jalan dan wisata

Puncak Takal Kuda Gunung Sibayak

Puncak Takal Kuda Gunung Sibayak – “Mbak, besok kamis naek gunung, ngga, kita?” Begitu pesan whatsup dari adek saya. Cukup bikin saya ngernyit dahi. Sebabnya hari itu Rabu, dia sedang dinas di Aceh. Emang sih besok Kamis itu hari libur Maulid Nabi, tapi kebiasaannya adalah, selalu sakit kalau habis pulang dari luar kota. As always, kita lihat saja nanti, pikir saya.

Banda Aceh Medan itu waktu tempuhnya kurang lebih 12 jam. Keberangkatan siang dari Aceh, nyampe Medan pasti malam. Sementara kalau mau mendaki, besoknya pagi-pagi sekali sudah harus berangkat.

Ini anak beneran ngga, sih? Saya masih belum yakin benar. Keinget aja kejadian-kejadian sebelumnya saat pertama kali merencanakan hiking Sibayak. Selalunya diawali dengan drama-drama. Untuk memastikan, saya coba tantangin dengan mengajak rekan saya yang lain. Mana tau dengan begitu ngga ada alasan dia untuk mager karena ngga enak hati. Dia oke-in dengan yakin.

Related Post: Kalau Beruntung, Bisa Melihat Rangkong Julang Emas di TWA Sibolangit

Akhirnya Dwi, tertarik untuk join dan nginep di rumah. Saya membiarkan adek saya tidur untuk melepas lelah dari perjalanan panjang. Tapi siapa sangka, esok subuh saat saya mau membangunkannya, di jidatnya sudah terpasang bye bye fever, wkwkkwk. Fix dia ngga bisa berangkat.

Batal maning…!

Disatu sisi saya yang ngga enak sama Dwi karena sudah efort pake nginep di rumah segala. Mana sebelum datang dia bilang nyuci dulu di rumah, hahaa. Saya coba tanya, kalau pergi berdua mau ngga?

“Ayok, kak” jawabnya

Okee, langsung mandi, solat subuh, dan bersiap.

Kurang dari pukul enam pagi, gitu mau berangkat si adek keluar kamar.

“ikut lah, mbak, aku mandi, mbak gorengkan telor dulu, ya, aku laper!” Begitu katanya sodara sodaraaaaa….

Ini anak nyebelin, ngga, sih? hikss. Gitupun saya tetep, kok, gorengin dia telor mata sapi.

Hasilnya, keberangkatan molor sampe matahari sudah terang benderang.

Perjalanan Menuju Berastagi

Sepanjang jalan cukup lancar tanpa rintangan apapun. Tiba di kota Berastagi sudah hampir pukul 8 pagi. Cuaca cukup cerah dan bersahabat. Keberangkatan kali ini pun didukung semesta, sebab biasanya hari-hari di Medan dan sekitarnya diguyur hujan.

Seperti biasa, singgah dulu ke indomaret untuk beli amunisi perut. Lebih tepatnya, seperti belanja bulanan, sih. Segala buah, susu, kopi dan ciki-cikian masuk dalam keranjang. Andai ada cabe, tomat, bawang dan sayuran mungkin turut serta. Rezeki lagi, dapat diskonnya lumayan gede.

Kemudian melaju kembali kearah Desa Jaranguda untuk mendapatkan persimpangan menuju Gunung Sibayak. Sepanjang jalan tidak sesunyi dan semenegangkan perjalanan pertama lalu. Sebab terlihat beberapa warga melintas dan juga pendaki yang berjalan kaki, baik yang akan menuju pos atau yang sudah meninggalkan pos. Begitu juga angkot ramai lalu lalang. Nampaknya jalur pendakian sedang ramai.

Jalur Wisata ke Gunung Sibayak yang Ramai

Sampai di pos 1, emang beneran rame ini jalur pendakian persis kaya ada acara jambore. Terlihat beberapa orang bule, umum dan didominasi anak-anak sekolah. Mungkin jumlahnya mencapai ratusan orang. Hmm…di luar ekspektasi.

Mereka yang naik kendaraan bus/mobil memang harus turun di pos 1. Mau ngga mau harus jalan ke pos 2 dengan trek mendaki di jalanan beraspal yang sudah banyak rontoknya. Yang pake motor, bisa bawa motornya sampe pos 2. Sementara, pengalaman saya, jauh lebih melelahkan mendaki dari pos 1 ke pos 2 daripada mendaki ke puncak kawah Gunung Sibayak itu sendiri.

