan. Hasilnya pohon pun sudah tak sanggup membendung derasnya hujan di hulu yang menyebabkan banjir dan longsor di DAS termasuk aliran sungai air terjun dua warna (air terjun dwi warna).

Hari itu ada sebanyak 78 pengunjung sedang berada disana. Sebagian besar adalah mahasiswa yang sedang berwisata. Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak saat banjir besar disertai longsoran itu secara tiba-tiba menghujam mereka yang sedang riang bermain dan bercengkerama. 17 orang meninggal dan 4 orang dinyatakan hilang. Mereka yang selamat pun tak luput dari luka dan trauma mendalam karena berlari cepat tanpa arah, menerabas apapun yang ada di depannya. Ada yang menggantung di pepohonan, ada juga yang bertahan pada akar-akar di tebing. Yang terpenting adalah menyelamatkan diri dari amukan alam yang menakutkan.

Air Terjun Dua Warna

Terletak di Desa Durin Sirugun, Kecamatan Sibolangit. Air terjun setinggi kurang lebih 75 Meter ini bersembunyi lereng pegunungan Bukit Barisan pada ketinggian 1.270MDPL.

Kolam yang dialirinya terletak pada sebuah lembah, diapit oleh tebing-tebing tinggi menjulang. Kesini, butuh waktu hiking 2-3 jam dari titik awal / ujung komplek bumi perkemahan Sibolangit, ke arah Sungai Batu Belah. Lalu menyusuri hutan dengan vegetasi lebat dan menyeberangi beberapa aliran sungai kecil. Medannya juga tidak bisa dianggap enteng. Menanjak, menurun secara bergantian tiada ampun. Didominasi jalan setapak, berlumpur, batu kerikil, batuan besar hingga akar pohon yang menjulang. Pulang pergi harus berjibaku dengan medan seperti itu selama kurang lebih 4 jam.

Related Post: Sungai Batu Belah Sibolangit

Diberi nama dua warna karena adanya perbedaan warna pada air terjun dan air yang ada pada kolam di bawahnya. Perbedaan ini disebabkan air yang sudah bercampur unsur belerang dari kawah Gunung Sibayak bertemu dengan air tawar sehingga warnanya bergradasi. Di tengah kolam nampak air berwarna biru kehijauan, sementara di tepiannya berwarna abu-abu kehijauan. Kontras dengan tebing-tebing hitam dan lumut hijau di sekelilingnya. Cantik sekali…

Hiking Menyusuri Hutan dan Medan Terjal

Pasca bencana bandang, objek wisata ini ditutup untuk umum. Tujuh tahun setelahnya, tepatnya pertengahan 2023 lalu, air terjun ini katanya sudah kembali dibuka untuk umum, tapi saya belum mendengar berita resminya di media manapun pada saat itu. Ketika mengunjungi Sungai Batu Belah, kami sempat ditawarin warlok untuk diantar ke air terjun ini dengan biaya 75K/orang. Tapi saya, seperti biasa selalu enggan dan ngga berani nekat untuk eksplor tempat baru kalau belum ada informasi dibukanya jalur secara resmi. Meski konon katanya guide lokal itu lebih menguasai medan, ya.

Ya, sebagai tamu yang baru pertama kalinya kesini, memang dianjurkan untuk memakai jasa pemandu. Hutan dengan vegetasi lebat dan minim petunjuk ini rawan bikin tamu yang belum pernah kesana jadi nyasar bahkan tersesat. Saya yang memang sudah lama penasaran akhirnya berani ikut menjelajah bersama Open Trip (OT).

Karena perjalanan ini termasuk panjang, jadi kami diminta untuk kumpul di mepo (meeting point) jam 7 pagi. Alhamdulillah tepat waktu, kemudian berangkat dari Medan secara beriringan. Satu jam setelahnya tibalah kami di Bumi Perkemahan Sibolangit. Hari itu banyak sekali tenda berdiri di beberapa titik, itu tandanya sedang banyak kegiatan. Benar saja, banyak siswa berseragam pramuka juga mahasiswa berjaket alamamater hilir mudik disana.

Beres urusan parkir, guide mengumumkan kalau ada dua orang lagi yang masih ditunggu, dan orangnya masih d, Medan! Ya Tuhaaan, kirain sampe udah bisa langsung cus!

Ya gini deh minusnya kalo ikut OT. Menjaga hati dua orang tapi lupa 10 orang lainnya yang tepat waktu juga punya hati, yes?

