Gara-gara Juliana, Seluruh Dunia Teragam-Agam
Agam Rinjani mendadak jadi viral dan jadi perbincangan warganet di seluruh dunia gara-gara aksi heroiknya mengevakuasi tubuh pendaki Rinjani yang jatuh ke jurang sedalam 600 Meter. Sekali lagi….600 Meter. Masyaallah…
Meskpuni dia ngga bekerja sendirian, tapi lucky him, namanya yang paling dielu-elukan masayarakat. Agam jadi idola baru di negara Indonesia. Kenapa ya, kira-kira bisa begitu?
Dari berbagai podcast yang saya tonton, ternyata Agam selama ini bekerja dalam diam dan senyap. Ngga ada story di medsos. Sudah berapa belas korban yang dia bantu evakuasi tanpa warta dimana-mana.
Kalau berkaca pada ilmu ikhlas, memang balasannya adalah pahala. Tapi di luar itu ada banyaaak kejutan yang Allah kasi melebihi keinginan. Bahkan untuk sesuatu yang ngga kita bayangkan.
Mungkiiin begitu yang terjadi pada Agam Rinjani. Selama ini dia selalu ada dalam setiap proses evakuasi baik seorang diri maupun dalam perannya membantu timsar dkk. Tapi baru kali ini namanya akhirnya muncul ke permukaan sebab kasus evakuasi Juliana Marins, turis asal Brazil yang jatuh di jurang Rinjani.
Dia pribadi, tanpa membawa nama instansi, atau melaksanakan kewajiban karena tuntutan peran pekerjaan. Rela beli tiket pakai uang pribadi, beli peralatan evakuasi sendiri serta sigap dan satset layaknya bawahan bekerja di bawah tekanan.
Atas dasar kemanusiaan dan nasionalisme, ngga rela Indonesia diejek dunia, Agam bersama sahabatnya Tyo Survival bergerak cepat membantu sebisa mungkin apa yang bisa dibantu. Rela turun ke jurang yang terjal, curam dan bahaya yang bisa kapanpun itu mengintai nyawanya sendiri.
Dia terkenal lewat jalur kebaikan. Rezeki dan berbagai kesempatan berdatangan. Diundang oleh artis dan muncul di banyak podcast. Diundang juga oleh pemerintahan terkait. Mendapat lisence internasional. Intinya dia sedang menuai apa yang selama ini ditanamnya.
Agam Rinjani

Saya telah lama menyukai dunia pendakian atau kegiatan di alam terbuka. Timeline dan algoritma saya dipenuhi dengan postingan orang-orang berkegiatan di alam. Sudah 5 kali saya mendaki gunung Sibayak meskipun hanya melalui jalur wisata, tapi treknya ngga bisa dianggap mudah juga. Setidaknya fisik dan nafas harus terlatih kalau ngga mau ngos-ngosan.
Rinjani? kalau ditanya ya tentu saja saya ada keinginan mendaki disana (Insyaallah oneday). Tapi mahal, Bu…
Iya tau. Namanya juga keingian, dibawa dalam doa ngga salah, kan?
Ketika nama Agam Rinjani viral, iseng saya cek IGnya. Lah ternyata dia udah lama saya follow, dong. Hahaa
Pertama kali saya menonton kisahnya di podcats Densu, lalu lanjut ke Dedi Corbuzer, kemudian muncul juga di podcast Irfan Hakim dan banyak chanel yutube lainnya. Pokoknya ngga di TV ngga yutub ngga medsos semua teragam-agam, lah.
Pun saya, tiba-tiba ikut mengidolakannya. Bukan jatuh cinta sama parasnya, bukan juga pada ketenarannya. Tapi selalu menyenangkan mendengarkan kisah hidupnya yang ternyata ngga mudah. Rasanya wajar atas apa yang didapatkan sekarang setelah apa yang dia lalui.
Cara dia berbicara dengan gaya bahasa yang khas. Celetukannya yang spontan tapi lucu. Dari parasnya yang tampak sangar ciri khas anak alam anak gunung, ternyata dia suka melawak juga. Malah suka bercerita panjang. Bahkan ada kalanya dia tampak lelah saat diwawancarai. Tapi itupun ngga bikin dia berhenti bercerita apa saja yang terlintas dalam ingatannya dan meladeni semua pertanyaan.
