Tektok Gunung Sibayak Lagi
Untuk ke-5 kalinya tektok gunung Sibayak belum juga mendatangkan rasa bosan. Yang bisanya hanya berdua atau berempat, kali ini pesertanya cukup ramai karena mendaki bersama Open Trip (OT). Jadi ceritanya ini kali pertama saya ikut OT. Sebabnya selain ke puncak Takal Kuda, mereka menyertakan Telaga Putri dalam Itinerary-nya.
Related Post: Puncak Takal Kuda Gunung Sibayak
Yap, pendakian sebelum-sebelumnya saya hanya berhasil mencapai puncak Takal Kuda. Padahal selain itu ada lagi puncak tertinggi Gunung Sibayak yang bernama Puncak Deleng Pintau, ada juga Telaga Putri dan Air Terjun.
Untuk ketiga tempat terakhir itu memang sama sekali belum pernah saya datangi. Selain memang belum tau rutenya, kami juga ngga punya nyali sebesar itu untuk tetap nekat pergi sendiri tanpa didampingi guide.
Itu sebabnya, saya daftar ikut OT karena ada Telaga Putri sebagai salah satu titik tujuan. Surprisingly, OT pertama saya ini dikasi gratis dan dipinjemin hydropack pula, huhuuu terimakasih LingkarB Camp. Nanti ada ulasan tersendiri soal LingkarB Camp, tempat penyewaan alat-alat outdoor activity di Medan.

Keberangkatan yang Molor
Ngga Indonesia emang kalo ngga molor, ya, hahaa
Sebenernya rada kesel sih, tapi apa mau dikata, namanya pergi rame-rame yaa harus banyak-banyak pemakluman dan saling pengertian. Maksudnya satu-satu pengertian, yang lain ngga 🙁
padahal ya, sebelum keberangkatan, malam harinya guide udah umumin di grup titik kumpul dimana dan jam berapa dan himbauan untuk datang tepat waktu. Lalu apa-apa yang harus disiapkan, dibawa ,serta dilakukan termasuk himbauan untuk isi bensin full karena akan melewati jalanan yang ngga ada pom bensinnya.
Hasilnya, diminta kumpul paling lama 7:45 malah ada yang dengan santainya datang hampir pukul 9. Tarik nafas pertama dimulai…
Sudahlah datang telat, eh sampai detik itu dia belum ada kendaraan dan belum dapat tebengan. Oke, tarik nafas kedua…
FYI: OT ini exclude kendaraan. Jadi masing-masing peserta bawa kendaraan sendiri.
Sudahlah telat, ngga ada kendaraan, belum ada tebengan tapi masih bisa duduk santai kek lagi ngga ada kejadian dan kek ngga mau pergi kemana-mana. (Kalau saya minimal minta maaf ke peserta lain dan pasang muka bersalah kek atau memelas kek). Tarik nafas ketiga…
Alhasil tour guide dan tim yang mesti mikirin dia naik apa atau gimana caranya supaya bisa nyampe kesana. Padahal saya tau, mereka juga udah kesel dan ngga punya solusi. Sebenernya selain dia, ada juga loh peserta yang ngga punya kendaraan, tapi inisiatif pergi duluan dengan naik angkutan umum dan ketemu di Pos 1 Sibayak.
Emang satu-satunya solusi untuk yang ngga punya kendaraan ya itu, naik kendaraan umum. Tapi emang mungkin dianya aja banyak ngarep dibantu dan dicarikan solusi tapi ngga mau usaha lebih keras.
Duuh gemeees lah pokoknya. Ketemu orang kek saya yang kesabarannya setipis benang dibelah-belah ini bawaan udah pingin ngomel aja sebenernya. Untung belum kenal…
Singkat cerita berangkatlah kita. Saking jengkelnya saya lupa deh akhirnya dia naik apaan…bodo amat kan jadinya.
Sudahlah berangkatnya molor, di perjalanan ada lagi yang singgah isi bensin dan isi angin ban. Sebagai IRT yang bekerja, keseharian ibu modern begini sudah terbiasa dengan keteraturan. Asal kalian tau ya, sebelum sampe di titik kumpul, saya sudah isi perut, isi bensin full dan isi angin ban. Kenapa? Ya menghindari kekgini. Seharusnya perjalanan lancar, jadi harus bolak balik berhenti nungguin yang ke pom bensin lah, yang isi angin ban lah. Aaaaaah macemlah. Padahal selama di titik kumpul menunggu mereka-mereka yang telat itu, bisa loh sebenarnya pergi sebentar isi angin, isi bensin dan isi perut.
Yaaah beragam orang emang beragam sifat dan karakter. Banyak bersabar emang kalau ikut OT begini.