Dipos 2 sudah lumayan banyak motor terparkir dan beberapa orang sedang melakukan pendaftaran. Kami duduk menunggu Dwi dan Andin yang sedang berjuang mendaki menuju pos 1. Kan ada motor? Iya, kalau matic, berat untuk dibawa mendaki berboncengan. Ngga kuat nanjak.

Menunggu mereka tiba di pos 1, kami mengemas amunisi supaya bisa masuk ke dalam ransel. Ciki-cikian terpaksa disobek untuk mengeluarkan anginnya. Kami belum bisa mendaftar sebelum anggota lengkap. Singkat cerita, proses menunggu ini itu berlangsung juga selama kurang lebih 1 jam.

Pukul 9 lebih baru mulai mendaki

Mau cerita apa ya?? Hahaa

Bingung, sebab ngga banyak perubahan dari Gunung Sibayak sejak pendakian pertama kali dua tahun lalu.

Jalur awal dengan anak tangga dan pohon pandan-pandanan sedikit becek dan berlumpur karena memang sebenernya saat itu sedang musim hujan. Kami harus berhati-hati dan berpegangan pada batang pohon agar tidak terpeleset.

Spot yang pas untuk memandang gunung Sinabung juga masih di posisi yang sama.

Puncak Takal Kuda Gunung Sibayak

Kalau pada baca tulisan saya tentang pendakian pertama yang cuma sampai kawah, saya memang bertekad untuk mendaki sampai puncak takal kuda kalau ada kesempatan mendaki berikutnya. Puncak Takal Kuda adalah puncak dari segala puncaknya Gunung Sibayak.

Related Post: Gunung Sibayak, Tektok Perdana

Meski panas terik dan ramai pendaki (entah dalam rangka apa padahal liburnya kejepit), saya dan Dwi berjalan cepat meninggalkan kedua adek saya yang lain. Sampai di kawah istirahat sebentar di bawah terik matahari. Kemudian melanjutkan perjalanan menuju puncak Takal Kuda (Takal = Kepala dalam bahasa Karo). Saya juga ngga tau kenapa disebut puncak takal kuda. Sebab dari sudut manapun rasanya ngga menemukan kemiripan bentuk dengan kepala kuda.

Ramainya para pendaki memang jadi bikin suasana kurang syahdu, sih. Tapi dengan begitu ada kekuatan yang bikin nyali saya ikut bangkit dan berani lanjut mendaki sampai puncak. Secara kasat mata, jalurnya terlihat gampang karena banyak undakan sebagai pijakan. Tapi setelah dijalani, jiper juga. Takut kepeleset dan terjun ke jurang. Mana Dwi sempet ragu mau naik, tapi saya dorong terus biar ada kawan, hahaa.

Setengah jalan, kami kembali berhenti untuk mengumpulkan tenaga dan nyali sambil makan ciki-ciki. Saat muncul sinyal, adek saya nelpon sekedar ngasih kabar kalo mereka dapet spot yang pas dan cocok untuk, TIDUR! Gapapa, dimaklumin, kan ceritanya lagi sakit.

Di belakang, pemandangannya Masyaallah, penampakan hampir seluruh wilayah Tanah Karo terpampang jelas dan luas. Kalau malam, pasti jauh lebih cantik dengan terbaran lampu-lampu. Yang pasti harus ngecamp dulu untuk mendapatkan pemandangan yang dimasksud.

“Jangan nengok ke bawah, kak!”

Begitu teriakan pendaki lain saat melihat kami bolak balik noleh ke jurang-jurang di belakang dan ketakutan. Sementara jalurnya sempit sekali dan harus bergantian antara yang naik dan turun. Ngga jarang kami harus saling mengalah dan duduk pada sisian tebing, berpegangan erat pada akar-akar pohon. Akarnya tercabut atau pijakan longsor, ya, wassalam…

Dibantu semangat dan ditarik pendaki lain, akhirnya sampailah kami di puncak Takal Kuda tepat pukul 12 siang. Kami menyebutnya sebagai “Tutorial menggosongkan kulit” hahaa.

Apa Asyiknya Mendaki Gunung Sibayak?

