Berniat Buka Jasa Open Trip? Mungkin Bisa Lakukan Saran Berikut

Berniat Buka Jasa Open Trip? Mungkin Bisa Lakukan Saran Berikut

Sebelum-sebelumnya, kita sering dengar orang-orang berwisata dengan konsep Private Trip (PT) pakai jasa (TA) Travel Agent. Para TA itu menawarkan perjalanan ke destinasi wisata dengan biaya yang sudah ditentukan, dimana dalam biaya tersebut biasanya sudah termasuk ongkos transportasi, hotel, makan dan tiket masuk wisata. Dari mulai pemesanan tiket transportasi, booking hotel, itinerary, dll, semuanya sudah dipersiapkan pihak TA. Peserta tinggal bawa diri dan perlangkapan pribadi.

Peserta PT, umumnya adalah pribadi, satu kelompok atau keluarga yang sudah saling mengenal. Mereka ikut TA apabila perjalanannya jauh dan melibatkan banyak orang serta mengunjungi banyak destinasi dan identik dengan wisata kelas menengah ke atas. Karena biasanya TA punya manajemen waktu yang baik supaya bisa mengunjungi banyak destinasi dalam waktu yang singkat dengan biaya yang lebih ekonomis. Makanya banyak TA punya minimal jumlah peserta agar bisa sharing cost sehingga biaya murah bisa didapatkan.

Akhir-akhir ini kita sering dengar istilah Open Trip (OT), kan? Nah, konsepnya hampir sama dengan Private Trip. Beda istilah aja, sih. Cuma OT ini lebih identik dengan perjalanan ke alam, destinasi sudah ditentukan, biaya lebih murah dan pesertanya terbuka untuk semua orang. Dan tentu saja ngga perlu punya TA untuk bisa OT, apalagi kalau cuma main ke alam-alam yang ngga begitu jauh.

Contoh Flyer OT ke Gunung Sibayak ala trisuci.com 😀

Fenomena Open Trip

“Open Trip Gunung Sibayak (Puncak Takal Kuda, Telaga Putri dan Air Terjun)”. Begitu kira-kira woro-woro dari salah satu temen IG saya yang punya jasa OT. Saya tertarik ikut serta karena ada destinasi Telaga Putri dan Air Terjun yang memang belum pernah saya kunjungi. Akhirnya saya berangkat bersama beberapa teman lain yang sama sekali belum saya kenal.

Sialnya, pagi itu berangkatnya molor dari jadwal yang sudah ditentukan. Terlambatnya ngga main-main, 2 jam lebih. Bagi sebagian orang, mungkin waktu 2 jam itu ngga seberapa. Tapi bagi peserta yang terbiasa tepat waktu, jangankan 2 jam, 15 menit aja udah menyebalkan.

Penyebabnya adalah peserta yang sepele dengan waktu. Menormalisasi keterlambatan dan sirkelnya sudah kebal dengan kebiasaan itu. Jadi ketika dihadapkan dengan sesuatu yang udah terjadwal meski bukan dengan kalangannya sendiri, dia cuek bebek. Menganggap semua orang akan memakluminya. Salah satu penyebab kebiasaan itu terlihat normal mungkin karena ngga ada punishment yang bikin efek jera.

Peserta lain mungkin masih bisa menanggapi dengan berpura-pura senyum manis. Apalagi bos OT-nya. Lah, saya? Mana bisa! Kalau udah ngga sor, mana ada muka dimanis-manisin. Ngga bisa dan ngga mau juga, haha. Bodo amat!

“Iya kak, salahku juga, ya, kemarin ngga dipastikan dulu soal kendaraannya”. Begitu jawab bos OT ketika saya pelan-pelan “komplain” tentang keberangkatan yang molor itu. Iya, penyebab molor karena ada beberapa peserta yang ngga punya kendaraan dan ngga ada tebengan. Yasudah kita tanggapi dengan senyum, besok-besok ngga usah pake OT-nya lagi. Beres.

Related Post: Tektok Gunung Sibayak Lagi

Next saya pake OT yang berbeda dengan tujuan berbeda juga. Sama, ada aja kok yang telatnya sampe 1 jam lebih. Ngga ngerti deh, mereka punya rasa sungkan, ngga, sih? Kita ngga telat, tapi datang disaat peserta lain udah ngumpul aja rasanya gimana gitu, ya? Tapi kali ini kami duluan jalan dan yang telat nyusul meski tetap aja sampe di pos kita masih harus menunggu. Huft!

Related Post: Air Terjun Dua Warna, Kaskade di Tengah Hutan

Selain sola telat, ada cerita lain lagi yang bikin perjalanan OT sedikit terhambat. Peserta yang sama sekali ngga paham soal medan, trek dan kondisi badannya sendiri. Dia lemes di 10 menit pertama mulai hiking, sementara perjalanan masih dua jam lagi dengan trek yang semakin menggila. Namanya kelompok ya harus saling tunggu menunggu, kan? Penyelenggara OT juga ngga ada ngasih P3K atau apa kek misal minyak angin, pijatan ringan, dll.