Oke lah lanjuuut!
Singkat cerita sampelah kami 2 motor lebih dulu di titik kumpul kedua yaitu pos 1. Kami langsung memarkirkan motor dan saya sengaja membuka jaket dan simpan di bagasi motor. Selesai urusan registrasi, kami menuju shelter. Disana sudah menunggu 2 orang yang tadi naik angkutan umum. Butuh waktu 1 jam juga untuk menunggu peserta lainnya. Yang bisanya pukul 9 pagi saya sudah mulai mendaki, kali ini hampir pukul 12 siang bahkan masih di pos 1 🙂
Dari pos 1 jalan kaki ke pos 2 butuh waktu kurang lebih setengah jam. Sampe di pos 2, istirahat dan makan siang dulu. Pukul 1 siang baru deh start mendaki.

Perjalanan Menuju Puncak
Saat perjalanan menuju pos 2, saya sempet nanya ke guide apakah masih keburu kalau pergi ke Telaga Putri mengingat keterbatasan waktu dan sempet turun hujan sebentar. Dia hanya menjawab, “aku perkirakan dulu waktunya, ya, kak”. Satu sisi saya ngga tega juga untuk banyak menuntut sebab saya tau persis dia juga merasakan kesal dengan beberapa peserta sekaligus berusaha untuk menjaga semangat peserta lainnya. Selain itu, nama baik OTnya juga dipertaruhkan kalau dia sempat hilang kendali (emosi).
Salut deh sama pemandu OT yang harus bangeeet banyak sabar menghadapi belasan karakter manusia yang berbeda-beda.
Saya jadi keikut meluaskan sabar. Tujuannya supaya perjalanan pendakian ini tetap bersemangat dan dengan hati yang lapang. Meskipun Gunung Sibayak ini ngga setinggi dan ngga sesusah medannya Rinjani, tapi tetep prinsipnya dengan alam itu ngga bole anggap remeh dan main-main.
Related Post: Gara-gara Juliana, Seluruh Dunia Teragam-Agam
Selesai makan siang, kami mulai mendaki. Semua akhirnya bisa tertawa riang sebab ngga ada yang gagal ikut karena ngga ada kendaraan. Hari minggu memang selalu ramai bikin saya jadi punya ide market day, buka warung misalnya, hihi. Tapi biasanya siang menjelang sore, sebagian besar pendaki sudah mulai turun gunung, apalagi yang camping sejak semalam.
Seperti biasa, setiap berpapasan dengan pendaki lain selalu saling menyemangati. Ini lah yang seru dari kegiatan mendaki. Saling tegur sapa, saling menyemangati, saling membantu padahal ngga saling kenal.
Dari belasan peserta, hanya 1/3 nya saja laki-laki. Selebihnya perempuan yang sudah pada tau lah ya, kebiasaannya? Yes, jalan sedikit, istirahatnya lama. Lebih tepatnya berhenti untuk foto dan bikin konten berkedok istirahat, hehe. Sebutannya “Pelet Bento” (Pendaki lelet, bentar-bentar foto). Hal-hal kekgini sudah biasa, sih. Hanya saja kalau waktunya mepet harusnya bisa dikondisikan.
Yasudah mari kita memaklumi lagi.
Singkat cerita lagi, akhirnya sampe di kawah. Di sini guide memberi waktu beberapa menit untuk istirahat. Dari kawah menuju Puncak Takal Kuda itu sedikit lagi. Paling hanya butuh waktu 15 menit.
Tapi saat itu guide menunda untuk summit ke Takal Kuda dan memutuskan lanjut menuju dua pilihan. Air terjun atau Telaga Putri. Ngga bisa keduanya karena keterbatasan waktu. Ya, beginilah kalau berangkatnya sudah molor. Efeknya itinerary pasti ikut berantakan.
Karena dikabarkan Telaga Putri sedang kering, kami diberikan pilihan lain yaitu ke air terjun. Oke, semua sepakat dan lanjut perjalanan menuju Air Terjun
Related Post: Gunung Sibayak, Tektok Perdana