Yasudah apa mau dikata, kami mau ngga mau ya manut, menunggu dengan berat hari sebenarnya. Saya masi sempat turun ke sungai kecil dan sampe sarapan untuk yang kedua kalinya, kok, wkwkw. Satu jam kemudian tiba juga peserta molor yang ditunggu. Seperti biasa tiada kata maaf dan tiada ekspresi bersalah ~~~

Yasudah, mari kita kemon…

Memasuki pintu rimba, ada pos retribusi. Saya kurang tahu nominalnya karena kan itu sudah urusan guide yang punya OT, ya. Tapi mungkin kisaran 15-25K/orang. Yang saya dengar, petugas pos berpesan ke guide kalau dilarang keras meninggalkan timnya. Difotolah kami semua, sebagai barang bukti kalau kami memang satu tim. Musabab beliau bertindak begitu karena sehari sebelumnya ketika sudah dalam keadaan gelap, ada tamu yang tesesat saat pulang karena ditinggalkan guide, hmm. Bikin repot mereka sih memang…

Masih beberapa meter berjalan, sudah dihadang pohon tumbang. Lalu menyeberangi bendungan kecil yang kering lalu menanjak, menurun, kembali dihadang pohon tumbang yang mengharuskan kita menunduk atau melompat dan begitu seterusnya sampai ketemu pohon yang bentuknya unik. Kurang tau nama pohonnya apa. Tapi akhirnya kami sebut dia pohon ngangkang. Iya, pohonnya punya dahan bagian bawah yang terbelah dan membentuk celah diantaranya. Persis seperti orang ngangkang, haha.

Jalurnya samar dan banyak persimpangan kecil. Ada beberapa petunjuk seperti ikatan tali di dahan-dahan kayu. Guide kami menyebarkan guntingan kertas kecil-kecil disepanjang jalur yang kami lewati. Tapi kalau kertas sudah banyak terinjak dan basah pasti melebur. Begitupun ikatan tali yang kurang kontras itu, mata harus jeli melihatnya.

Salah satu peserta perempuan ternyata dari awal sudah menunjukkan gejala kelelahan. Kami harus memperlambat laju untuk bisa tetap jalan beriringan jangan sampe terpisah. Saya memberikan tongkat bambu yang saya dapatkan dari pos retribusi, kemudian salah satu peserta laki-laki membantu membawakan ranselnya. Beberapa kali juga kami harus berhenti untuk istirahat dan tentu saja waktu perjalanan ikut melambat.

Seiring berjalanya waktu, rasa kesal karena sempat terlambat tadi berangsur pudar, berubah menjadi gelak tawa saat beberapa peserta melucu, hingga semua peserta saling bertukar canda dan cerita. Enaknya ikut OT ya itu salah satunya, ada yang pergi sendiri, tapi pulang jadi nambah temen baru 🙂

Setengah perjalanan, kami dihadapkan dengan jalur licin dan menurun tajam. Saya dan sebagaian peserta lainnya harus sesekali duduk untuk menuruninya dengan penuh hati-hati. Suara dentuman air terjun sudah terdengar samar-samar dari tengah hutan. Setelah itu kembali menyeberangi sungai kecil dan jalur didominasi bebatuan-bebatuan besar sampai ke lokasi air terjun.

Related Post: Jeep Sikabung kabung, Sensasi Offroad di Hutan dan Sungai

Karena medan semakin menanjak, air terjun tertutup bebatuan besar dan kita memang harus melewati, bahkan memanjat kumpulan batu-batu itu supaya bisa mencapai kolam air. Manjat batu besar, butuh kaki yang kuat untuk menopang bobot tubuh. Beberapa batu, permukaannya licin karena terkena air dan berlumut. Harus super hati-hati memilih batu untuk menapakkan kaki. Pastikan batunya berdiri kokoh supaya ngga oleng saat dipijak. Kalau oleng, alamat kitapun ikut terjatuh di atas bebatuan. Bayanginnya aja udah ngilu.

Jangan lupa, saya sempet terpeleset dan merosot beberapa meter ke bawah dan meninggalkan bekas luka di sikut dan lebam di bagian kaki. Haaaaa aduh syedaaap.

Memang ya, sesuatu yang indah itu kudu melewati halang rintang terlebih dahulu. Air terjun dua warna ini semacam wort to visit, meskipun perjuangannya luar biasa melelahkan. Airnya sejuk, udaranya juga sejuk, pemandangan di sekitarnya cantik sekali sehingga sudah jadi terapi alami penghilang penat jiwa dan raga. Utamanya untuk emak remote worker begini yang diharapakan pulang membawa energi positif seperti kata Mbak Imawati Annisa dalam salah satu artikelnya.

Meski tadi telat berangkat, ternyata kami tim pertama yang tiba disana. Foto-foto juga masih belum pada bocor dan bebas bergaya. Yaa meskipun gayanya itu-itu aja wkwkw.

Beres urusan dokumentasi, kami makan siang bersama kemudian dilanjut beberapa peserta laki-laki yang nampaknya sudah ngga sabar nyebur ke kolam yang dingin itu sedari tadi.

