18 Hari di Gua Tham Luang Nang Non dalam Film Thirteen Lives

18 Hari di Gua Tham Luang Nang Non dalam Film Thirteen Lives

Film Thirteen Lives ini menjadi film terbaik yang saya tonton sejauh ini (tentu saja versi saya sendiri). Dalam kurun waktu belum ada seminggu, saya sudah nonton dua kali. Nonton pertama cuma tegang dan berdebar. Yang kedua tegangnya berkurang tapi jadinya nangis. Ngga Suci namanya kalo ngga cengeng, sih, emang.

Sesuai judul, 18 hari terjebak dalam gua yang sempit dan pengap tanpa makan tanpa minum tanpa penerangan yang cukup dan minimnya oksigen. Kalian bisa bayangin rasanya gimana? Jangan bilang bisa, ya, kalau mati lampu 2 jam aja udah pada ngamuk-ngamuk sama PLN. (Gapapa,sih, kan kita udah bayar, ya) dan mereka semua selamat!

Iya tulisan ini memang mengandung spoiler. Saya juga udah tau dari awal endingnya mereka semua selamat. Kan berdasarkan kisah nyata. Ingat, ya, film berdasarkan kisah nyata itu pasti udah ketauan endingnya dan ngga ada anak mudanya, haha. Tapi yang bikin betah nonton film Thirteen Lives ini sampe selama 2,5 jam (malah nonton ulang) selain visualnya adalah dramatisnya proses penyelamatan 13 nyawa itu.

Berlatar di sebuah pedesaan Negara Thailand. Meski belum pernah kesana, tapi seluruh dunia tau lah seperti apa indahnya negeri gajah putih ini, kan.

Thirteen Lives

Cast: Viggo Mortensen, Colin Farrell, Joel Edgerton, Tom Bateman, Sukollawat Kanaros, Pattrakorn Tungsupakul, Popetorn Soonthornyanakij, DLL

Sutradara: Ron Howard

Bahasa: Thailand, Inggris

Durasi: 2Jam 27Menit

Rilis: 29 Juli 2022

IMDb: 7,8/10

Related Post: Sounds of Freedom, Kisah Nyata Sebuah Misi Penyelamatan

Sinopsis Film Thirteen Lives

Mungkin kalian ada yang ingat berita anak-anak yang tergabung dalam tim sepak bola lokal terjebak di gua Thailand. Kejadiannya Juni tahun 2018, masa-masa hebohnya piala dunia. Saya awalnya juga ngga ngeh. Pilih nonton film ini karena kisah nyata dan ratingnya tinggi. Udah itu aja.

Tapi setengah perjalanan nonton, saya tiba-tiba keingat pernah deh lihat beritanya di TV. Setting filmnya, guanya, situasi di film itu persis bangeeet seperti berita yang saya lihat waktu itu. Salut sama sutradaranya, penggambaran filmnya yang autentik ini bikin saya yang sama sekali lupa jadi keinget.

Pegunungan Doi Nang Non, perbatasan Thailand-Myanmar memang punya alam yang cantik sekali. Setidaknya kesan pertama nonton film ini tuh saya terpesona sama visualnya. Bukit hijau, kabut, persawahan dan jalanan desa yang indah menjadi latar lapangan tempat latihan sepak bola anak-anak yang tergabung dalam tim Wild Boars.

Sore itu, Sabtu 23 Juni 2018 selesai latihan, 12 anak dan 1 pelatihnya main ke gua. Keknya sih kegiatan ini udah biasa mereka lakukan. Naasnya sore itu mendadak hujan deras padahal belum musimnya dan air gunung dengan capat membanjiri gua membuat mereka terjebak di dalam pada jarak lebih dari 3 KM dari mulut gua. FYI: Gua ini panjangnya 10 KM dan menjadi gua terpanjang di Thailand.

Penjaga Taman Nasional yang ngeh, kemudian melapor ke warga desanya. Singkat cerita berita tersebar hingga akhirnya tim penyelamat Navy Seal dari Thailand berdatangan. Malam itu, dengan kondisi hujan deras, lokasi kejadian menjadi ramai dengan keluarga, warga dan tim penyelamat. Ya heboh pildun ya heboh anak hilang juga.

Seluruh warga berkerja sama untuk berusaha menyelamatkan. Setidaknya mengetahui keberadaan mereka. Pompa dikerahkan untuk menyedot air dari dalam gua. Sementara ada yang mengalihkan air dari gunung ke persawahan warga.

Sampai hari ke-5, lokasi anak-anak belum ditemukan. Dua penyelam dari Inggris bernama Richard (Viggo Mortensen) dan Jhon ( Joel Edgerton) didatangkan langsung untuk misi penyelamatan ini. Awalnya mereka hampir ditolak dan disepelekan oleh Navy Seal lokal sebab penyelaman pertama mereka tidak membawa hasil apapun.