Air Terjun Sibayak
Tadinya ngga banyak pendaki yang tau kalau tepat di belakang tebing Puncak Takal Kuda ada jalur menuju lokasi tersembunyi yaitu Telaga Putri dan Air Terjun.
Memang dua lokasi ini sudah sejak lama dilarang untuk dikunjungi. Saya ngga tau sebab pastinya, tapi dengar-dengar karena pendaki asing pernah hilang dan ditemukan dalam keadaan meninggal dunia. lalu sempat ditemukan jejak kaki harimau di sepanjang jalur pendakian. Hiiii serem, ya…
Makanya awal-awal viral, adek saya sempet ngajakin kesana dan saya menolak keras sebab belum ada pembukaan jalur resmi dan ngga ada pemandu juga. Saya ngga seberani itu. Lalu semakin lama semakin ramai dan akhirnya jadi tujuan utama selain Puncak Takal Kuda. Padahal belum ada berita jalurnya dibuka secara resmi. Tapi atas keramaian ini saya jadi ikut penasaran. Didukung testimoni dan postingan orang-orang yang sejauh ini sudah berkunjung dan kembali dengan selamat, penasaran saya semakin menjadi-jadi.
Tapi tetap saya ngga bernyali kalau tanpa pendampingan guide berpengalaman. Itulah sebabnya sewaktu ada OT yang memasukkan Telaga Putri ke dalam itinerary, saya langung gas ikut serta.
Jalur Menurun dan Berbatu
Telaga Putri dan Air Terjun ada di jalur yang sama. Hanya beda disuatu persimpangan saja. Sebenarnya dibanding telaga, air terjun ini jaraknya lebih jauh. Tapi karena kabarnya telaga sedang kering, yasudah kita pilih opsi air terjun.
Medannya sempit, cenderung menurun dan didominasi bebatuan serta disekitarnya vegetasinya sangat subur. Menurut saya pemandangan di sini jauh lebih indah dibandingkan perjalanan dari pos 1 ke kawah. Karena diapit tebing-tebing tinggi dengan tumbuhan khas gunung yang tumbuh merata.
Banyak tempat yang lebih layak untuk istirahat dengan beragam view, jadi latar belakang foto pun lebih cantik. Selain itu lebih minim debu mungkin karena terhalang tebing-tebing tinggi. Salah satunya di hutan pandan duri yang sebagian batangnya menghijau oleh lumut. Di sini, siang bolong aja teduh dan lembab saking rapatnya dedaunan sampe membentuk atap alami. Tentu saja rindang dan nyaman untuk istirahat dan berfoto pastinya. Meski ngeri-ngeri sedap rasanya kalau tiba-tiba muncul hewan-hewan kecil dan asing.