Kami berempat adalah orang terakhir yang turun dari puncak Takal Kuda. Sengaja supaya fotonya ngga bocor. Dengan begitu, kendala yang kami alami adalah kesulitan untuk turun pada jalur yang sama sebab ngga ada yang nolongin atau mandu baik dari atas atau dari bawah.

Gawat! Untung dua orang terakhir bareng kami tadi ikutan turun dan bersedia bantuin, meski kami harus merosot. Ya gapapa daripada ngga turun-turun.

Berarti ini kali kedua saya hiking ke Gunung Sibayak. Kalau ditanya mau lagi? Jawabnya pasti mau. Pendakian kedua ini berhasil menginjakkan kaki ke Puncak Takal kuda meski kesiangan dan bawa pulang kulit gosong.

Belum ngerasa bosan, sebab selalu ada cerita dan pengalaman baru setiap momen pendakian. Bertemu dengan sesama pendaki yang mungkin secara penampilan tampak sangar tapi lembut hatinya. Selama mendaki belum pernah dengar kekerasan verbal dan fisik. Ya gitu, alam aja disayang apalagi sesama manusia, ya.

Saya dua kali jatuh tergelincir karena bebatuan kecil, dan saat itu pula pendaki lain sigap buat nolongin. Padahal saya jatuhnya ngga yang gimana-gimana. Dwi aja ngakak, kok, bukannya nolongin.

Mungkin itulah sedikit banyak nikmatnya mendaki. Puncak memanglah tujuan akhir setiap pendaki, tapi justru dibalik itulah keseruannya. Bagaimana Mengelola Emosi, menurunkan ego, berbagi dan melupakan sejenak hiruk pikuk hati dan pikiran. Buktinya adek saya yang tadinya sakit jadi sembuh, kan? Mungkin karena tidur di bawah tebing, kena angin gunung dan sedikit sentuhan debu-debu serta aroma belerang yang ngga banget itu, haha.

Yudah sekian dulu, terima kasih sudah membaca. Mungkin nanti kalau jadi camping akan ada tulisan ke-3 tentang Sibayak. Ya, seasyik itu hiking ke Gunung Sibayak 🙂

Related Post: Rekomendasi Camp Site Seru di Sekitaran Medan

46 tanggapan untuk “Puncak Takal Kuda Gunung Sibayak

    1. Seru banget sih kak mendaki gunung gitu.. aku tuh dari dulu selalu bermimpi bisa naik gunung, hiking juga.. tapi sampai punya anak bujang masih jadi mimpi 😀, duh bayangin indahnya pemandangan sepanjang perjalanan mendaki.. ya udahlah terpuaskan sedikit mimpi setelah baca artikel mba ini.. thanks mba 🥰

  1. “penampakan gunung sinabung juga masih di spot yang sama” kalo gunung sinabung tiba-tiba geser kan horor juga ya. Untuk daki di jalur pendaki, sampai tergelincir itu sepatunya gak sesuai atau memang jalurnya serawan itu ya

  2. Kata-katanya memang mendaki ke Sibayak maish lebih enjoy dibanding ke Sinabung. Aku belum pernah sih ke Sibayak. Dulu jaman kuliah mendaki ke Sinabung yang suka merajuk itu. Hahaha. Seru memang bisa naik gunung bareng teman-teman atau saudara yang sefrekuensi.

  3. Jd teringat novel 5cm. Pasti excited banget ya rasanya. Bisa susah payah naik ke puncak dgn sgala rintangan nya. Puas sekali pasti.

  4. Waaah.. udah kebayang serunya sih kak…Pengalaman mendaki Gunung Sibayak sampe Puncak Takal Kuda jadi bikin mupeng pengen naik gunung juga. Aku belum pernah sih naik gunung, tapi mudah2an suatu hari bisa terelisiasi dan sepertinya Sibayak akan menjadi gunung pertama yang didaki. Terima kasih udah berbagi pengalaman Kak, semoga terus sukses dan terus berpetualang! 🏔️✨

  5. Pengalaman saya selama mendaki dulu jaman kuliah, memang rasanya anak-anak gunung (orang yang hobi mendaki) sejati itu orang-orang yang santun dan good attitude. Karena mungkin mereka yang udah biasa naik gunung tau betul kalau bad attitude bukan cuma manusia yang sebel, penghuni gunung asli pun akan sebel… xixixi… efeknya you know lah yaaa, kak. hehehe..