Sebuah Tugu

Dari cerita yang saya dengar, satu mahasiswa yang pertama kali berjasa membuka jalur menuju air terjun dua warna ini harus meregang nyawa karena terjatuh dari atas tebing. Satu tugu dibangun pada salah satu sudut sisi kanan air terjun, mungkin lokasi jatuhnya beliau, untuk mengenang perjuangannya. Sayangnya, batu nisan yang melekat di atasnya, berikut tulisannya sudah hancur. Salah satunya mungkin karena musibah 2016 silam. Wallahualam…

Related Post: Uji Adrenalin Menyusuri Kolam Abadi Menuju Air Terjun Teroh-teroh

Tips Berkunjung ke Air Terjun Dwi Warna

Meskipun sudah menggunakan jasa OT, kemanapun perginya dan dengan siapapun sewajarnya kita tetap untuk memperhatikan keselamatan diri sendiri. Apalagi kalo pesertanya rame, guide biasanya ngga bisa handel semuanya. Terlebih kalau guidenya cuma punya skill bikin dokumentasi ciamik dan caption klikbait, alih-alih punya skill khusus seperti bertahan hidup di alam, atau P3K.

Meskipun saya juga masih awam, tapi saya coba memberikan tips sederhana berdasarkan pengalaman ketika berkunjung ke air terjun dua warna, sebagai berikut:

  • Tetap harus berlatih, apapun itu jenis latihannya. Mau jalan, joging, ngegym, angkat beban, pilates, cardio dll pokoknya bergerak. Supaya badan ngga kaget dan ngga kaku pas nanti tiba-tiba disuruh kerja keras.
  • Pilih OT yang bepengalaman dan terpercaya. Bisa cari tau track recordrnya dari medsos, testimoninya dll. Kalau guidenya bersertifikat, malah lebih bagus lagi.
  • Cari tahu kondisi medan sebelumnya. Salah satu peserta perempuan yang kemarin lemas, ternyata dia ngga tau kalo medannya sulit dan jauh. Guide juga ngga kasi informasi dari awal. Asal ikut aja! Gunanya, kalau udah tau kisi-kisi medan kan kita bisa ngukur kemampuan diri sebelum memutuskan untuk ikut serta.
  • Kenali kondisi tubuh, kalau kira-kira kurang fit, ya ditunda dulu. Pokoknya harus dalam kondisi prima. Tapi kalo saya misal lagi meriang-meriang dikit gitu emang obatnya seperti ini. Sedari dulu kalo kurang enak badan trus jalan-jalan pasti sembuh hihii. Eits, ngga semuanya begitu ya, kondisi fisik masing-masing orang berbeda.
  • Sarapan dulu sebelum beraktivitas, kecuali emang kita udah terbiasa ngga sarapan dan yakin kuat.
  • Bawa air minum yang cukup dan cemilan yang tinggi kalori seperti roti, coklat, sosis dll
  • Jangan lupa juga bawa makan siang (kalau biaya OT exclude makan)
  • Bawa obat–obatan pribadi
  • Pakai pakaian yang nyaman (ringan dan cepat kering). Ngga dingin? Ngga! Kalau kita aktif bergerak, badan justru jadi hangat.
  • Pakai alas kaki yang nyaman (yang cocok untuk hiking). Disarankan pakai sendal hiking atau sepatu gunung atau sepatu yang bisa kena air, karena meski nyeberang sungai kecil tapi misaaal terpelet kan akhirnya nyemplung air juga kakinya.
  • Jangan sungkan minta istirahat kalau dirasa sudah terlalu lelah. Dipaksakan juga ngga baik. Lebih baik sering istirahat meski sebentar daripada sekalinya istirahat tapi lama. Kelamaan berdiam diri bikin suhu tubuh turun dan bisa kedinginan.
  • Pakai sunscreen dan rajin reapply, bila perlu bawa topi
  • Pake tracking pole untuk mempermudah perjalanan, kalau ngga ada, banyak kayu kok di hutan sana bisa dijadiin tongkat, yes
  • Bawa barang seperlunya saja, kan ngga nginep. Kecuali kalau mau mandi-mandi, ya bawa pakaian gantinya saja. Kalau tahan basah-basahan dan anti masuk angin, ya ganti baju di pos awal / parkiran juga bisa.
  • Jangan lupa tetap sholat yaa
  • Yang paling penting, bawa sampah kembali ke titik awal dan buang pada tempatnya 🙂

Galeri Foto

Imawati Annisa

remote worker

A simply mom.. About live, life, love and laugh...
Pos dibuat 401

Tinggalkan Balasan

Pos Terkait

Mulai mengetik pencarian Anda diatas dan tekan enter untuk mencari. Tekan ESC untuk batal.

kembali ke Atas
error: Content is protected !!