Perjalanan memakan waktu sekitar 1 jam lebih sudah termasuk beberapa kali istirahat. Langkahpun melambat karena bertemu medan yang sulit ditambah berjalan di medan menurun itu bikin lutut gemetar.
Sampe di wilayah yang mirip aliran sungai tapi tanpa air, kami sudah curiga jangan-jangan air terjunnya juga kering, nih. Tapi langkah kami tak henti sampe kami menemukan sudut yang ada sedikit sumber airnya.
Sebenernya saat itu sedang musim kemarau, dan anginnya cukup kencang. Tapi ada saatnya mendung dan hujan lalu kembali panas. Begitu terus cuacanya tak menentu. Dalam perjalanan berangkat menuju pos 1, tepatnya di belokan menuju Deleng Singkut sampe daerah Jarang Uda, gerimis turun lumayan rapat. Sempet pesimis mau summit, karena bayangin basah-basahan aja udah males. Alhamdulillah, sampe gapura menuju pos 1 hingga akhir pendakian, cuaca kembali cerah.
Karena melihat ada sumber air, sebagian dari kami melaksanakan sholat dan terpaksa dijamak. Waktu terus berjalan dan sudah hampir pukul 5:30 sore. Kembali karena keterbatasan waktu, guide memutuskan untuk kembali ke kawah. Gagal ke telaga, gagal juga ke air terjun.
Kembali memaklumi. Sudah sore, matahari sudah hampir tenggelam, hari mulai gelap, pendaki lain sudah mulai naik, sebagian dari kami sudah kelelahan dan kami ngga bawa banyak sumber penerangan. Demi keamanan dan keselamatan bersama, kami setuju untuk kembali ke kawah. Yes, apapun itu tetap utamakan keselamatan.
Nah, balik ke kawahnya nih pe-er banget. Yang perginya menurun terus, pulangnya kebalikannya, menanjak tiada ampun. Satu sisi kita ngejar waktu supaya jangan sampe kelamaan di jalan dan terjebak kegelapan. Sisi lain, sepanjang kaki dari paha sampe jari-jari semuanya lemes, geter dan nafas ngos-ngosan hebat. Huuuufttt!!
Tapi semuanya masih semangat, sampe keluar dari hutan pandan duri. Pada sebuah tanah kosong, kami istirahat dan disempetin bikin video melalui perangkat drone yang sedari tadi gagal terbang dengan stabil karena anginnya kencang sekali.

Singkat cerita, pukul 6 sore kami sudah sampe kawah. Di sini, porter sudah mendirikan satu tenda dan bikin kopi panas dan menyiapkan cemilan untuk peserta.
Meski begitu, sebagian peserta tektok gunung sibayak ini masih penasaran dan lanjut summit kek Puncak Takal Kuda. Saya lebih memilih istirahat karena memang sudah pernah. Meski berkabut tebal dan badai, tapi ngga menyurutkan semangat anak-anak gen Z itu untuk tetap fotoan di puncak. Memang sih, kurang lengkap rasanya kalau sudah sampe kawah, tapi ngga sekalian ke puncak. Nanggung rasanya.
Kami yang menunggu di bawah semakin kedinginan karena angin badai musim kemarau. Saya yang belum pernah berada di kawah sampe sore, musim kemarau pula, kali ini ngerasain dinginnya luar biasa. Sampe-sampe saya nyesel ninggalin jaket di bagasi motor. Untung terbantu sama sarung tangan dan masker.
Tenda yang dibangun porter fungsinya untuk menampung peserta yang lemas, sakit atau kedingingan. Tapi saya malah meyakini, masuk tenda memang jadi hangat, tapi yakin keluar tenda akan semakin merasa kedingingan. Dan bener… salah satu peserta merasakannya.
Pukul 6:30 kami bersiap turun gunung. Membantu porter mengumpulkan sampah, membongkar dan melipat tenda dan beberes lainnya. Sebagain peserta dibagikan headlamp untuk penerangan selama perjalanan. Kami akhirnya turun mulai pukul 7 malam dan sampe pos 1 setelah satu jam kemudian.


Akhir dari Tektok Gunung Sibayak Kali Ini
Meski ngga kesampean melihat Telaga Putri dan hampir menginjakkan kaki di air terjun, Tektok Gunung Sibayak kali ini harus tetap saya ambil hikmahnya:
- Punya banyak teman baru
- Dapat pengalaman baru
- Jadi tau jalur menuju telaga dan air terjun
- Kesabaran dihari itu sangat-sangat terlatih
- Untuk pendakian berikutnya jadi punya persiapan apa-apa yang harus dan ngga perlu dibawa.
Finally, jangan lupa untuk tetap membawa turun sampahmu. Jangan tinggalkan apapun kecuali jejak kaki, ok! 🙂