Usut punya usut, ternyata dia asal ngikut trip, ngga cari tahu dulu info terkait destinasi dan OT juga ngga ngasi gambaran singkat. Jadi sebenernya ngga ada komunikasi yang jelas dan tegas antara OT dan peserta.

Kemarin saya sempet lihat peserta OT ikut OT dan kemudian hari saya lihat dia udah jadi penyelenggara OT-nya. Kalau diperhatikan, saat ini buka OT mungkin bisa cuma modal nekat. Yang penting tau rutenya dan menawarkan jasa dokumentasi. Udah cukup! Ngga perlu lagi ada sertifikasi apakah si penyelenggara ini punya keilmuan tentang hutan belantara, paham tentang bertahan hidup di alam, tahu sedikit perihal P3K, dll.

Kalau kalian punya kebiasaan telat, menyepelekan waktu, males bangun pagi, mageran dan ngga punya rasa sungkan sama peserta lain, jangan pilih Open Trip, better pilih Private Trip, yes?

Tips Untuk Kamu Yang Mau Buka OT

Berdasarkan sedikit pengalaman ikut OT, saya berniat buka jasa OT…

Eh ngga deng, hehe

Saya cuma mau memberikan sedikit saran untuk kalian yang ujug-ujug buka OT supaya penyelenggara dan peserta OT-nya sama-sama senang:

  • Punya Jiwa Supel, Macammana peserta mau enjoy kalau kita sebagai penyelenggara ngga mau berbaur dengan peserta. Janganlah pula jadikan mereka kek anak ayam kehilangan induk atau nyari-nyari induk. Selagi masih dikumpulin di grup WA, ya, mulai disapa, ajak kenalan dan ngobrol dengan peserta supaya nanti pas hari H ngga ada rasa canggung antara penyelenggara apalagi antar peserta, ya, kan.
  • Peka dan Solutif, Sepanjang perjalanan rajin-rajin nanya kondisi peserta, apa keluhan dan cepat tanggap cari solusi. Jangan cuek bebek (kalo orang medan bilang, mau duitnya doang)
  • Paham Ilmu Tentang Aktivitas Alam, Mengetahui sedikit tentang P3K, masa ada peserta kelelahan atau cidera yang khawatir dan sibuk nolongin malah sesama peserta. Minimal bawa persediaan obat-obatan standar P3K deh kalau kamu ngga paham penyelamatannya.
  • Informatif, sebelum berangkat dibrief dulu pesertanya tentang kondisi alam, kondisi trek, hal-hal yang perlu dan ga perlu dibawa, do & dont-nya itu lengkap supaya peserta juga punya persiapan fisik dan mental.
  • Punya Keahlian Fotograpi, Dan ngga pelit dokumentasiin kegiatan. Lebih bagus lagi kalau kamu punya kamera bagus + drone, biasa peserta suka yang dokumentasinya lengkap begini. Yaa minimal pinter cari angel, arahin gayanya, dan sering-sering candid peserta. Almost everybody loves candid, right? haha
  • Punya Keahlian Melawak, Ngga wajib sih tapi kamu punya poin plus. Peserta bakalan happy sepanjang jalan kalau ada yang pinter ngelawak dan itu bakalan jadi kenangan yang tak terlupakan. Setidaknya mereka lupa rasanya lelah dan ngga bosan.
  • Pelayanan After Sales, misal follow back semua akun peserta, tag namanya kalau kamu post foto yang ada dianya, sering interaksi di setiap postingan peserta dll dsb
    • Media Sosial Menarik, Kamu harus punya skill copywriting dan edit video supaya postinganmu menarik dan diminati banyak orang yang akhirnya pakai jasa OTmu.
    • Santai tapi Tegas, Ini lumayan penting misalnya kasih spare waktu keterlambatan sertakan alasan kenapa kita harus ontime. Tegas bagi yang melanggar, sebab yang ikut kan banyak dan ini bukan private trip jadi saling menghargai sesama peserta terutama yang disiplin.

Kira-kira segitu aja sih saran dari saya. Jadi ini tuh sebenernya POV dari peserta aja yang udah ngerasain plus minusnya ikut beberapa OT. Kira-kira kalian udah pernah ikut OT? Gimana pengalamannya?

A simply mom.. About live, life, love and laugh...
Pos dibuat 409

Tinggalkan Balasan

Pos Terkait

Mulai mengetik pencarian Anda diatas dan tekan enter untuk mencari. Tekan ESC untuk batal.

kembali ke Atas
error: Content is protected !!