    Saya dan Pak Suami punya hobi yang sama, kami suka dengan alam, jadi buat kami naik gunung itu seni. Seni bagaimana cara menaklukkan track yang susah dan seni mempelajari sifat manusia. Seru aja sih. Apalagi kelelahan kita dibayar dengan pemandangan yang Masya Allah.

    Cuma.. kalau sekarang kami disuruh naik gunung lagi.. hmm… mikir keknya, secara usia sudah tak sanggup jalan menanjak. Bobot badan kami sudah tak ramah lagi buat naik gunung.. hiks…

    1. Masyaallaah, senengnya ya mbak ketemu yang sefrekwensi…
      Aku juga nih, saat ini sanggupnya tektokan aja di Gunung yang punya jalur wisata kaya Sibayak. Udah harus sadar umur ya mbak, hihii

  6. Bertemu teman sesama pendaki tuh kayaknya menyenangkan. Sigap membantu teman yang kesulitan. Bener sih. Alam saja disayang. Apalagi sesama manusia.
    Aku jadi pingin mendaki juga, Kak. Nggak pernah akutu.

  7. Walau lelah tapi kalau sudah sampai di puncak rasanya jadi seger lagi ya kak. Berastagi emang seindah itu kayaknya. Langitnya bagus banget.

  8. Duh adiknya lucu banget
    Seneng pastinya punya adik yang sehati dan sehobi

    Andai punya adik seperti Kak Suci, kayanya saya juga udah beredar ke bukit dan gunung yang banyak ditemukan di jawa barat

  9. Aku suka banget foto puncak Takal Kuda itu Ci. Clear dengan komposisi warna yang bagus banget. Sentuhan warna alam di batunya bersanding apik dengan birunya langit dan putihnya awan. Simpen baik2 fotonya ya Ci. Nanti masukkan di antologi perjalanan lagi. InshaAllah untuk buku kesekiannya PAPI.

    BTW, aku selalu salut deh dengan orang-orang yang suka dan sanggup mendaki. Kalau aku, jangankan naik, membayangkannya aja sudah lemes (lebay). Tapi mungkin karena nafasku memang pendek-pendek ya. Padahal gak sakit asma. Jadi yang namanya ndaki dan naik turun tangga tuh jadi trauma bagi hidupku (halah).

  10. Adihbagus banget ya pemandangan di sepanjang jalan menuju Puncak Gunung Sibayak ini
    Kalau deketmau banget main
    Mbak Suci bisa,aku juga harus bisa ya. Hehehe…
    Semoga ada kesempatan ke puncak Tapal Kuda Sibayak. Aamiin…

  11. Selalu dapet pengalaman seru kalo naik ke puncak gunung tuh iya kan kak?
    Aku seperti hiking virtual ke Tapal kuda Sibayak hihi..
    Bagus banget pemandangannya indah dan sejuk bikin healing yaa

  12. Seruu.. naik gunung bareng bestiee..
    Tapi mang gitu yaa.. kalo uda bestie banget malah ngetawain tuh kalo ada apa-apa. Huhuhu..

    Cantik sekali Puncak Takal Kuda Gunung Sibayak.
    Kebayang naiknya mashaAllaah perjuangannya ituu..

    Hasil fotonya clear sekalii..
    Rasanya pin hirup oksigen banyak-banyak pas di puncaknya.

          1. Oh, jadi belerang tuh cenderung uap gitu yaa..
            Soalnya kalo di Tangkuban tuh..belerangnya di bawah. Jadi pas kita ke lereng2nya gitu… ga kecium. Eh, tapi aku gaberani jg sii… yg katanya efeknya bagus buat kulit gitu kan yaa..

          2. Bagus buat kulit tp mungkin ga bagus klo kehirup / ketelan ya, Teh… Kalo di GTB uapnya ngga naik kan ya, kalo di Sibayak menguap sampe ada asapnya gitu Teh dan ada bunyinya seperti bunyi mesin…

  13. Sepanjang jalan dan menanjak bikin takjub ya dengan pemandangannya. Eksplor tempat yang menyenangkan nih kak.

    Kek nya kalo daku bakalan gemeteran wkwkwk, apalagi kalo udah ngeliat kana kiri ada jurang.. Kecuali barengan serombongan yang nyalinya cihuy semua, mungkin cihuy juga dah haha.

Tinggalkan Balasan