Hingga permohonan untuk kembali menyelam disetujui. Mereka dibekali tali panjang dan kamera. Setelah melewati pertigaan dan terowongan stalaktit dengan medan yang sulit, akhirnya hari ke-10 lokasi anak-anak ditemukan. Semuanya selamat dengan kondisi tubuh yang memprihatinkan. Ya jelas, mereka ngga makan berhari-hari dengan kondisi mental yang hampir down karena keputusasaaan.

Related Post: Young Woman and the Sea, From Zero to Hero

Keduanya merekam kondisi anak-anak dan kembali ke daratan setelah berjanji kembali datang untuk membawa mereka keluar. Kegembiraan menyelimuti seluruh desa mengetahui berita baik ini. Tapi ini pula awal dari permasalahannya. Bagaimana caranya membawa anak-anak itu keluar dengan selamat.

Mengingat satu orang pernah panik saat diselamatkan dan bahkan satu orang anggota Navy Seal Thailand bernama Saman Kunan meninggal saat misinya membawa tabung oksigen untuk stok tim di sepanjang jalur penyelaman dan baju selam untuk anak-anak. Ia kehabisan oksigen saat sebuah insiden tubuhnya tersangkut di celah sempit.

Durasi penyelaman yang memakan waktu lebih dari 5 jam ngga bisa menjamin anak-anak itu ngga panik menyelam di dalam air yang dingin, arusnya deras, celah-celah sempit, gelap dan penuh ketidakpastian. Lama terjebak dalam gua perlahan pasti mati, keluarpun belum tentu selamat.Dilema!

Selama memikirkan caranya, beberapa penyelam yang terdiri dari tim medis didatangkan dan sebagian tinggal bersama anak-anak di gua. Mereka dibekali dengan makanan dan selimut darurat.

Sampai akhirnya sebuah ide datang dari Richard bagaimana caranya mengeluarkan anak-anak tanpa panik. Didatangkanlah kembali rekan mereka seorang penyelam yang berprofesi sebagai dokter anestesi bernama Harry ( Joel Edgerton).

Harry awalnya menolak, sebagian besar ikut menolak. Yaa karena memang cara ini tidak dibenarkan. Namun akhirnya karena sudah masuk hari ke-15 dia setuju dan yes, anak-anak itu akan disuntik anestesi sebelum ditenggelamkan dan dipastikan sepanjang perjalanan mereka dalam kondisi tak sadarkan diri.

Misi ini dirahasiakan dari siapapun termasuk pada anggota keluarga. Yang mengetahui hanyalah tim penyelam dan gubernur yang berwenang. Seluruh desa disterilkan dari orang-orang yang ngga berkepentingan termasuk wartawan.

Berlangsunglah misi penyelamatan yang dramatis itu. 13 penyelam dikerahkan menuju lokasi anak-anak. Caranya setiap penyelam membawa 1 anak yang akan menjadi tanggung jawabnya. Sepanjang perjalanan, memastikan masker anak tidak bocor, anak dalam keadaan tidak sadar dan masih bernafas. Anestesi disuntikkan secara berkala sebelum anak tersadar dan panik.

Anak-anak yang kondisinya sehat diberangkatkan terlebih dahulu masing-masing 4 orang. Kemudian menyusul anak-anak lain dan terakhir adalah tim medis. Butuh 3 hari untuk proses ini. Disaat yang sama hujan muson kembali turun yang menyebabkan ketinggian air dalam gua meningkat.

Tanggal 10 Juli 2018, tim penyelam besama 13 pesepak bola beserta tim medis akhirnya berhasil keluar dengan selamat. Saya ikut mengucap Alhamdulillaah. Semua merasa lega dan merayakan keberhasilan ini dengan penuh syukur dan suka cita

Setelah dua kali nonton ulang, kek berasa belum puas aja gitu, saya nonton video dokumenternya di yutub dan nangis haru. Nonton proses penyelamatan dan ending dalam versi aslinya. Sungguh sebuah keajaiban.

Kesan dan Pesan

Kejadian ini viral dan menyita perhatian seluruh dunia. Ribuan tim penyelamat dari seluruh dunia turun tangan dalam misi ini. Bahkan diklaim sebagai misi penyelamatan paling dramatis sejauh itu.

Kondisi medan yang sulit disertai hujan yang turun hampir setiap hari semakin menyulitkan prosesnya. Keadaan ini yang menggerakkan hati para tim penyelamat dan penyelam dari seluruh dunia berdatangan ke Thailand dan membantu secara sukarela.

Kesan menonton film Thirteen Lives adalah rasa kagum pada seluruh aktor dan sutradara. Apresiasi yang sebesar-besarnya karena berhasil menghadirkan tontonan yang berkulitas, baik dari segi gambar, akting, visual serta pesan-pesan yang disampaikan selama film ini tayang.

Meski alurnya sedikit lambat, tapi ngga bikin saya bosen nontonnya. Yang biasanya kalo ngga sabaran selalu dipercepat, ini sebaliknya. Saya rewind kalo sekiranya ketinggalan sedikit saja atau belum ngeh sama jalan ceritanya.