Saya lanjut menonton video saat ibunya diwawancarai juga. Tuh sampe ibunya pun jadi ikut terangkat namanya, loh. Sang anak yang membanggakan. Menurut ibunda, Ucok, panggilan Agam kecil memang sudah punya jiwa nasionalisme. Selalu berbagi apapun dengan teman-temanannya.
Ngga pernah ngeluh susah apalagi menampakkan kesusahannya. Kalau butuh uang bangeet, dia lebih memilih menawarkan tenaganya utk dipekerjakan daripada harus menengadah tangan. Harga dirinya sangat-sangat dia jaga.
Abdul Haris Agam, kini dikenal dunia atas dedikasinya bertaruh nyawa demi menyelamatkan nama baik bangsa. Mengesampingkan rasa takut saat bergelantungan di tebing yang curam dihujani bebatuan dan ancaman longsor tebing. Dia sendiri pun ngga yakin bisa berhasil apa tidak. Hanya dua kemungkinan. Berhasil membawa jenazah ke atas tebing atau ikut menjadi jenazah di jurang yang dalam.
Tapi Allah masih inginkan Agam hidup lebih lama. Mungkin Allah masih ingin memberikannya banyak “hadiah” dunia. Di sisi lain, Rinjani masih butuh sosok seperti Agam untuk Rinjani yang jauh lebih baik.
Rinjani dan Pendaki Pemula

Dalam tulisan Sunglowmama blog, menjadi “tak terlihat” memang punya keuntungan sendiri. Hidup lebih tenang salah satunya.
Ketika ditanya, bagaimana rasanya terkenal? Agam dengan cepat menjawab “ngga enak”.
Ngga semua memang mengejar ketenaran. Ngga semua butuh validasi dan pengakuan orang lain. Ngga semua suka diekspos. Buktinya Agam, sudah berapa korban dia evakuasi tapi baru kali ini namanya disebut. Sekalinya disebut, oleh seluruh dunia pula. Viral karena kebaikan memang akan bertahan lama.
Kecuali pendaki FOMO, yang biasanya naik tanpa persiapan. Mengejar konten semata tanpa memperhatikan hal-hal yang justru paling penting, yaitu keselamatan.
Saya suka mendaki dan blusukan. Tapi kalau tempatnya masih asing dan belum ada tanda-tanda pernah didatangi manusia ya jiper juga. Ke Sabana Gunung Sinabung yang lalu, dikata warlok aman dan ada yang jaga ya, oke gas. Mereka bilang ke puncak juga boleh, tapi karena belum resmi dibuka jalurnya ya ngga berani.
Related Post: Sabana Gunung Sinabung, Permata di Balik Desa Mati
Pun begitu ke Gunung Sibayak, selain puncak takal kuda, ada lagi puncak pilar pintau yang lebih tinggi, ada telaga dan air terjun. Untuk tiga lokasi terakhir itu jalurnya extrim dan sempet ditutup karena pernah ada korban juga.
Related: Puncak Takal Kuda Gunung Sibayak
Banyak yang nekat kesana dan pulang dengan selamat. Meski begitu, untuk yang beginian saya ngga bernyali. Kalau katanya dilarang ya udah jangan nekat. Intinya kemana-mana cukup patuhi aja aturan, ngga usah neko-neko banyak tingkah. Cukup tau diri dan paham kemampuan sampe dimana. Kalau dirasa ngga sanggup ya jangan maksa menyanggupkan diri hanya demi validasi.
Kemungkinan begitu yang terjadi pada Juliana. Mengaku kelelahan, lalu perintahkan guide untuk istirahat, dia malah pindah tempat. Terlepas dia mungkin mengalamani halusinasi atau memang mau jalan-jalan lalu terpeleset ke jurang, sampe sekarang belum ada yang tau penyebabnya.
Faktanya menurut Ali, guide yang membawa Juliana dkk. Dia ini matanya minus dan baru pertama kali mendaki gunung. Hmmm, saya mendengar ini pun be like “oalaaaa”…
Terlepas dari itu semua, kejadian jatuhnya pendaki ke jurang dan berakhir kematian bukanlah hal yang baru. Tapi Juliana memang pendaki yang bisa dibilang bernasib malang. Jatuhnya jauh sekali ke jurang yang belum pernah sama sekali disentuh. Bahkan semua pendaki disana mungkin ngga pernah kepikiran kalau bisa jatuh sedalam itu.
