Perjalanan Mengenali Diri
Perjalanan mengenali diri rasanya akan berlangsung seumur hidup. Selama hayat dikandung badan, selama masih menginjak bumi, selama masih bernafas, hidup akan selalu mengalami proses yang melibatkan penerimaan diri, introspeksi dan refleksi.
“Perjalanan terberat dalam hidup adalah menemukan diri sendiri. Perjalanan terkelam dalam hidup adalah kehilangan diri sendiri. Perjalanan hidup paling membahagiakan dan penuh syukur adalah menemukan kembali diri sendiri.” ~Anonim~
Suka sekali dengan quote di atas. Terdengar pesimis, tapi rasanya tidak begitu juga. Kenyataannya memang sulit. Terkadang saya ingin bersegera menemukan jati diri. Bagi saya menemukan diri sendiri itu seperti refleksi kedamaian yang saya rasakan dalam hidup.
Yang terjadi ngga semudah itu. Justru tantangannya adalah bagaimana menyelaraskan pikiran yang terisi dengan beribu tanya, beribu kekhawatiran, beribu masalah, beribu keinginan, beribu solusi dll, dengan aksi dan hasil yang selalunya jauh berbeda dari itu semua.
Sering kecewa? Oh,tentu saja. Marah, sedih dan merutuki diri itu sering terjadi. Tapi itu ngga merubah apapun. Ngga menjadikan waktu berputar kembali.
Tapi disitu pula titik balik dimana saya terpaksa harus menerima. Hasilnya saya sadar, justru dengan menerima itulah muncul kedamaian yang dicari. Saya ngga memaksakan semua harus berjalan sesuai keinginan, karena itu hanya akan menyakiti diri sendiri.
Masalah yang Mendewasakan
Ngga ada yang bisa menghindar dari masalah. Begitulah yang terjadi pada saya bertahun silam. Kedamaian hidup harus diusik dengan badai yang selalu saya sebut badai paling dahsyat yang menghantam saya sejadi-jadinya.
Itu terjadi saat kedua anak saya masih balita sampai menginjak bangku sekolah. Saat-saat saya butuh penguat, butuh dukungan dan butuh nasehat. Tinggal jauh dari orang tua memaksa saya untuk tanggung badan sendiri seluruhnya. Sempat ada rasa pesimis dan putus asa bahkan ingin menyerah. Namun, empat pasang bola mata kecil yang selalu membayangi setiap langkah itulah yang justru menguatkan dalam perjalanan menganali diri.

SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats)
Mendengar pemaparan Teh Ani Berta tentang pengenalan diri kemarin, saya jadi flashback ke masa lalu. Takjub dengan diri sendiri sampai bisa berjalan sejauh ini. Bisa melewati badai dan sekarang berdiri dengan tegak disini.
Tak lain adalah menemukan kekuatan dan memperbaiki kelemahan agar bisa terus bertahan. Egois rasanya kalau saya menyerah dan menelantarkan dua nyawa yang sudah menjadi amanah. Salah satu yang menguatkan adalah keyakinan bahwa saya adalah orang pilihan Allah yang dianggap layak membopong cobaan dan mampu melewatinya. Alhamdulilllah…
Meski saat ini belum sempurna, saya selalu berusaha untuk menjadi versi yang lebih baik dari kemarin. Tak selalu berlangsung mulus. Malah grafiknya cenderung turun, tapi bukan berarti saya pasrah.
Ada kalanya kekuatan besar datang begitu saja sehingga saya mampu berdiri dan mengusir segala bebatuan yang menghujam bahu dan menghalangi setiap langkah. Tak lain tak bukan adalah karena saya punya motivasi, yaitu orang tua saya yang sudah tidak lagi lengkap, serta kedua anak yang sudah kehilangan sosok ayah sedari balita.
Ya, kami saling menguatkan satu sama lain. Menemukan kelebihan yang bisa menjadi motivasi untuk terus berjalan, menutupi kelemahan dengan mencari solusinya supaya tidak jadi pengalang untuk melangkah. Mencari peluang agar segala sesuatu bisa terus berlanjut salah satunya dengan tidak menyia-nyiakan kesempatan belajar bersama ahlinya, dan mulai mempersiapkan perisai untuk bisa bertahan dalam resesi hidup maupun resesi ekonomi ke depannya
Saat ini saya mulai menemukan passion diri. Menulis adalah salah satunya. Berawal dari curhatan receh tentang hidup di sebuah blog pribadi, sekarang laman sederhana ini justru membawa saya belajar banyak hal, mengenal banyak orang, mendapatkan peluang cuan dan banyak berbagi.
Related Post: Kosongkan Gelas di Kelas Ani Berta
Kalau mengingat belasan tahun lalu, apa jadinya kalau saya menyerah? Mungkin saya ngga punya manifestasi apapun sampai sekarang.
Satu hal yang saya syukuri adalah, kemauan saya untuk bertahan, belajar, mengenal dan instrospeksi. Meski perjalanan untuk mengenal diri sendiri masih terus berlangsung, setidaknya saya masih bisa tersenyum kalau mengingat masa lalu. Sesuatu yang awalnya saya tangisi, saya sesali, berubah menjadi hal yang sepatutnya saya syukuri. “finally i can smile and walk calmly”
Saat ini, saya kembali menjadi diri sendiri. Hobi yang dulu sempat dikubur mati, kini bisa kembali saya jalani dengan rasa bahagia. Keluarga bahagia bersal dari ibu yang bahagia.
Saya bisa bergaul dengan siapa saja yang mampu menebarkan energi positif, saya bisa menulis dengan liarnya, saya bisa berpetualang dengan senangnya, bisa bekerja dengan tenangnya serta beribadah dan berinterksi dengan Allah sebegitu indahnya.
Orang pertama yang patut saya ucapkan terimakasih dalam perjalanan mengenali diri adalah “diri sendiri”. Terimaksih sudah bertahan, terimakasih sudah melangkah dan terimakasih sudah menerima 🙂