Berhubung ngga ada video asli dalam ending creditnya, selesai nonton saya sampe brosing dan menemukan beberapa foto serta video pada saat kejadian itu. Dan surprisingly, emang situasinya beneran mirip bangeeeet kek di film yang baru saya tonton.

Keberhasilan menyelamatkan 13 nyawa dari gua itu memang sebuah keajabaian. 10 hari tanpa makan dan minum, dingin, pengap, oksigen yang minim dan tanpa penerangan sampe bikin ngga tau kapan bergantinya hari rasanya ngga mungkin bisa bertahan sampe sejauh itu.

Dari kesaksian anak-anak, mereka bisa sekuat itu karena pelatih yang hebat. Dalam gelap, pelatih membawa timnya untuk selalu bermeditasi. And it worked. Mereka bisa tenang, tanpa saling menyalahkan dan bertahan hidup melalui kerjasama yang baik. Padahal mereka masih usia remaja yang rentan sama ego. Ketika ditemukan tim penyelamat, alih-alih memaksa, berteriak atau menangis meraung-raung, mereka bahkan masih bisa berterimakasih dengan menangkupkan tangan di dada, masih bisa tersenyum dan wajah penuh optimis, bisa bersabar dan ngga ada yang tantrum. Mereka yakin masih punya harapan. Masyallaah..

Jadi pesan yang tersampaikan adalah, dalam kondisi terdesak agar selalu tetap tenang dan jauhi rasa panik. Nurut sama ketua tim dan hilangkan ego. Tidak ada saling menyalahkan, sebaliknya harus saling menguatkan. Rasanya sulit, ya. Tapi cara ini terbukti berhasil dan mereka semua keluar dengan selamat.

Di sisi lain, begitu juga tim penyelamat dan seluruh warga yang bergotong royong bekerja sama dalam hal apapun. Para biksu membantu dengan doa-doanya, warga capek mompa air yang ngga kunjung surut, tapi ngga menyerah. Tim yang bekerja mengalihkan air dari gunung ke persawahan juga tak beputus asa. Begitupun warga desa yang rela sawahnya harus rusak karena dijadikan penampungan air. Sukarelawan yang berdatangan dari seluruh dunia, meninggalkan keluarga dan rela mati. Semuanya demi anak-anak yang bahkan bukan siapa-siapa mereka semata-mata agar semua bisa keluar bahkan selamat.

Begitu pentingnya solidaritas dan hati nurani untuk setiap musibah yang terjadi. Strategi penyelamatan yang melibatkan seluuuuruuh elemen masyarakat terbukti berhasil. Alih-alih menyalahkan anak-anak “siapa suruh main ke gua” atau menyalahkan pelatih yang dianggap berperan penting dalam kejadian ini bahkan menyalahkan orang tua yang dianggap lalai. Sudahi itu semua dan mulailah membantu. Kalau tidak bisa dengan tenaga, bisa dengan doa. Minimal jaga lisan untuk tidak menyalahkan satu sama lain.

Satu lagi, jangan bilang tim bergerak lambat atau apalah itu kalau belum tau medan dan kondisi yang sebenarnya. Percayalah, seluruh tim pasti sudah bekerja keras.

Film ini didedikasikan untuk Saman Kunan, satu-satunya anggota SEAL Angkatan Laut Thailand yang gugur dalam misi itu. Ia mendapatkan pemakaman terhormat dari negara dan dikenang pada sebuah patung dirinya.

Warga yang sawahnya rusak mendapatkan kompensasi dan anak-anak korban gua yang statusnya masih imigran akhirnya diberi kewarganegaraan dari pemerintah Thailand. Semua berakhir bahagia.

Setelah peristiwa itu, Gua Tham Luang Nang Non dikabarkan tergenang air selama 8 bulan ke depan disusul musim hujan yang mulai datang. Bayangin kalau mereka ngga segera diselamatkan, huhuuu.

Tapi saya yakin, ini jadi pengalaman berharga khususnya bagi ke-13 tim sepak bola yang ngga akan terlupakan seumur hidup. Dan saya yakin, sampai detik ini bahkan selamanya, mereka pasti nangis kalau inget kejadian ini. Filmnya aja dramatis apalagi asilnya. Ngga kebayang.

Keluar dari musibah memanglah bukan sebuah prestasi, tapi keberhasilan mereka seluruhnya yang terlibat dalam menyelamatkan tim sepak bola patut diapresiasi. It called the real mission impossible become incredible, all of them were heroes.

Yang udah nonton, gimana? gimana? Kalo belum, wajib nonton!

A simply mom.. About live, life, love and laugh...
Pos dibuat 390

4 tanggapan pada “18 Hari di Gua Tham Luang Nang Non dalam Film Thirteen Lives

Tinggalkan Balasan

Pos Terkait

Mulai mengetik pencarian Anda diatas dan tekan enter untuk mencari. Tekan ESC untuk batal.

kembali ke Atas
error: Content is protected !!