Untuk segala sesuatu akan selalu ada hikmahnya. Dengan kejadian Juliana ini, Indonesia memang sempat “dibuli” dunia, khususnya masyarakat Brazil. Tapi akhirnya itu membuat Rinjani menjadi semakin berbenah. Objek wisata minat khusus yang paling banyak digemari karena selain keindahannya, juga sistem pendakian yang unik. Melibatkan banyak porter, guide dan makanan yang mewah ala hotel bintang lima.
Jadi mungkin dengan pelayanan VIP begitu banyak yang berpikir Rinjani ini tempat piknik atau gunung yang minim resiko. Padahal tingkat kecelakaannya tinggi sekali sebab trek meskipun indah tapi mengandung bahaya. Naik gunung, bukan hanya fisik yang harus mampu, tapi harus diimbangi dengan mental yang kuat.
Disiplin, setia kawan, turunkan ego dan kerjasama tim sangat dibutuhkan untuk kesuksesan pendakian. Mendaki bersama ngga bisa kalau masing-masing hanya mau didengarkan.
Pun begitu dengan pengelola taman nasional. Belajar dari kejadian ini, sebisa mungkin peserta pendakian diperketat mengenai aturan dan persyaratannya. Selain itu, peralatan rescue sederhana mestinya disediakan pada setiap shelter. Ah untuk ini mereka pasti lebih paham, ya.
Intinya, semua pengelola objek wisata dan taman nasional dimanapun itu, mari belajar dari kejadian ini, berbenah dan perbaiki semua sistem yang sekiranya masih perlu perbaikan. Menuju ke arah yang lebih baik pastinya butuh proses dan waktu yang tidak sebentar.
Saya lebih setuju kalau gunung / alam itu peminatnya sedikit. Atau katakanlah orang-orang tertentu saja yang suka dan mampu. Atau persyaratannya dipersulit. Sebab semakin sedikit manusia, semakin sehat dan aman lingkungan dan vegetasi di dalamnya.
Berada di alam yang masih asri memang begitu menyenangkan. Journaling untuk ibu sibuk selain self care di rumah yang nyaman, sesekali main ke alam juga ga kalah pentingnya. Grounding, untuk tujuan transfer energi ke alam berharap dikembalikan dalam bentuk ketenangan jiwa dan raga.
Yuk, sama-sama menjaga alam agar tetap lestari dan alami. Jangan bikin bumi lelah dengan sengaja merusak demi kepentingan bisnis segelintir orang. Kalau alam udah murka, kita tak akan jadi apa-apa selain menderita.
Persiapkan mental dan fisik sebelum pendakian, yes. Patuhi aturan dan arahan guide demi keselamatan bersama.

Iya betul. Main ke alam tanpa bawa gadget bisa jadi healing tersendiri, selain dari journaling.
Ujian juga mungkin buat sosok Agam. Kadang ada yang mendadak tenar, jadi tergiur materi. Tapi kayanya sih insya Allah tulus ya jiwa sosialnya.
Mendaki dan para pendaki menurutku adalah orang-orang yg istimewa. Gak cuma bicara soal fisik tapi juga tentang kesabaran, penerimaan, kerjasama, dan menahan ego. Apalagi jika mengikuti rombongan dengan kondisi fisik yang beragam. Akutu sempat sutris juga saat kasus Juliana ini merebak apalagi pihak keluarga terlihat begitu agresif ingin menyalahkan guide dan negara kita. Astaga. Beneran itu? Tapi alhamdulillah ada Abdul Haris Agam yang bergerak dalam diam, langsung mengevakuasi, tanpa harus gembar-gembor. MashaAllah. Luar biasa dan respect buat Agam. Seperti yang Suci tulis, dia menolong hanya dengan 2 opsi. Berhasil membawa jenazah Juliana atau hidup dia juga berakhir di jurang itu. Merinding.
BTW, template blog Suci diganti ya? Terlihat lebih clean and clear. Bagus Ci. Tapi janganlah kau buat huruf tuh besar2 kali. Mak kaget mataku hahahaha. Sama headernya dibikin lebih cantik dengan tulisan lebih besar Ci. Huruf TRAVEL BLOGGER MEDAN di atas itu cantek kali. Apalah itu jenis fontnya. WA ke aku ya.
Buuu, hahaa Medan kali ngomongnya.
Suci pake jasa temen utak atik blog ini, tadinya domainnya abis trus ngga pinter migrasi jd pake jasa temen. Sak templetnya juga dia yang bikin jadi suci terima beres saja, hihiii
Sebagai mantan pendaki, saya cuma terheran-heran dengan Juliana yang gak punya pengalaman mendaki sama sekali
Karena saya bergabung dengan komunitas pendaki gunung, jadi tahu banget persiapan mendaki gunung, dan prosesnya lama, bisa berbulan-bulan. Fisik harus dilatih, cara mendaki gunung pun beda dengan berjalan kaki di mall
Untunglah ada berkahnya, nama Agam jadi mendunia
Betul Ambu, naik gunung pendek aja harus persiapan, apalagi yang tinggi dan medannya susah + bahaya, mana bisa asal coba2
Saya mengikuti kisah Bang Agam ini sejak pertama kali berita tragis Juliana mencuat. Masha Allah memang liat apa yang terjadi pada dirinya sekarang, banjir pujian dan endorsan,bahkan sekelas BAIC endors dia. Luar biasa.
Ya sebenarnya dia dari dulu udah jadi pendaki, guide dan bukan sekali dua kali nolongin orang. Kalaupun dia ngonten di medsosnya, memang cara dia buat berbagi, ga ada yang salah. Kejadian Juliana hanya cara Allah kasih jalan buat Bang Agam untuk mendapatkan segala berkah dan kesuksesan dari apa yang selama ini tulus dia lakukan. Begitulah, rejeki itu sungguh misteri. Bang Agam dilimpahi banyak tawaran yang mendatangkan duit. Itu rejekinya.
Meski ada berita miring dari orang yang gak setuju dia dapat donasi dari warga Brazil, kurasa itu hanya salah satu secuil pengganjal untuk membuatnya tetap ringan tangan dan rendah hati.
Ohya, dari kejadian Juliana ini juga aku jadi lebih kenal Rinjani. Video-video dan tulisan para orang berpengalaman yang aku baca, Rinjani memang semegah dan semisterius itu.
Btw, ngikutin postingan2 Bang Agam di IG gak mbak?
Di sana, aku sering tersesat di belantara komentar warga Brazil hahahhaa
Iya mbak, IG bang Agam udah ngga terikuti lagi komentar2nya banyak bangeeet haha. Sekrang dia udah jadi bintang di dunia pergunungan dan alam. Masyaallaah yaa, berkah Allah memang ngga ada yang tau
A
Aku pernah dikasih tahu sih emang. Kalau emang mau naik gunung ya itu. Kita nggak boleh egois. Kalau ada temannya yang capek. Ya udah istirahat dulu semua. Jangan memaksakan dengan dalih kurang sebentar lagi atau apa. Biar nggak membahayakan semuanya.
Betul mbak, kalau mendaki bersama tim ya kudu begitu, saling menjaga
Aku tim dokter2 geng punggung dinosaurus di hospital playlist mbak yang berpendapat kalau gunung tu buat dipandangi aja bukan buat didaki hahaha #kidding.
Emang rezeki nih buat Mas Agam, namanya jadi terkenal sebagai ahlinya Rinjani ya.
Turut prihati dengan yang terjadi pada Juliana, semoga jadi pembelajaran buat semuanya, bahwa kalau naik gunung kudu mempersiapkan mental hingga fisik, punya duit aja gak cukup, apalagi sekadar FOMO. Kudu pula memperhatikan peraturan. Kalau sekiranya pemula ya hiking tipis2 aja dulu sebelum mendaki gunung beneran apalagi yang medannya susah.
Iyess bener mbak, mendaki gunung apalagi yang terjal dan curam harus bangeet persiapan bukan hanya fisik tapi jga mental…
Membaca cerita Bang Agam ini saya ikut terharu dengan kebaikannya. Dan dengan penuh keikhlasannya menolong, Tuhan memberi balasan yang kuat biasa juga. Sosoknya akan menginspirasi orang untuk menolong dengan sepenuh hati. Indonesia sangat bangga dengan sosok Agam ini.
Setuju, kak…
Aku nonton podcastnya Densu di Youtube. Ngeri ternyata bentang alam Rinjani tuh. Secara aku engga pernah naik gunung, liat di layar aja ngeri, apalagi di dunia nyata.
Sampai sekarang engga beres-beres nih kasus Juliana (Brazil sana sih, yg ortunya engga terima hasil otopsi baik yg dr Indonesia, maupun otopsi ulangnya di sana). Kasihan sih Juliana-nya…
Betul, Bu… kek merasa anaknya sengaja dibunuh aja ya. Ikut gemesss